Awas, Malaysia Pelan-Pelan Kuasai Perkebunan Sawit Indonesia

Sepanjang 2021, terjadi sejumlah akuisisi perkebunan sawit yang dilakukan perusahaan swasta salah satunya dari Malaysia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 03 Feb 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan kepemilikan perkebunan sawit nasional semakin menurun. Ini menyoal keterkaitan dengan naiknya harga minyak goreng kemasan di pasaran

Menurut data yang dikumpulkan KPPU penyebab meningkatnya harga minyak goreng kemasan karena mahalnya bahan baku yakni Crude Palm Oil (CPO). Di sisi hulu, kepemilikan swasta terhadap perkebunan sawit juga ditemukan meningkat.

Komisioner KPPU Ukay Karyadi mengatakan, sepanjang 2021 terjadi sejumlah akuisisi yang dilakukan perusahaan swasta. Itu dilakukan terhadap perusahaan pengampu perkebunan sawit nasional.

"Dari data KPPU sendiri, tahun kemarin ada 10 akuisisi perkebunan sawit yang dilakukan perusahaan lebih besarnya. Dimana 5 perusahaan Malaysia mengakuisisi perusahaan nasional, di sisi lainnya (perusahaan) Malaysia mengakuisisi (perusahaan) Malaysia," katanya dalam diskusi virtual Indef, Kamis (3/2/2022).

"Jadi semakin kedaulatan si perkebunan sawit itu semakin berkurang dari sisi kepemilikan. Kepemilikan rakyat semakin berkurang, kepemilikan nasional juga semakin berkurang. Ini perlu jadi perhatian semua," imbuhnya.

Dengan adanya akuisisi tersebut, kata dia, persentase kepemilikan kebun sawit yang dikelola masyarakat juga ikut berkurang. Ini jadi efek domino yang terjadi di sektor hulu.

"Setiap tahun tuh kepemilikan rakyat itu selalu berkurang karena diambil perusahaan menengah. Setiap tahun perusahaan menengah juga berkurang karena diakuisisi oleh perusahaan yang besar," katanya.

Dalam keterkaitannya dengan harga minyak goreng, kepemilikan perkebunan sawit jadi permasalahan di hulu yang turut andil. Ukay menyebut ini berkaitan dengan Hak Guna Usaha (HGU) lahan yang diampu oleh BPN.

"Setidaknya di pangkalnya itu ada alokasi lahan yg itu kebijakannya ada di BPN. Itu sampai kepemilikan kebun sawit semakin konsentrasi pada pelaku usaha swasta utamanya besar," kata dia.

"Banyak kebun sawit yang dikelola perusahaan besar bukan oleh rakyat. Perlu diketahui di perkebunan sawit itu ada dua kaki yang bermain. Ada sektor modern dan tradisional. Tradisional ini yang dimiliki rakyat," tambahnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kebijakan di Kementan dan Kemenperin

Ilustrasi CPO 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Lebih lanjut, Ukay mengatakan selain ketimpangan lahan, kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pertanian juga punya pengaruh. Sehingga, kata dia, perlu ada pembenahan juga dari Kementan.

"Sayangnya kementan tak banyak bicara dalam persoalan minyak goreng ini. Selanjutnya, tentunya di turunannya ada Kemenperin, industri minyak goreng ini ada dua asosiasi besar," katanya.

Dua asosiasi itu yakni Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) yang beranggotakan 33 perusahaan. Serta Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) yang beranggotakan 44 perusahaan.

"Dari 74 ini kalau dikerucutkan lagi, semakin ada kererkaitan kelompok sekitar 30an saja, 30 perusahaan yang bermain di industri minyak goreng. Dari 30 ini ada 4 atau 5 yang menguasai pasar," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya