Rokok Ilegal Bakal Marak Dampak Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau

Efek simplifikasi tarif cukai itu ialah penurunan volume produksi rokok legal atau yang berpita cukai.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 17 Jul 2022, 11:02 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2022, 11:00 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, merisaukan wacana simplifikasi tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau tarif cukai rokok.

Sulami menjelaskan, pada 2012 terdapat 15 lapis layer tarif cukai. Namun, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010/2021 memangkas lapis tarif cukai itu menjadi 8 layer.

Menurut dia, efek simplifikasi tarif cukai itu ialah penurunan volume produksi rokok legal atau yang berpita cukai. Sebaliknya, simplifikasi dan kenaikan tarif cukai berbanding lurus dengan peningkatan peredaran rokok ilegal.

"Pada 2019 ketika tidak ada kenaikan tarif cukai, tidak ada simplifikasi, peredaran rokok ilegal mengalami penurunan signifikan," ujar Sulami dalam keterangan tertulis, Minggu (17/7/2022).

Terbaru, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kabarnya bakal melanjutkan kebijakan simplifikasi tarif cukai rokok hingga menjadi 5 layer.

Salah satu aspek yang ditekankan, yakni golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) serta Sigaret Putih Mesin (SPM), penyatuan Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan 1A dan 1 B, dan penurunan batas kuota dari 3 juta batang ke 2 juta batang.

Wakil Wali Kota Pasuruan, Adi Wibowo, turut mengomentari gonjang-ganjing soal tarif cukai rokok. Dia pun berharap, dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCT) bisa diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang sudah dicanangkan.

Adi menjelaskan, Kota Pasuruan memperoleh DBHCHT sebesar Rp 17 miliar pada 2021. Jumlah itu meningkat pada 2022 menjadi Rp 21 miliar.

"Ini menjadi tantangan kita juga di pemerintah daerah untuk mengipmplementasikan dan mengalokasikan DBHCHT sesuai dengan tujuan-tujuan yang sudah dicanangkan," tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

YLKI Sebut Pengaturan Batasan Produksi Rokok Masih Longgar

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Fungsi cukai sebagai instrumen pengendalian tembakau guna menekan prevalensi perokok anak, dan penerimaan negara dinilai tidak akan efektif jika sistem dan struktur tarif cukai yang berlaku saat ini masih dipertahankan.

Pasalnya, sistem cukai di Indonesia masih kompleks dan batasan produksi yang menjadi dasar penggolongan tarif masih dapat disalahgunakan, sehingga harga rokok tetap terjangkau bagi anak-anak.

Akibatnya, target pemerintah menekan prevalensi anak dari menjadi 8,7 persen pada 2024 terancam tak tercapai.

Sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno menilai struktur tarif cukai yang terdiri dari banyak layer masih terlalu kompleks, yang mengakibatkan harga rokok tetap murah.

“Di antara layer-layer itu, ada perbedaan tarif cukai dan perbedaan batas-batas produksi yang bisa diakali oleh industri,” katanya.

Menurutnya, perusahaan dapat turun kelas atau turun golongan dengan memproduksi rokok dengan jumlah produksi yang masuk pada strata yang lebih rendah tarif cukainya.

“Gap antara golongan 1 dan golongan 2 juga sangat tinggi sehingga industri dapat mengakali dengan turun kelas produksinya. Jadi yang produksi kelas 1 bisa turun ke kelas 2. Tarif cukai antara Golongan 1 dan 2 juga berbeda signifikan dan tentunya negara juga sebetulnya tidak diuntungkan,” katanya.

Dia menilai fenomena penurunan golongan ini yang makin memperparah downtrading, di mana perokok beralih ke rokok yang lebih murah. Kondisi ini menyebabkan target pemerintah menurunkan prevalensi perokok anak.

“Pengaturan batasan produksi ini longgar. Peraturannya masih memberi kesempatan pada industri untuk bisa turun ke golongan 2 dengan melakukan pembatasan produksi.” ujarnya.

 

Rokok Murah

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Agus khawatir jika pengaturan batasan produksi saat ini masih dipertahankan, konsumen akan makin terdorong memilih rokok murah yang cukainya lebih rendah.

Penurunan prevalensi perokok anak dan pengendalian konsumsi tembakau sesuai RPJMN 2020-2024 akan sulit tercapai.

Artinya, batasan produksi 3 miliar batang sebagai penentu golongan 1 dan golongan 2 menimbulkan kerugian dari berbagai sisi. YLKI mengapresiasi langkah Pemerintah dalam terus memperbaiki efektivitas struktur cukai, termasuk lewat simplifikasi layer cukai dari 10 menjadi 8 layer di tahun ini.

”Cara-cara menghentikan downtrading dapat dilakukan, tetapi kami mendorong pemerintah untuk menyederhanakan layer tarif cukai,” katanya.

 

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya