Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memutuskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 11 persen, mulai 1 April 2022.
“Berdasarkan Amanat UU tarif PPN 11 persen akan berlaku mulai 1 April 2022,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor kepada Liputan6.com, Jumat (11/3/2022).
Baca Juga
Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mulai berlaku pada April tahun 2022.
Advertisement
Namun hingga kini, Kemenkeu masih menunggu rumusan final mengenai mekanisme implementasi kenaikan PPN.
Neilmadrin mengatakan jika tim perumus terkait kenaikan PPN 11 persen saat ini masih membahasnya. “Kita masih menunggu aturan pelaksanaan atau aturan turunan dari UU tersebut,” kata Neil.
Dunia usaha sebelumnya mendesak Pemerintah dapat menunda pemberlakuan kenaikan tarif PPN sebesar 11 persen di awal April 2022 dengan memperhatikan realitas kondisi ekonomi nasional dan global yang saat ini penuh ketidakpastian.
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang, mengatakan kenaikan PPN ini momentumnya sangat tidak tetap dan kurang mendukung dari situasi dan kondisi ekonomi yang ada.
“Karena masa berlakunya sudah dekat, saat ini pengusaha sedang sibuk membuat kalkulasi perhitungan jika kenaikan PPN tersebut tetap diberlakukan. Kami butuh kepastian segera apakah melalui Peraturan Pemerintah atau sejenisnya, sehingga dunia usaha dapat menyesuaikan sesuai kebijakan Pemerintah,” kata Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang, dikutip dari keteranganya, Kamis (10/3/2022).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Alasan Pengusaha
Setidaknya ada 5 alasan penundaan kenaikan PPN ini antara lain, pertama, kondisi ekonomi nasional yang baru mulai bangkit dan belum stabil, karena kita masih dalam situasi pandemi, pengusaha baru mulai bangkit, ekonomi masyarakat juga baru mulai tumbuh sehingga daya beli masyarakat masih fluktuatif belum stabil.
Kedua, kondisi ekonomi global karena dampak pandemic covid 19 yang belum pulih dan dampak perang Rusia vs Ukraina yang memicu kenaikan harga minyak dunia yang saat sudah menyentuh USD 130,50 per barel yang akan berdampak pada kenaikan berbagai komoditas dunia dan harga BBM dalam Negeri.
“Pokok pangan dengan bahan baku gandum juga berpotensi akan mengalami kenaikan karena terhentinya impor gandum dari Ukraina,” ujarnya.
Alasan ketiga, saat ini Indonesia dihadapkan dengan gejolak kenaikan harga pokok pangan yang dimulai dari minyak goreng, kedelai, daging dan tidak tertutup kemungkinan kenaikan harga pangan lainnya akan naik jika demand dan supply tidak seimbang.
“Pemerintah harus segera mengantisipasi mengingat kebutuhan masyarakat menjelang bulan puasa dan Idul Fitri akan naik signifikan,” katanya.
Advertisement