Menengok Peluang Investasi Jelang Akhir Tahun

Memasuki kuartal akhir 2021, ada beragam hal yang mendukung investor untuk tetap optimis untuk meraih peluang investasi.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Okt 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Austin Distel)
Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Austin Distel)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 telah berlangsung selama hampir dua tahun. Selama itu pula, pasar finansial cenderung bergerak dinamis.

Memasuki kuartal akhir 2021, ada beragam hal yang mendukung investor untuk tetap optimis untuk meraih peluang investasi jelang akhir tahun, meski ada beberapa risiko yang perlu dicermati, baik dari sisi global maupun domestik.

Seperti apa kondisi global dan domestik terkini, dan bagaimana peluang investasi di kuartal keempat tahun 2021, simak penjalasan dari Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI):

Sinyal kuat Fed tapering

Sinyal Fed tapering atau pengurangan stimulus dari bank sentral Amerika Serikat sepertinya terlihat semakin jelas akan berlangsung di kuartal keempat ini. Kenaikan Fed Rate diproyeksikan akan maju lebih cepat dan terjadi di tahun 2022, menjadi 0,50 persen.

Perubahan juga terjadi pada target inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Inflasi tahun ini diperkirakan lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya, yang disebabkan oleh disrupsi rantai pasokan global yang lebih persisten dari perkiraan.

The Fed juga merevisi pertumbuhan ekonomi AS menjadi 5,9 persen di 2021 sebagai dampak dari peningkatan kasus COVID-19 varian delta di Amerika Serikat (AS) pada kuartal ketiga 2021.

Meski demikian, pada 2022 aktivitas ekonomi diperkirakan akan lebih baik seiring dengan membaiknya kondisi pandemi, yang ditunjukkan oleh proyeksi PDB AS di 2022 yang meningkat menjadi 3,8 persen dari semula 3,3 persen.

Di kawasan Asia, seiring meredanya efek low base awal pandemi di tahun 2020 yang membuat pertumbuhan ekonomi paruh pertama tahun 2021 melonjak sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia diperkirakan akan mengalami normalisasi di semester kedua 2021.

Sektor eksternal, yaitu ekspor, masih menjadi penopang, didukung oleh pemulihan global (terutama untuk permintaan barang elektronik seperti chip komputer). Yang juga menarik adalah valuasi pasar saham Asia.

Setelah di paruh pertama sempat melonjak tinggi sejalan dengan lonjakan pertumbuhan ekonomi, valuasi pasar saham saat ini telah kembali turun berada di kisaran rata-rata 5 tahun. Ini level yang atraktif bagi investor.

Terlebih lagi untuk kawasan ASEAN, inflasi yang masih rendah dan terkendali belum menimbulkan tekanan bagi bank sentral untuk melakukan pengetatan kebijakan. Kondisi ini tentunya suportif bagi pasar saham.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pemulihan aktivitas ekonomi secara bertahap di domestik

FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Penurunan angka kasus positif COVID-19 di dalam negeri serta vaksinasi yang semakin masif membuat pelonggaran aktivitas masyarakat dapat dilakukan, dan potensi pemulihan ekonomi domestik semakin terbuka.

Stabilitas makro ekonomi, terutama eksternal, yang terus diperkuat dapat memberikan dukungan yang baik untuk mengantisipasi Fed tapering dan menghadapi dinamika global yang walaupun berada dalam masa pemulihan tapi belum sepenuhnya stabil.

Cadangan devisa yang meningkat, inflasi yang terkendali, dan pertumbuhan neraca perdagangan yang masih baik (didukung oleh permintaan dan harga komoditas), diharapkan dapat menjaga volatilitas rupiah jelang Fed tapering.

Beberapa indikator utama (indeks keyakinan konsumen, penjualan ritel, penjualan properti, dan sektor manufaktur) diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang, menyusul pelonggaran aktivitas di kuartal keempat 2021.

 

Peluang investasi di pasar obligasi dan saham

IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Angka tersebut naik signifikan dibandingkan tahun 2016 yang hanya mencatat penutupan perdagangan pada level 5.296,711 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pasar obligasi diperkirakan akan lebih kuat dalam menghadapi perubahan sentimen global. Pasar obligasi Indonesia (dengan selisih imbal hasil terhadap US Treasury yang masih lebar) membukukan kinerja yang lebih baik dalam menghadapi rencana Fed tapering, dimana sepanjang tahun berjalan sampai akhir September indeks pasar obligasi Indonesia menguat 3,9 persen.

Inflasi yang terkendali, pengelolaan fiskal yang baik, dan tingginya likuiditas domestik membantu penguatan pasar obligasi Indonesia yang diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun.

Untuk pasar saham, antusiasme dan optimisme para pelaku pasar terhadap pemulihan aktivitas domestik mulai terlihat pada pergerakan pasar saham domestik, dimana sepanjang tahun berjalan hingga akhir kuartal ketiga kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 5,1 persen.

Pemulihan sentimen yang ditopang oleh katalis positif (meningkatnya vaksinasi, kenaikan harga komoditas, stabilitas rupiah, dan perbaikan earnings perusahaan) diharapkan dapat mendorong pergerakan pasar saham Indonesia ke depannya.

Investor dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk masuk atau menambah porsi kepemilikannya di reksa dana pendapatan tetap maupun reksa dana saham, disesuaikan dengan profil risiko masing-masing.

Sebagai gambaran, reksa dana Manulife Obligasi Unggulan Kelas A (MOU Kelas A) mampu memberikan imbal hasil 1 tahun sebesar 6,90 persen pada periode akhir September 2020 hingga akhir September 2021, melampaui tolok ukurnya (rata-rata bunga deposito 3 bulan net setelah pajak) yang sebesar 3,97 persen.

Pada periode yang sama, reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) memberikan imbal hasil 1 tahun sebesar 74,79 persen, jauh melampaui tolok ukurnya (indeks IDX80) yang sebesar 21,05 persen.

Menjelang akhir tahun, masih ada potensi pertumbuhan pada underlying asset reksa dana. Silakan manfaatkan peluang yang ada dengan bijak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya