Ingat, Tak Semua Aktivitas Produksi Penghasil Emisi Karbon Bakal Dipungut Pajak

Pemerintah bakal menerapkan pajak karbon di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jan 2022, 18:45 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2022, 18:45 WIB
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah bakal menerapkan pajak karbon di Indonesia. Upaya ini dilakukan sebagai wujud dari komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan pajak karbon tidak berarti pengenaan biaya dari setiap emisi karbondioksida yang dikeluarkan dalam aktivitas bisnis.

Pajak karbon merupakan instrumen pajak yang digunakan menuju Indonesia bebas emisi karbon.

"Pajak karbon bukan pajak atas emisi karbon dari pengusaha yang melakukan produksi," kata Suahasil dalam Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan di Malang, Jawa Timur, Jumat (21/1/2022).

Suahasil menjelaskan tidak semua aktivitas yang menghasilkan emisi karbon akan dikenai pajak. Dalam regulasi ini, pemerintah ingin melakukan kompensasi aktivitas yang menghasilkan emisi dengan karbon kredit.

Dia mencontohkan bila sebuah perusahaan menghasilkan 100 ribu ton karbondioksida, maka emisi tersebut harus dikompensasi dengan karbon kredit seperti kegiatan yang menjaga hutan. Karbon kredit tersebut bisa dibeli dari pihak-pihak yang menjualnya.

Namun bila sudah membeli karbon kredit tetapi tidak memenuhi batas yang sama dari emisi yang dilepaskan, maka bisa membayar pajak karbon ke pemerintah.

"Kalau karbon yang dikeluarkan bisa dibeli tapi masih kurang, ada alternatifnya yaitu bayar pajak karbon supaya impas," kata dia.

Dia mengakatan perdagangan karbon akan banyak diminati karena banyak sektor usaha yang bakal membeli karbon kredit. Misalnya perusahaan penerbangan yang dalam aktivitas bisnisnya mengeluarkan emisi. Mereka akan tertarik dengan konsep ini dalam rangka menjaga keberlanjutan bumi dan bisnisnya.

"Banyak perusahaan penerbangan dunia yang mau bayar ke negara yang menjaga hutannya, kedepan banyak yang makin ingin itu," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

PLTU

PLTU Suralaya
PLTU Suralaya

Namun, saat ini pengenaan pajak karbon untuk tahap awal akan diterapkan di sektor pembangkit listrik. PLTU yang menggunakan batu bara sebagai penghasil energi akan mulai menjalankan konsep ini dengan membeli karbon kredit dari PLTA atau pembangkit yang menggunakan energi baru terbarukan. Mengingat di sektor yang sama ada yang menghasilkan banyak emisi, ada juga yang menghemat pelepasan emisi karbon.

Bila PLTU batubara sudah membeli karbon kredit dari PLTA misalnya, maka tidak perlu membayar pajak karbon. Namun bila sudah membeli tetapi masih kurang seimbang dengan emisi yang dilepaskan, maka bisa membayar pajak karbon.

"Jadi bukan pajak atas emisi," kata dia.

Di masa depan pengenaan pajak karbon tidak akan dikenakan untuk sektor pembangkit listri saja. Melainkan sektor-sektor lain yang menghasilkan emisi karbon lainnya. Saat ini, Mekanisme perdagangan karbon ini kata Suahasil sedang disiapkan pemerintah dan regulator. Dia menyebut sistemnya tidak akan jauh berbeda dengan perdagangan di pasar modal. Tentunya akan juga diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya