Revisi UMP DKI Jakarta 2022 Bikin Pengusaha dan Investor Bingung

Pengusaha mengaku sangat kebingungan dengan revisi upah minimum provinsi atau UMP DKI Jakarta di 2022 yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 20 Des 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 20 Des 2021, 15:00 WIB
FOTO: Ratusan Buruh Geruduk Balai Kota DKI Jakarta
Ratusan buruh dari FSMPI dan Perwakilan Daerah KSPI membawa keranda saat melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/11/2021). Buruh menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membatalkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz, mengaku sangat kebingungan dengan revisi upah minimum provinsi atau UMP DKI Jakarta di 2022 yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Adi menyatakan, putusan itu akan merusak sistem arus cas (cashflow) perusahaan, utamanya dalam hal pemberian upah pekerja.

"Sangat membingungkan. Jadi proyeksi kami, cashflow in/out-nya jadi enggak karuan," kata dia dalam sesi teleconference, Senin (20/12/2021).

Tak hanya pengusaha, dia menambahkan, revisi kenaikan UMP DKI Jakarta ini juga akan berdampak kepada investor. Terlebih keputusan tersebut tidak punya kepastian hukum, dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Karena apa, sebetulnya investor dan kami selaku pelaku usaha itu kan satu kata kunci, ada kepastian hukum. Kepastian itu tidak berubah-ubah maksudnya. Nah, ini pak Anies berubah-ubah," keluh Adi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penetapan UMP

Aksi Buruh Geruduk Balai Kota Jakarta
Sejumlah buruh saat melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (26/10/2021). Pada aksi tersebut massa buruh menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10 persen, berlakukan UMSK 2021 dan mencabut UU Omnibus Law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut dia, penetapan UMP seharusnya berdasarkan kesepakatan tripartit antara pemerintah, dunia usaha dan pekerja. Adi pun menolak skema bipartit atau musyarawah informal untuk menentukan kenaikan upah minimum tersebut.

"Ini yang perlu kita pahami, bahwa mekanisme penentuan upah minimum itu harus melalui mekanisme tripartit, titik, enggak ada koma," ujar Adi.

"Tetapi untuk upah minimum provinsi DKI ini, mau enggak mau, suka enggak suka, karena memang regulasinya seperti itu, dilalui melalui mekanisme tripartit," tegasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya