Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka peluang untuk memperpanjang kembali kebijakan restrukturisasi kredit. Diketahui, OJK telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2023.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, rencana perpanjangan restrukturisasi kredit ini berasal dari proyeksi sejumlah sektor usaha masih terpukul parah pandemi Covid-19. hingga tahun depan.
Baca Juga
"Kita tahu bahwa ada sektor tertentu di 2023 belum betul-betul recovery. Dan apabila diperlukan sektor tertentu masih bisa kita pertimbangkan (diperpanjang). Kita lihat dulu," katanya dalam Webinar Green Economy Outlook 2022 di Jakarta, Selasa (22/2).
Advertisement
Wimboh memproyeksikan, tingkat pemulihan sejumlah sektor usaha di Indonesia masih menantang. Hal ini akibat belum pulihnya mobilitas sosial.
"Orang tidak bisa spending lagi, orang tidak bisa piknik lagi, makan di restoran terbatas," contohnya.
Beruntung, lanjut Wimboh, tingkat pemulihan ekonomi Indonesia tetap terjaga di tengah ancaman Covid-19 varian Omicron. Hal ini tak lepas dari kian membaiknya penanganan pandemi oleh pemerintah dan stakeholders terkait.
"Vaksin dipercepat dan sekarang sudah keliatan hasilnya hampir 70 persen (penduduk) di vaskin. Kita lihat perbankan bisa bertahan," tutupnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
OJK Perpanjang Program Restrukturisasi Kredit Hingga 31 Maret 2023
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan menjadi menjadi 31 Maret 2023. Dalam aturan sebelumnya, relaksasi tersebut diberikan hingga 31 Maret 2022.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, keputusan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini diambil untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Selain itu juga untuk menjaga stabilitas perbankan dan menjaga kinerja debitur restrukturisasi Covid-19.
"Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. Untuk menjaga momentum itu maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023," kata Wimboh dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (2/9).
Sedangkan angka NPL sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen pada Des 2020 menjadi 3,35 persen di Juli 2021.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
"Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir," kata Heru.
Advertisement