Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan membidik sertifikasi sekitar 32.636 barang milik negara atau BMN tahun ini. Kemenkeu juga menargetkan seluruh tanah bermasalah rampung pada 2023 mendatang
Kepala Subdirektorat BUMN III Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Bambang Sulistyono menyampaikan, target itu tertuang dalam roadmap yang telah disusun. Menyusul capaian yang terus meningkat selama 10 tahun belakangan ini.
Baca Juga
Ia menyebutkan, untu sertifikasi yang dilakukan hingga pada 2021, masih ada yang belum selesai. Namun, ia menekankan hal itu akan diselesaikan pada tahun ini.
Advertisement
“2022 harus tuntas, tapi kita tambahkan yang target tadi sertifikasi pada 2022, dan 2023 nanti menyisir tanah agar clean and clear, kita harus selesaikan, beberapa sisanya akan kita tuntaskan,” katanya dalam Media Briefing Sertifikasi BMN, Jumat (8/4/2022).
Di samping target tersebut, Bambang menuturkan masih ada sejumlah tanah BMN yang dalam status yang belum selesai. Misalnya, masih atas nama pihak ketiga, masih kawasan hutan atau kesalahan pencatatan atau tanah wakaf.
Ia mengacu pada data saat ini sebanyak 124.232 nomor urut pendaftaran (NUP) dengan 23 persen BMN tanah merupakan tanah kategori yang belum selesai tadi.
Kemudian 28 persen lainnya atau 35.532 NUP masuk dalam proses verifikasi dan proses sertifikasi. Sedangkan 49 persen atau 60.493 NUP sisanya telah bersertifikat atas nama pemerintah.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sertifikasi 60 Ribu BMN
Pada kesempatan yang sama, Bambang menuturkan hingga 2021 telah dilakukan sertifikasi terhadp 64.050 bidang tanah yang merupakan BMN di 2021. Capaian ini dinilai terus membaik selama 10 tahun terakhir.
“dari tahun ke tahun program ini semakin baik, memang sudah cukup lama, 10 tahun, ini tahun ke 10. Bahkan di tahun 2021 target dan capaian kita empat kali lipat dari target sebelmnya,” kata dia.
Rinciannya, realiasi pada 223 sebanyak 1.237 bidang tanah, 2014 sebanyak 3.483, 2015 sebanyak 4.490, 2016 sebanyak 3.260, dan 2017 sebanyak 3.912 bidang tanah.
Sementara, pada 2018 sebanyak 4.915, 2019 sebanyak 6.900, dan 2020 sebanyak 8.870, serta paling tinggi pada 2021 sebanyak 27.993 bidang tanah.
Advertisement
Hasil Pembangunan APBN
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan, dirinya sudah menyerahkan Rp 488,5 triliun barang milik negara (BMN) hasil pembangunan dari APBN selama 3 tahun terakhir.
"Kita lihat dalam 3 tahun terakhir, barang milik negara secara total yang dihibahkan dari pemerintah kepada pemerintah daerah, yayasan, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, total seluruhnya Rp 488,5 triliun," kata Sri Mulyani dalam seremoni penyerahan BMN milik Kementerian PUPR, Selasa (29/3/2022).
Secara grafik, penerimaan BMN tiap tahunnya mengalami peningkatan sangat pesat. Pada 2019, jumlah hibah BMN dari berbagai kementerian/lembaga sebesae Rp 57,2 triliun. Naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 102,6 triliun pada 2020, dan meroket jadi Rp 328,7 triliun di 2021 lalu.
Sri Mulyani mengatakan, barang milik negara yang sudah dihibahkan tersebut sudah hilang dari buku keuangan miliknya. "Saya bilang ke pak Bachtiar (Sekjen) BPK waktu tanda tangan, kalau sudah dihibahkan jangan dicari di buku saya lagi ya. Karena barangnya sudah tidak ada di saya lagi. Ekuitas turun, tapi pindah ke tempat lain," imbuhnya.
Dia pun menjawab cibiran banyak orang yang mempertanyakan, kenapa nilai BMN yang diserahterimakan masih jauh lebih kecil dari total APBN yang keluar.
"Nanti kalau dalam laporan keuangan orang bilang, kok Bu Menteri Keuangan mengeluarkan uang tahun lalu Rp 2.600 triliun. Sebagian memang kebentuk gaji, biaya operasional, memang tidak ada sisanya. Itu hilang istilahnya," terangnya.
Anggaran negara yang ditransformasikan menjadi BMN itu kemudian jadi belanja modal, untuk disalurkan bagi perputaran roda ekonomi negara.
"Itu kemudian masuk ke dalam neraca keuangan kita. Jadi tiap tahun mustinya di dalam laporan keuangan ekuitas kita naik terus. Ini yang kemudian sebagian dihibahkan lagi, jadi keluar lagi dari neraca kita," ungkapnya.
"Memang kalau Kementerian Keuangan dan pemerintah membuat laporan keuangan, tujuannya kan bukan untung-rugi, karena kita bukan entitas korporasi. Namun akuntabilitas dan transparansi tetap merupakan prinsip yang harus dijaga, termasuk tata kelolanya," tegasnya.