Liputan6.com, Jakarta - Bank BCA Syariah memproyeksikan pertumbuhan kredit di atas rata-rata industri pada tahun depan.
Direktur PT Bank BCA Syariah, Pranata mengungkapkan, Bank Indonesia memproyeksikan kredit perbankan tumbuh antara 6-8 persen. Lebih tinggi dari proyeksi tahun ini di kisaran 4- 6 persen.
Baca Juga
Begitu pula dengan dana pihak ketiga (DPK) yang diproyeksikan tumbuh sekitar 8-10 persen. Angka ini juga lebih tinggi dari proyeksi tahun ini di kisaran 6-8 persen.
Advertisement
"Untuk BCA Syariah sendiri kita mengupayakan pertumbuhan di atas rata-rata kita coba proyeksian tumbuh 8-10 persen. Untuk DPK BCA Syariah disesuaikan seiring dengan acuan BI, yakni di antara 8-10 persen," kata dia dalam Forwada Online Media Workshop - Menelisik Peran LPS dalam Memantik Pertumbuhan Kredit Perbankan, Jumat (24/12/2021).
Melalui kaca matanya, Pranata melihat prospek perbankan yang cukup positif di 2022. Hal itu karena, pertama, tingkat suku bunga acuan yang stabil. Perbankan juga mempunyai modal yang cukup kuat yaitu likuiditas yang cukup longgar dan beban cost of fund yang terus turun.
"Ini tentu akan jadi modal perbankan agar menyalurkan kredit dengan margin yang cukup rendah," kata dia.
"Jadi kita sangat inginkan berikan layanan yang sama terkait fitur transaksi dan layanan yang ada di m-banking, internet banking dan cabang layaknya yang diberikan induk BCA namun dengan berbasis syariah,” ia menambahkan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Restrukturisasi Kredit Turun, OJK Minta Bank Tetap Siapkan Pencadangan
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, restrukturisasi kredit perbankan secara grafik terus mengalami penurunan. Kendati begitu, sektor perbankan diminta untuk tetap membentuk cadangan dana.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, restrukturisasi kredit nasabah perbankan mencapai Rp 714 triliun hingga Oktober 2021. Angka tersebut lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang sebesar Rp 738,7 triliun.
"Masih ada kredit yang direstrukturisasi, namun jumlahnya sudah mulai menurun. Jumlahnya Rp 714 triliun per oktober 2021, mencakup 4,4 juta debitur," terang Wimboh dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 9 Desember 2021.
Sementara restrukturisasi kredit perbankan di perusahaan pembiayaan hingga Oktober 2021 sebesar Rp 216,22 triliun pada 5,15 juta kontrak.
Wimboh berharap, dengan kegiatan ekonomi yang mulai tumbuh, kredit-kredit yang direstrukturisasi pun turut membaik, dan jumlahnya akan semakin kecil.
Namun, ia tetap mengajak pelaku industri bank untuk melakukan pencanangan dana guna mengantisipasi terjadinya cliff effect saat kebijakan restrukturisasi kredit berakhir pada Maret 2023 mendatang.
"Kita tetap meminta kepada perbankan untuk tetap membentuk cadangan, agar nanti pada saat dinormalkan pada 2023 tidak terjadi permodalan tidak cukup, atau cliff effect," imbuhnya.
Di sisi lain, Wimboh mengutarakan, OJK juga tetap memantau pertumbuhan kredit pada 200 grup debitur besar, yang meningkat hingga mencapai Rp 64,58 triliun pada Oktober 2021 secara year on year (yoy) atau naik 5,7 persen secara year to date (ytd).
"Ini sudah mengalami perbaikan dari angka-angka sebelumnya," pungkas Wimboh.
Advertisement