Topup e-Money Kena PPN 11 Persen, Kalau Isi Rp 10 Juta Berapa Pajaknya?

PPN dikenakan hanya atas biaya jasa dari pihak yang memfasilitasi transaksi. Artinya, pengenaan pajak bukan secara langsung terhadap nominal transaksi di layanan teknologi finansial.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Apr 2022, 15:10 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2022, 15:10 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen atas layanan yang diberikan oleh jasa penyelenggara teknologi finansial atau financial technology (Fintech). Penarikan PPN ini mulai diberlakukan pada 1 Mei 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor menjelaskan, penarikan PPN atas layanan fintech ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

PPN dikenakan hanya atas biaya jasa dari pihak yang memfasilitasi transaksi. Artinya, pengenaan pajak bukan secara langsung terhadap nominal transaksi di layanan teknologi finansial tersebut.

"Misalnya kita topup e-money Rp 10 juta, umumnya terdapat biaya jasa atau kita kenal sebagai fee sekitar Rp 500 atau Rp 1.500 tergantung dari pemberi jasa. Nah, atas fee Rp 500 inilah yang nantinya akan dikenai PPN 11 persen. Jadi, PPN yang dipungut hanya sebesar Rp 55," ujar Neilmaldrin dalam keterangan tertulis, Rabu (13/4/2022).

Kemudian, tidak semua jasa yang disediakan penyelenggara teknologi finansial harus dipungut PPN.

Pajak ini hanya dikenakan atas jasa penyediaan jasa pembayaran, penyelenggaraan penyelesaian transaksi (settlement) investasi, penyelenggaraan penghimpunan modal, layanan pinjam meminjam, pengelolaan investasi, penyediaan produk asuransi online, pendukung pasar, pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya.

Sementara jasa penempatan dana atau pemberian dana, jasa pembiayaan, dan asuransi online dibebaskan dari pengenaan PPN.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

PPh Pasal 23/26

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Selain mengatur tentang pemungutan PPN, PMK-69 ini juga mengatur pemotongan PPh pasal 23/26 oleh penyelenggara layanan teknologi finansial yang memberi layanan pinjam meminjam (P2P Lending) atas penghasilan bunga yang diterima kreditur melalui platform P2P Lending.

Atas bunga yang diterima kreditur, dipotong PPh pasal 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto bunga dalam hal kreditur adalah wajib pajak dalam negeri atau PPh pasal 26 sebesar 20 persen dari jumlah bruto bunga atau sesuai persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dalam hal kreditur adalah wajib pajak luar negeri.

Pengenaan pajak terhadap penyelenggaraan bisnis teknologi finansial merupakan langkah serius pemerintah dalam menerapkan perlakuan yang sama bagi industri jasa keuangan baik yang dilakukan secara digital maupun konvensional, sehingga dapat menjaga kesetaraan dalam berusaha (level playing field).

“Perlu dipahami bahwa penerapan pajak pada digital economy sebelumnya sudah diterapkan lebih dulu pada kegiatan ekonomi konvensional sehingga pada intinya tidak terdapat objek pajak baru dan hanya terdapat perbedaan cara bertransaksi,” pungkas Neilmaldrin.

Beli Mobil Bekas Juga Kena PPN

Pembiayaan Mobil Bekas Tak Takut Subsidi Pajak Mobil Baru
Suasana penjualan mobil bekas di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, Jumat (26/3/2021). Perusahaan pembiayaan belum tentu memberikan kredit kepada mereka yang hendak memanfaatkan pajak nol persen untuk membeli mobil baru dengan mudah di tengah naiknya risiko kredit macet (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan kendaraan Bermotor Bekas.

Beleid yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kendaraan Bermotor Bekas ini bukan merupakan pengaturan jenis pajak baru, melainkan sudah dikenakan sejak tahun 2000.

Pengaturan pajak mobil bekas ini dituangkan dalam PMK-65/PMK.03/2022 merupakan penyesuaian karena adanya perubahan tarif PPN yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Selain itu juga ada penyederhanaan ketentuan mengenai pengenaan PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas yang sebelumnya berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.

“Penetapan PMK ini semata-mata untuk menyederhanakan mekanisme dan menyesuaikan perubahan tarif PPN atas transaksi penyerahan kendaraan motor bekas," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor, Selasa (12/4/2022).

"Kita sederhanakan dari ketentuan lama untuk kendaraan bermotor bekas agar dikenai PPN dengan besaran tertentu,” tambahnya.

Berlaku 1 April 2022

Penurunan Level PPKM Dongkrak Penjualan Mobil Bekas
Pengunjung melihat mobil bekas yang dijual di bursa mobil bekas Mall Blok M, Jakarta, Jumat (8/10/2021). Sempat sangat redup, kini penurunan level PPKM membuat pasar mobil bekas berangsur pulih. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Beberapa ketentuan pokok terkait pengenaan PPN atas transaksi penjualan kendaraan motor bekas berdasarkan PMK-65/PMK.03/2022 sebagai berikut:

a. Dasar hukum pembentukan dengan Pasal 16G Huruf I UU PPN.

b. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memungut PPN merupakan PKP Pedagang kendaraan bermotor bekas yang melakukan kegiatan usaha penyerahan kendaraan bermotor bekas, tidak termasuk penyerahan aktiva Pasal 16D UU PPN.

c. Perhitungan PPN disederhanakan dengan mekanisme besaran tertentu sebesar 1,1 persen harga jual.

Lebih lanjut, ketentuan PMK-65/PMK.03/2022 mulai berlaku sejak 1 April 2020.

“Berdasarkan aturan tersebut, jual-beli kendaraan bermotor bekas yang dilakukan oleh Orang Pribadi/individual yang bukan Pengusaha Kena Pajak dan penjualan/pembelian dilakukan bukan dalam rangka kegiatan usaha tidak perlu memungut PPN,” pungkas Neilmaldrin.

 

Infografis Deretan Barang Kemungkinan Naik Setelah Berlaku PPN 11 Persen. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Barang Kemungkinan Naik Setelah Berlaku PPN 11 Persen. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya