Danantara Diresmikan Prabowo, Ini Problematika Bagi Ekonomi Indonesia

Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, menilai Danantara sebuah lembaga yang diharapkan bisa mengelola investasi negara berpotensi mengalami distorsi ekonomi.

oleh Tira Santia Diperbarui 24 Feb 2025, 11:40 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2025, 11:05 WIB
Pembentukan Danantara
Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didalamnya mengatur pembentukan Danantara. (Arief/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan penandatanganan ini maka Prabowo resmi membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Selain itu, Prabowo juga telah menunjuk Dewan Pengawas Danantara.

Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, menilai Danantara sebuah lembaga yang diharapkan bisa mengelola investasi negara berpotensi mengalami distorsi ekonomi.

Distorsi ini muncul karena adanya kemungkinan campur tangan politik yang dapat memengaruhi jalannya lembaga ini dan berdampak negatif pada perekonomian nasional secara keseluruhan.

"Dalam hemat saya, danantara akan sangat berpeluang untuk mengalami distorsi ditengah jalan, terutama untuk kepentingan politik dan pemerintahan di arena ekonomi, yang berpotensi mengganggu kesehatan perekonomian nasional secara keseluruhan," kata Ronny kepada Liputan6.com, Senin (24/2/2025).

Reformasi BUMN

Menurutnya, semangat reformasi BUMN yang dilatarbelakangi oleh pemisahan antara negara sebagai regulator, pemilik saham, dan pelaku bisnis, diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih efektif dan terorganisir.

Di banyak negara, seperti Temasek di Singapura, SASAC di China, APE di Perancis, dan Khazanah di Malaysia, lembaga serupa tidak hanya berfungsi sebagai sovereign wealth fund (SWF), tetapi juga sebagai perantara yang memisahkan tiga fungsi utama ini dengan jelas.

Pemisahan ini sangat penting agar negara sebagai regulator tidak tercampur tangan dengan kepentingan bisnis, karena hal tersebut bisa mengaburkan perannya.

Peranan Regulator 

Negara harus memegang peranan sebagai regulator yang netral dan tidak berpotensi mengambil keuntungan dari posisinya sebagai pemilik saham BUMN.

"Negara sebagai regulator, tidak bisa bertindak sekaligus sebagai pemilik saham, apalagi sebagai pelaku atau operator, karena akan membuat posisi negara sebagai regulator akan rancu, karena harus mengatur dirinya sendiri," ujarnya.

Oleh karena itu, institusi perantara seperti superholding dibutuhkan untuk mewakili negara dalam kepemilikan saham di BUMN-BUMN, tanpa mengorbankan objektivitas regulator.

"Sehingga negara sebagai regulator harus dinetralisasi dengan institusi perantara bernama superholding dan sejenisnya. Superholding ini menjadi perwakilan negara di dalam kepemilikan saham di BUMN-BUMN," jelasnya.

 

Posisi Menteri sebagai CEO Danantara

Pembentukan Danantara
Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didalamnya mengatur pembentukan Danantara. (Arief/Liputan6.com)... Selengkapnya

Disisi lain, Ronny juga menyoroti mengenai posisi menteri dan wakil menteri sebagai CEO dan COO Danantara. Menurutnya hal itu bisa menimbulkan potensi masalah besar.

Jika pejabat pemerintah ini juga menjabat sebagai pemilik dan operator dalam Danantara, maka negara akan menggabungkan peran regulator, pemilik saham, dan pelaku bisnis dalam satu entitas.

"Negara dan pemerintah tidak saja mencampuradukan kapasitasnya sebagai regulator sekaligus pemilik saham, tapi juga sekaligus menjadi operator, karena menteri-menterinya yajg sejatinya bertindak sebagai perwakilan regulator, juga bertindak sebagai perwalikan pemilik saham sekaligus operator," ujarnya.

Situasi ini akan menyebabkan kebingungannya siapa yang berperan sebagai regulator, pengawas, pemilik saham, dan operator. Semua posisi ini menjadi tumpang tindih dan saling mempengaruhi, bukan lagi berdiri sendiri.

"Tidak jelas lagi siapa regulator, pengawas, pemilil saham, dan operator, semuanya lebur menjadi satu. Padahal Ketiga hal ini semestinya dipisah secara sendiri-sendiri, justru disatukan secara bulat-bulat di dalam danantara," ujar Ronny.

 

Ciptakan Distorsi Pasar

Presiden Prabowo Subianto saat peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/2/2025) (Liputan6.com/Lizsa Egeham)
Presiden Prabowo Subianto saat peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/2/2025) (Liputan6.com/Lizsa Egeham)... Selengkapnya

Ronny menilai, keadaan tersebut berpotensi menciptakan distorsi pasar. Dengan negara yang memegang kendali besar dalam hal regulasi, pengawasan, dan kepemilikan saham, maka keputusan investasi Danantara bisa lebih menguntungkan pihak negara, sementara pasar lain akan terpinggirkan.

"Dengan kata lain, pasar akan terdistorsi sedemikian rupa, karena negara akan berpihak kepada entitas bisnis yang ia miliki di mana negara adalah juga pemilik sahamnya dan operatornya," ujarnya.

Bahkan, ada kemungkinan bahwa Danantara digunakan sebagai alat politik untuk menggusur pemain pasar yang berseberangan dengan pemerintah.

"Tak menutup kemungkinan danantara akan menjadi instrumen politik untuk menyingkirkan pelaku pasar-pelaku pasar yang dianggap berada di posisi berlawanan dengan pemerintah," ujar Ronny.

Di tengah situasi seperti itu, prinsip fairness di pasar bisa hilang. Negara dengan sumber daya yang besar, baik aset maupun anggaran, berpotensi mengintervensi perekonomian secara tidak seimbang. Ini berisiko memperburuk kestabilan ekonomi, mengganggu pelaku pasar yang lebih kecil, dan bahkan merugikan ekonomi nasional dalam jangka panjang.

"Arti lainnya, fairness di pasar akan hilang, karena negara dengan aset dan anggaran yang besar mengintervensi ekonomi, yang diperlengkapi dengan kapasitas regulator dan shareholder," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya