NIK Jadi NPWP Langkah Pemerintah Integrasikan Data Terpadu

penggunaan NIK sebagai nomor identitas perpajakan atau NPWP tidak menyebabkan seseorang secara otomatis dikenai PPh.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Okt 2021, 12:40 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 12:40 WIB
Ilustrasi NPWP
Ilustrasi NPWP

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menegaskan penggunaan NIK sebagai NPWP untuk WP Orang Pribadi (OP) merupakan langkah strategis pemerintah dalam melakukan reformasi basis data kependudukan yang terintegrasi dan terpadu.

Menurutnya, penggunaan NIK sebagai nomor identitas perpajakan tidak menyebabkan seseorang secara otomatis dikenai PPh. Hal ini karena ketentuan mengenai pemenuhan kriteria subjek dan objek PPh tetap berlaku.

“Sehingga seseorang yang belum memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP tetap tidak dikenai PPh. PPh hanya dikenakan ketika penghasilan yang diperoleh telah melebihi PTKP,” kata Dirjen Pajak Suryo, dilansir dari Kemenkeu.go.id, Kamis (14/10/2021).

Dia menjelaskan, NIK tidak hanya digunakan untuk kebutuhan data perpajakan. Melainkan, Pemerintah telah memanfaatkan NIK sebagai data rujukan untuk pemberian berbagai bantuan sosial.

Antara lain Program Keluarga Harapan dan Program Kartu Sembako, bantuan yang diberikan bagi keluarga miskin dan rentan.

“Dengan integrasi data tersebut, pemerintah dapat menyalurkan program-program produktif dan bantuan sosial lainnya dengan lebih tepat sasaran dan efektif dalam mencapai tujuannya,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tarif PPh Badan

NPWP.
Ilustrasi NPWP. Pajak.go.id

Lebih lanjut, Suryo menjelaskan, dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tidak hanya dilakukan reformasi PPh orang pribadi, melainkan juga mengatur ulang tarif PPh badan yang semula direncanakan untuk turun menjadi 20 persen mulai tahun 2022 menjadi tetap 22 persen.

“Tarif PPh Badan sebesar 22 persen masih kompetitif serta tetap kondusif dalam menjaga iklim investasi di Indonesia. Khususnya apabila dibandingkan dengan tarif PPh negara lain, seperti rata-rata negara ASEAN (22,17 persen), OECD (22,81 persen), Amerika (27,16 persen), dan G-20 (24,17 persen),” pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya