Presidensi Indonesia G20 jadi Titik Krusial Bangkitkan Industri Asuransi

Industri asuransi memahami pentingnya mendapat kepercayaan dari masyarakat di masa pemulihan ekonomi nasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Apr 2022, 14:30 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2022, 14:30 WIB
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Presidensi Indonesia G20 2022 menyampaikan bahwa Indonesia berada pada titik krusial dalam proses pemulihan ekonomi nasional dan momentum ini perlu dimanfaatkan untuk mencapai target nasional, memprioritaskan pada transformasi ekonomi yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju termasuk pada industri asuransi.

“Sangat penting bagi seluruh industri asuransi memahami pentingnya mendapat kepercayaan dari masyarakat di masa pemulihan ekonomi nasional ini," ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sekaligus Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Riswinandi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (7/4/2022).

Pada kesempatan yang sama, di Konferensi 8th International Insurance Seminar yang digelar AAUI yang mengusung tema Capturing Sustainability & Competitiveness: Response to Global Change, CEO BRI Insurance (BRINS), Fankar Umran menyampaikan bahwa angka penetrasi dan densitas asuransi umum masih tergolong rendah.

Data tahun 2021 menunjukkan insurance penetration rate hanya 0,47 persen sedangkan angka densitas asuransi sekitar Rp 1,82 juta.

Hal ini menunjukkan bahwa white space bisnis asuransi umum masih terbuka lebar, suatu peluang pasar yang besar yang perlu mendapatkan perhatian pelaku industri asuransi.

Selain itu, seiring dengan perubahan consumer behavior dan meningkatnya risk awareness pada masyarakat, merupakan potensi untuk memperluas pasar sehingga industri asuransi pun turut berkembang dari waktu ke waktu dan dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

Untuk mencapai hal tersebut, Fankar menyampaikan, kolaborasi menjadi kunci utama bagi industri asuransi umum, karena pasarnya sudah terbuka, perusahaan asuransi dituntut untuk melakukan market development.

“Bagaimana kita menjangkau pasar lebih luas. Untuk menjangkau pasar lebih luas pilihan terbaik adalah kolaborasi. Maka saran saya adalah perkuat kolaborasi, baik kolaborasi dalam ekosistem asuransi maupun dengan ekosistem bisnis lainnya. kolaborasi adalah wujud dariberbagi bisnis sekaligus berbagi risiko,” jelasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penetrasi

Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Perusahaan asuransi dapat melakukan penetrasi secara masif dan efektif dengan berbagai skema. Pertama adalah D2C (direct to customers) yaitu membuat aplikasi untuk kalangan digital native. Namun, karena model pertama memiliki keterbatasan, maka perlu model kedua yaitu B2B (business to business).

Model ini merupakan kerjasama dengan institusi yang memiliki kanal supply chain yang memadai. Selanjutnya, model B2B2C atau business to business to customers.

Model ini memungkinkan menjangkau customer lebih luas yaitu potensi customer yang merupakan bagian dari supplychain perusahaan atau institusi. Dengan model bisnis B2B2C customer dapat dijangkau baik secara konvensional maupun secara digital.

Fankar juga menegaskan bahwa pelaku industri asuransi juga perlu memiliki produk yang fit yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui produk yang customize, produk yang Adaptive, Affordable, dan Accessible (Triple A).

"Jadi marketnya sangat luas, tetapi menjangkaunya tidak mudah, maka harus kolaborasi," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Fankar sekaligus menyampaikan terima kasih kepada OJK karena program-program relaksasi yang dikeluarkan OJK sangat membantu industri asuransi melalui masa-masa sulit pandemi.

Aset Industri Keuangan Non-Bank Capai Rp 2.839 T di akhir 2021, Terbesar Asuransi

20160217-Ilustrasi Asuransi-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset industri keuangan non-bank (IKNB) sebesar Rp 2.839 triliun di akhir 2021. Angka ini meningkat cukup tinggi jika dibandingkan saat 2017 yang masih di angka Rp 2.200 triliun.

Sedangkan nilai investasi IKNB sejak 2017 mencatat naik dari Rp 1.000 triliun menjadi Rp 1.724 triliun di akhir 2021. 

Secara sektoral dan dalam jangka waktu yang sama, aset asuransi meningkat dari Rp 832 triliun menjadi Rp 982,8 triliun. Aset lembaga pembiayaan meningkat dari Rp 556,9 triliun menjadi Rp 583,5 triliun dan aset Dana Pensiun meningkat dari Rp 262,3 triliun menjadi Rp 329,6 triliun.

Dalam mendorong kinerja positif, OJK berupaya menuntaskan program transformasi Industri Keuangan Non-Bank yang telah dimulai sejak 2018. Hal ini untuk semakin memperkuat pengaturan dan pengawasan industri yang terdiri dari banyak sektor usaha jasa keuangan itu.

“Sampai saat ini (transformasi IKNB) sudah on track sesuai rencana seperti implementasi pengawasan risk based supervision (RBS) dan pemisahan untuk pengawasan serta pemeriksaan khusus sudah dibentuk untuk memisahkan penanganan supaya lebih fokus,” kata Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Riswinandi, Medan, Sabtu (26/3/2022).

Menurut Riswinandi, beberapa program sudah dalam proses finalisasi seperti menyelesaikan aturan fintech lending yang sudah proses harmonisasi dan diharapkan segera selesai. Transformasi IKNB telah dilakukan sejak 2018 setelah melihat gap analysis hasil dari evaluasi di bidang pengaturan dan pengawasan dibandingkan dengan industri perbankan dan pasar modal.

Selanjutnya pada 2019, mulai dilakukan penyempurnaan pengaturan prudential, pengawasan risk based supervision (RBS), infrastruktur sistem informasi pengawasan (SIP) IKNB, early warning system (EWS) dan penataan organisasi IKNB.

Kemudian di 2020, dilakukan penguatan infrastruktur pengawasan IKNB (SIP IKNB, monitoring dashboard portfolio efek, EWS), penguatan SDM, dan pembentukan satker pengawasan khusus IKNB.

“Sekarang setelah ada dashboard ini, setiap saat OJKsebagai pengawas IKNB dengan dukungan pengawas pasar modal secara real time bisa melihat perkembangan investasi efek di perusahaan asuransi dan dana pensiun sehingga dengan cepat kita bisa deteksi dan minta penjelasan. Ini early warning system bagian dari transformasi IKNB yang membuat pengawasannya lebih optimal,” kata Riswinandi.

 

  

Penguatan Regulasi Manajemen Risiko

Ilustrasi Asuransi
Ilustrasi asuransi (Gambar oleh kalhh dari Pixabay)

Di tahun 2021, transformasi IKNB berlanjut dengan penguatan peraturan seperti exit policy tindakan pengawasan, Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi (MRTI) serta Konsolidasi Pengawasan dan Optimalisasi Peran Sistem Informasi Pengawasan. Sementara di 2022, OJK terus melakukan penguatan pengawasan IKNB.

Riswinandi menjelaskan tahapan transformasi IKNB meliputi penguatan kerangka pengaturan antara lain dengan penguatan regulasi manajemen risiko, penyempurnaan mekanisme penilaian tingkat kesehatan IKNB, penetapan status pengawasan yang lebih tegas, penguatan pengaturan per sektor termasuk penyempurnaan regulasi fintech lending.

Tahap berikutnya adalah penyempurnaan mekanisme pengawasan melalui pendekatan kepatuhan pengawasan yang meliputi aspek kelembagaan, prinsip kehati-hatian, manajemen operasional, pelaporan dan sistem informasi, penyelenggaraan usaha dan aspek kesesuaian prinsip syariah. Selain itu juga dilakukan penyempurnaan pengawasan berbasis risiko.

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya