Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia Muhammad Edhie Purnawan, mengutip paparan dari Presiden Amerika Serikat ke-40 Ronald Reagan, yang menyebut inflasi itu sama kejamnya dengan perampok, sama menakutkan kelompok yang bersenjata dan sama mematikannya dengan pembunuh bayaran.
“Saya ingat ketika Ronaldo Triagen dilantik menjadi Presiden, pada waktu itu dia juga menyebutkan inflasi dengan quote, inflasi itu sama kejamnya katanya baikan dengan perampok sama menakutkan kelompok yang bersenjata dan sama mematikannya dengan pembunuh bayaran,” kata Edhi dalam diskusi publik Harga Kian Mahal: Recovery Terganggu, Kamis (7/4/2022).
Baca Juga
Tak hanya itu, Edhi juga mengutip paparan ekonom asal Amerika Serikat Milton Friedman, yang mengatakan inflasi itu terjadi setiap saat dan dimanapun. Yang berkaitan dengan inflasi tidak melulu persoalan moneter saja melainkan berkaitan dengan supply, harga-harga yang meningkat, termasuk persoalan pandemi.
Advertisement
“Inflasi ini adalah masalah ekonomi yang saya kira akan lama selesainya baik di tingkat global maupun di Indonesia. Saya kira Anda tahu, bahwa salah satu penyebab inflasi ada dari dua sisi yang pertama adalah demand dan supply,” ujarnya.
Inflasi kali ini juga ditambah oleh perang politik antara Rusia dengan Ukraina, yang diperkirakan tidak selesai dalam jangka pendek.
Dia menyebut, salah satu penyebab dari panjangnya inflasi, karena Rusia itu punya fundamental yang kuat dan current account surplusnya cukup baik. “Saya kira tidak akan singkat, perang itu akan berakhir jiga salah satunya kekurangan logistik,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Globalisasi
Kata Edhi, beberapa surat kabar utama dunia menyebutkan dampak globalisasi dari inflasi ini akan tidak pendek. Bahkan negara maju dan kaya pun juga terkena dampak, dari perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan inflasi secara global.
Apalagi negara berkembang seperti Bangladesh dan negara miskin lainnya, diprediksi akan mendapatkan dampak yang parah dibanding negara maju.
Meskipun negara maju di Eropa sekarang ini juga sudah sangat mengalami dampak yang cukup parah seperti Jerman dan lain-lain.
“Jadi, kita sebagai bangsa Indonesia perlu untuk mempersiapkan dan mengantisipasi. Mudah-mudahan dampaknya tidak panjang. Sebagai regulator seperti Kementerian maupun Bank Indonesia perlu untuk mencermati ini setiap jam, setiap menit, setiap detik bagaimana kondisi yang terjadi di level global,” pungkasnya.
Advertisement
Bahaya, Perang Rusia-Ukraina Dongkrak Inflasi Global
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan perang Rusia-Ukraina yang masih terjadi terus berdampak terhadap harga komoditas dunia. Bahkan ini juga menyebabkan kenaikan inflasi global.
“Kenaikan berbagai komoditas utamanya pangan maupun energi sebagai dampak dari geopolitik Rusia dan Ukraina yang transmisinya ke Indonesia dalam bentuk kenaikan harga komoditas dan kenaikan inflasi,” kata dia dalam konferensi pers di komplek Istana Presiden, Selasa (5/4/2022).
Ia membeberkan sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan yakni gas alam, batu bara, minyak mentah, Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit, hingga komoditas gandum.
“Kita ketahui berbagai komoditas gas alam naik, batu bara di harga USD 258 (per ton), (minyak) Brent sudah di atas seratus (USD 100 per barel), CPO di USD 1500 (per ton) dan gandum di 1000,” kata Menko Airlangga.
“Dan kita ketahui Rusia produsen gandum dan minyak nabati yang besar, sehingga berbagai harga food price dari FAO juga secara global angka di atas indeks 140 dan komoditas vegetable oil juga meningkat indeksnya lebih dari 200,” imbuh Airlangga.
Dengan demikian, kata dia, ada dua hal yang berdampak pada Indonesia. Pertama, penerimaan dari ekspor komoditas akan mengalami kenaikan. Namun di sisi lain ada transmisi di dalam negeri yang tidak bisa sepenuhnya disalurkan ke masyarakat.
APBN
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pihaknya akan mengatur alokasi dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Tujuannya untuk bisa mengantisipasi berbagai kenaikan harga terutama bahan pangan yang terjadi di dalam negeri.
“Kementerian keuangan akan menyiapkan dari sisi APBN-nya, karena tadi disampaikan kenaikan yang luar biasa dari harga komoditas telah memberikan di satu sisi dari sisi APBN penerimaan negara akan naik dari sisi komoditas tersebut entah itu minyak, gas, batubara dan juga nikel, cpo, itu memberikan daya tambah dari sisi penerimaan negara,” katanya.
Tapi disisi lain, masyarakat turut merasakan dampak negatifnya. Yakni dengan tingginya harga bahan pangan yang ada tanah air.
“Dari sisi apbn kita akan merumuskan langkah2 bagaimana tambahan penerimaan ini bisa dialokasikan secara tepat,” katanya.
Advertisement