BNI Bakal Terbitkan Green Bond pada 2022 demi Perkuat Keuangan Berkelanjutan

PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI menyatakan penerbitan green bond untuk memperkuat keuangan berkelanjutan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 26 Jan 2022, 16:19 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2022, 16:19 WIB
BNI rilis laporan keuangan pada 2021, Rabu (26/1/2022) (Foto: BNI)
BNI rilis laporan keuangan pada 2021, Rabu (26/1/2022) (Foto: BNI)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI (BBNI) berencana menerbitkan green bond pada 2022.

Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada menuturkan, penerbitan green bond dimaksudkan untuk memperkuat keuangan berkelanjutan perseroan.

"Tentunya penggunaan akan tetap pada segmen segmen yang ekosistemnya telah dibina dan dibangun oleh BNI sejauh ini,” kata David dalam paparan publik BNI, Rabu (26/1/2022).

Selain segmen kecil, BNI juga sudah banyak membangun kapabilitas mitra sekaligus pelaku usaha. Seperti dalam hal pengelolaan energi baru dan terbarukan, penanganan polusi serta pengelolaan limbah air. Ke depan, hal itu kemungkinan juga akan disalurkan kepada segmen korporasi yang termasuk dalam sektor dengan taksonomi hijau.

"Namun untuk nilai dan tanggal efektif penerbitan green bond ini masih belum dapat kami paparkan sekarang,” imbuhnya.

Sebelumnya, David membeberkan kinerja pembiayaan segmen hijau BNI yang tercatat sangat positif pada 2021. Portofolio hijau tercatat Rp 172,4 triliun atau 29,6 persen dari total portofolio kredit BNI. Pembiayaan hijau ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat melalui pembiayaan segmen kecil dengan total portofolio mencapai Rp 117 triliun.

Adapun, selebihnya digunakan untuk kebutuhan pembangunan ekosistem lingkungan hijau, energi baru terbarukan, serta pengelolaan polusi dan pengelolaan limbah.

"Kinerja pembiayaan hijau yang positif serta didukung kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, serta praktik Tata Kelola Perusahaan yang unggul, mendorong peningkatan rating ESG BNI dari MSCI menjadi A sejak November 2021,” kata David.

Dia menuturkan, rating A saat ini menjadi yang tertinggi di antara perbankan Indonesia, sekaligus menegaskan posisi kami sebagai pioneer dalam implementasi keuangan berkelanjutan.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Laba Bersih BNI Melonjak pada 2021

Gedung PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. (Dok BNI)
Gedung PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. (Dok BNI)

Sebelumnya, PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk atau BNI (BBNI) berhasil membuat lompatan pemulihan kinerja positif pada tahun buku 2021. Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar menyampaikan, laba bersih perseroan tahun buku 2021 tercatat Rp 10,89 triliun atau tumbuh 232,2 persen year-on-year (yoy).

Realisasi kinerja tersebut setara tiga kali lipat dari profit tahun 2020. Laba bersih tersebut juga diperkirakan melampaui ekspektasi pasar.

“Pencapaian laba bersih ini dihasilkan dari pendapatan operasional sebelum pencadangan (PPOP) yang tumbuh kuat 14,8 persen yoy. Sehingga PPOB kita mencapai Rp 31,06 triliun,” ungkap Royke dalam Public Expose Kinerja BNI FY2021, Rabu (26/1/2022).

Royke menambahkan, pencapaian ini bahkan menjadi yang tertinggi yang pernah dihasilkan BNI. Lebih tinggi dari pendapatan operasional sebelum pandemi.

Selain itu, upaya perbaikan kualitas kredit melalui monitoring, penanganan dan kebijakan yang efektif untuk membuat cost of credit membaik menjadi 3,3 persen.

Adapun peningkatan pendapatan operasional bank dihasilkan dari pertumbuhan kredit yang sehat sebesar 5,3 persen yoy atau menjadi Rp 582,44 triliun. Net interest margin yang tangguh di level 4,7 persen, serta pendapatan berbasis komisi (fee based income/FBI) yang pada akhir tahun 2021 tercatat 12,8 persen yoy.

“BNI mempercayai bahwa masih terdapat ruang untuk terus tumbuh ke depannya,” kata Royke.

Pendorong utama kredit selama tahun 2021 adalah penyaluran di sektor bisnis banking terutama pembiayaan di segmen korporasi swasta yang tumbuh 7,6 persen yoy menjadi Rp 180,4 triliun. Di segmen komersial tumbuh 10,4 persen yoy, menjadi Rp 40,9 triliun, segmen kecil juga tumbuh 12,9 persen yoy dengan nilai kredit Rp 95,8 triliun.

Secara keseluruhan kredit di sektor bisnis banking tumbuh 4,5 persen yoy menjadi Rp 482,4 triliun.

Sementara di sektor consumer credit, kredit terbesar yang tumbuh adalah kredit payroll, dengan jaminan gaji yaitu naik 18,3 persen yoy menjadi Rp 35,8 triliun. Kemudian kredit kepemilikan rumah KPR itu tumbuh 7,7 persen menjadi Rp 49,6 triliun.

“Jadi secara keseluruhan kredit konsumen tumbuh 10,1 persen yoy menjadi Rp 99 triliun,” ujar dia.

Fee Based Income

Gedung BNI (Dok: BNI)
Gedung BNI (Dok: BNI)

Dalam kesempatan yang sama, Direktur BNI, Novita Widya Anggraini menguraikan, fee based income pada akhir 2021 tercatat tumbuh sebesar 12,8 persen yoy atau menjadi sebesar Rp 13,64 triliun.

"Pertumbuhan ini tentunya sejalan dengan strategi kita yang memang akan lebih fokus kepada transaksi untuk nasabah-nasabah kita. Sehingga pencapaian fee based yang tinggi ini terutama didorong oleh fee based consumer dan juga fee bisnis banking masing-masing tumbuh sebesar 6 persen untuk consumer dan 10,7 persen untuk bisnis banking," ujar dia.

Pertumbuhan kredit BNI terutama ditopang oleh dana pihak ketiga (DPK) yang secara keseluruhan mencapai Rp 729,17 triliun, tumbuh 15,5 persen yoy. Kondisi tersebut membawa BNI pada situasi likuiditas yang sangat mencukupi dan melampaui pertumbuhan kredit tahun lalu.

Novita mengatakan, penghimpunan DPK ini menguat di kuartal IV 2021 meskipun suku bunga simpanan ini terus mengalami penurunan.

"Atas kondisi DPK tersebut BNI memiliki cadangan likuiditas yang tangguh dan juga siap digunakan untuk mengantisipasi atas permintaan kredit yang meningkat atau pasar obligasi yang berubah menjadi lebih baik di Tahun 2022,” kata dia.

Dari komposisi dana murah atau CASA ini masih mendominasi dari pertumbuhan DPK kita yaitu terjaga total CASA ratio kita ini terjaga di 69,4 persen dari seluruh DPK.

Rasio CASA ini terdongkrak naik hingga 17,1 persen yoy atau menjadi Rp 506,06 triliun. Hal itu disebabkan karena fokus perseroan untuk meningkatkan transaksi dan layanan mobile banking, sehingga CASA ratio ini bisa mencapai di kisaran 70 persen.

"Kemudian pertumbuhan dana murah ini tentunya yang menjadi motor untuk perbaikan cost of fund. Kalau kita bandingkan dengan tahun lalu, CoF kita itu di kisaran 2,6 persen dan pada tahun 2021 menjadi 1,62 persen,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya