Liputan6.com, Jakarta - PT bukalapak.com Tbk (BUKA) tetap mempertahankan posisi hukum dalam sidang lanjutan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Harmas Jalesveva (Harmas) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. BUKA menegaskan kembali bahwa perusahaan tetap dalam kondisi operasional yang stabil dan memiliki posisi keuangan yang kuat.
Seperti diketahui, dalam persidangan yang digelar pada 19 Februari 2025, agenda utama adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak sebelum memasuki tahap pembacaan putusan. Namun, secara mendadak, Harmas memutuskan untuk mencabut permohonan PKPU yang telah diajukan.
Baca Juga
Meski demikian, BUKA tetap mengharapkan agar majelis hakim melanjutkan proses persidangan dan memberikan putusan atas perkara ini. BUKA menilai bahwa putusan dari majelis hakim sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan menjaga transparansi bagi dunia usaha, terutama dalam konteks penyelesaian perkara hukum ini.
Advertisement
Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhana, menegaskan bahwa pencabutan permohonan PKPU oleh Harmas semakin memperjelas lemahnya dasar hukum permohonan tersebut.
“Sejak awal, kami telah melihat bahwa permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah membuktikan bahwa tuduhan terhadap BUKA tidak berdasar. Oleh karena itu, kami tetap berharap majelis hakim tetap memberikan putusan atas perkara ini, meskipun Harmas telah mencabut permohonannya,” ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Jumat (21/2/2025).
Lebih lanjut, Kurnia menekankan bahwa pencabutan permohonan ini tidak seharusnya dijadikan celah untuk menghindari tanggung jawab hukum atau penyalahgunaan upaya hukum yang ada tanpa dasar yang jelas.
“Kami meminta agar majelis hakim tetap membacakan putusan atas perkara ini demi memberikan kepastian hukum yang jelas bagi BUKA. Sebagai perusahaan terbuka, kami memiliki tanggung jawab besar kepada para pemangku kepentingan, terutama para pemegang saham, untuk memastikan bahwa setiap proses hukum yang kami hadapi memiliki kepastian dan transparansi,” tambahnya.
Permohonan PKPU Harmas Sejak Awal Tak Penuhi Syarat Hukum
BUKA melihat bahwa permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat sejak awal. Salah satu kejanggalan yang mencolok adalah pencantuman Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai kreditur lain dalam permohonan PKPU untuk memenuhi persyaratan adanya dua kreditur.
Padahal, yurisprudensi tetap Mahkamah Agung (MA) secara tegas menyatakan bahwa pajak tidak termasuk dalam kategori utang yang dapat dijadikan dasar permohonan PKPU. Selain itu, dalam persidangan, Harmas tidak pernah menghadirkan kreditur lain yang sah (DJP) untuk mendukung klaimnya. Hal ini memperkuat keraguan terhadap keabsahan permohonan PKPU Harmas.
Selain itu, tuduhan bahwa BUKA memiliki utang jatuh tempo juga tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan oleh Harmas. Sebaliknya, fakta yang ada menunjukkan bahwa BUKA justru mengalami kerugian akibat wanprestasi Harmas yang gagal menyediakan ruang perkantoran di Gedung One Belpark.
Berdasarkan kesepakatan dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pada Desember 2017, Harmas gagal menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai tenggat waktu dan gagal menyerahkan ruangan sesuai spesifikasi yang telah disepakati.
Akibatnya, BUKA terpaksa menuntut pengembalian dana booking deposit dan security deposit sebesar Rp6,46 miliar, yang hingga kini belum dikembalikan oleh Harmas.
Pencabutan Permohonan PKPU oleh Harmas Tidak Menghapus Kewajiban Hakim Untuk Memberikan PutusanDalam persidangan sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan oleh BUKA menegaskan bahwa sengketa antara kedua belah pihak yang saat ini berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum memasuki titik akhir karena masih terdapat upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Dengan adanya proses hukum yang masih berjalan, unsur pembuktian sederhana dalam PKPU yang saat ini di proses oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjadi tidak terpenuhi.
Advertisement
Komitmen BUKA Jaga Kepastian Hukum
Dengan adanya pencabutan permohonan PKPU ini, BUKA menegaskan kembali bahwa perusahaan tetap dalam kondisi operasional yang stabil dan memiliki posisi keuangan yang kuat. Namun, perusahaan tetap berharap majelis hakim dapat memberikan putusan resmi atas perkara PKPU ini agar tidak terjadi spekulasi dan misinformasi di masyarakat mengenai posisi hukum BUKA.
“Kami akan terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak kami tetap terlindungi sesuai hukum yang berlaku. Kami juga ingin memastikan bahwa tidak ada pihak yang menyalahgunakan mekanisme hukum untuk kepentingan tertentu tanpa dasar yang jelas. Kami percaya pada proses hukum yang adil, dan oleh karena itu, kami menantikan putusan resmi dari majelis hakim,” tutup Kurnia.
Hak Jawab Harmas Jalesveva Terkait BUKA Ajukan Permohonan PKPU
Sebelumnya, PT Harmas Jalesveva melalui kuasa hukum RPR Law Firm Lawyers mengajukan hak jawab terkait pemberitaan Liputan6.com yang berjudul " BUKA Ajukan Permohonan PKPU Terhadap Harmas" dan "Bukalapak Ajukan PKPU terhadap Harmas, Ini Alasannya. Berita ini tayang pada 17 Februari 2025.
Menurut kuasa hukumnya, Harmas keberatan atas pemberitaan tersebut yang hanya didasarkan pada keterangan salah satu pihak saja yakni BUKA. Melalui keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (20/2/2025), mereka menjelaskan sejumlah poin yang menjelaskan permasalahan ini, antara lain:
Pertama, dikatakan jika hubungan hukum antara klien RPR Law Firm Lawyers yakni Harmas Jalesveva dan Bukalapak sudah diuji dan diputus secara keperdataan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di tingkat banding, hingga Mahkamah Agung di tingkat kasasi (3 tingkatan peradilan), yang pada pokoknya menghukum pihak Bukalapak untuk membayar ganti rugi kepada kliennya sebesar Rp 107 miliar.
Dengan hubungan hukum yang demikian, segala alasan Bukalapak dalam mengajukan permohonan PKPU pada faktanya sudah diuji dan dipertimbangkan oleh tiga majelis hakim berbeda dari tingkat pertama, banding hingga kasasi.
Mereka pun meminta kroscek terhadap fakta hukum yang telah dipublikasikan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 575/Pdt.G/2022/PN.Jkt Sel tanggal 12 April 2022 melalui situs kepaniteraan Mahkamah Agung dan juga fakta bahwasanya sudah ada teguran dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (aanmaning) terhadap isu putusan a quo.
Poin kedua, tagihan klien RPR Law Firm Lawyers kepada Bukalapak dinilai sah dan berkekuatan hukum tetap (inkracht) di mana, dalam putusan a quo dari tingkat pertama sampai dengan kasasi, salah satu amarnya adalah menghukum Bukalapak untuk membayar sejumlah uang kepada klien RPR Law Firm Lawyers dalam hal ini kepada kliennya sebesar Rp 107 miliar.
Advertisement
Poin Lainnya
Ketiga, dikatakan pengertian utang dalam konsep kepailitan/PKPU tidak hanya didasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak, tetapi segala kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing dikategorikan sebagai hutang.
Jika merujuk putusan a quo, Bukalapak memiliki kewajiban untuk membayarkan kewajibannya kepada klien RPR Law Firm Lawyers dalam hal ini Harmas Jalesveva akibat pemutusan sewa sepihak yang dilakukan Bukalapak.
Kemudian, keempat dijelaskan jika dalil tagihan yang disampaikan oleh Bukalapak kepada klien RPR Law Firm Lawyers dalam permohonan PKPU-nya adalah tidak berdasar secara hukum karena tuntutan tagihan tersebu sudah diperiksa dalam rekonvensinya dan ditolak dalam putusan a quo, bahkan dengan alasan-alasan seperti non adimpleti contractus juga telah diperiksa dan dipertimbangkan secara baik oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Lagipula jumlah tuntutan hutang yang diajukan oleh Bukalapak sebesar Rp 6,4 miliar dibandingkan dengan kewajiban Bukalapak kepada klien kami tidak sebanding karena Bukalapak harus membayar klien kami senilai Rp 107 miliar,” demikian seperti dikutip.
Poin Selanjutnya
Kelima, kuasa hukum Harmas Jalesveva menyebutkan jika menggunakan logika yang dijadikan dalil oleh Bukalapak kalau putusan yang memenangkan Harmas dan memerintahkan Bukalapak membayar Rp 107 miliar kepada klien RPR Law Firms dalam hal ini Harma Jalesveva bukan sebagai utang.
"Bagaimana mungkin Bukalapak bisa mengklaim bahwa tagihan Rp 6,4 miliar yang sudah dipertimbangkan, diputus tolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bisa digunakan sebagai dasar tagihan untuk mengajukan Permohonan PKPU? Dengan demikian, apa yang Bukalapak lakukan terhadap klie kami merupakan abuse of process atau penyalahgunaan prosedur hukum atau menggunakan proses hukum untuk menyalahi putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat, serta vexatious litigation atau permohonan atau gugatan melalui pengadilan dengan itikad buruk,”
Keenam, menurut RPR Law Firms, seluruh penyajian berita yang diuraikan seolah-olah fakta hukum yang sudah dipertimbangkan dan diputuskan oleh pengadilan menjadi sia-sia. Dan meminta kesempatan atau klarifikasi kepada kliennya terhadap pemberitaan dari Bukalapak tersebut.
Ketujuh, kuasa hukum dari PT Harmas Jalesveva menilai tindakan Bukalapak yang menghentikan rencana sewanya sedangkan kliennya telah menyelesaikan pembangunan gedung yang akan disewa oleh Bukalapak merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan akibat penghentian tersebut, gedung yang telah diselesaikan sesuai rencana Bukalapak menjadi kosong dan merugikan klien dalam hal ini Harmas Jalesveva.
Advertisement
Penjelasan Lainnya
Kedelapan, Kuasa hukum dari PT Harmas Jalesveva juga menyatakan, jika merujuk pertimbangan hakim dalam putusan a quo akan ditemukan bahwasanya pembatalan perjanjian yang tidak mendapatkan persetujuan dari pihak lain dalam perjanjian, hal tersebut adalah pemutusan perjanjian secara sepihak.
“Apabila hal tersebut menimbulkan kerugian pihak lain tersebut, maka pihak yang memutuskan secara sepihak tersebut dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, sehingga pengesampingan Pasal 1266 KUHPerdata tidak dapat dikesampingkan dan harus diajukan pembatalan melalui pengadilan, bukan seperti apa yang Bukalapak lakukan kepada klien kami,” jelas surat tersebut.
Terakhir, kuasa hukum dari PT Harmas Jalesveva menuturkan, keterlambatan yang selalu didalilkan oleh Bukalapak sebagai dalilnya sudah diperiksa dan dipertimbangkan dalam putusan a quo di mana tidak ada keterlambatan yang terjadi kecuali karena akibat ketidakmampuan Bukalapak untuk memberikan gambar blueprint ruangan yang akan disewanya sesuai dengan tenggat waktu yang disepakati dan seluruh fakta tersebut sudah diperiksa dan dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara profesional. Sehingga seharusnya merujuk putusan a quo bukan merujuk pada perkataan sepihak dari Bukalapak.
