Liputan6.com, Jakarta Labor Institute Indonesia menyarankan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia untuk melakukan uji material UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Hal dinilai lebih baik ketimbang mempersoalkan Permenker no.2 tahun 2022 tentang pencairan Jaminan Hari Tua (JHT).
"Menurut Labor Institute Indonesia ada 4 aspek yang menurut kami tentang implementasi Permenaker tersebut," kata Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (13/2/2022).
Baca Juga
Keempat aspek tersebut antara lain, pertama, secara yuridis, Permenker 2 tahun 2022 sudah sesuai dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN junto PP nomor 46 tahun 2015. Sehingga jika serikat pekerja tidak setuju uji materi dulu UU No 40 Tahun 2004Â tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Advertisement
"Menurut Labor Institute Indonesia, dari sisi UU SJSN tersebut Menaker sudah benar mengikuti UU SJSN dan PP 46/2015 Tentang Penyelenggaran Program Jaminan Hari Tua," ungkap dia.
Kedua, secara sosiologis, menurut informasi yang dihimpun Labor Institute banyak pemimpin SP/ SB terutama dalam Forum Tripartit Nasional menyatakan setuju mengembalikan pencairan JHT sesuai UU SJSN,
Ketiga, secara filosofis, Permenaker 2/2022 memastikan pekerja yg memasuki usia pensiun memiliki tabungan sehingga tidak jatuh ke jurang kemiskinan di masa tua.
"Artinya ketika kawan pekerja sudah tidak produktif lagi, dan memasuki usia pensiun dapat menikmati Jaminan Hari Tua (JHT}," ungkap Andy.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Uang Buruh
Keempat, secara ekonomi, uang buruh di JHT diinvestasikan dgn imbal hasil lebih tinggi dari imbal hasil deposito biasa, dan jangan takut hilang karena sesuai UU BPJS uang buruh dijamin APBN.
Masalahnya pemerintah harus mengatur jaminan atas pekerja yang kehilangan pekerjaannya, saat ini pemerintah mulai memperkenalkan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan), aturan atau implementasi JKP ini harus jelas terhadap kawan-kawan Pekerja yang kehilangan pekerjaannya.
"Artinya mekanisme pekerja dalam mendapatkan JKP ini harus lebih dipermudah, kalau memang BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola JKP ini, BPJS Ketenagakerjaan perlu membenahi birokrasi dalam mendapatkan JKP tersebut, agar tidak perlu berbelit - belit," tutup dia.Â
Advertisement