BPK Revisi Hasil Audit PLN, Ini Penyebabnya

Anggota VII BPK Hendra Susanto berharap permasalahan yang menjadi temuan BPK mendapat perhatian dari seluruh jajaran pimpinan PLN.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jul 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2022, 19:00 WIB
20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa ada ketidakakuratan dalam perhitungan subsidi listrik pada 2021 yang dilakukan oleh PT PLN (Persero). Dampak dari ketidakakuratan tersebut maka BPK terpaksa melakukan koreksi.

Anggota VII BPK Hendra Susanto menjelaskan, ketidakakuratan perhitungan subsidi listrik oleh PLN membuat BPK melakukan koreksi hingga Rp1 triliun. ketidakakuratan tersebut adalah ada biaya yang tidak berkenan dan tidak sesuai Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) No. 178/2021.

Selain itu, realisasi susut energi melebihi batas yang ditetapkan Kementerian ESDM dan perhitungan volume energi yang belum sepenuhnya akurat.

“Atas permasalahan tersebut, BPK melakukan koreksi terhadap nilai subsidi listrik sebesar Rp1 triliun, dari unaudited sebesar Rp58,88 triliun menjadi audited sebesar Rp57,87 triliun,” ujarnya, dikutip dari Belasting.id, Sabtu (30/7/2022).

Hendra mengungkapkan BPK juga menemukan masalah lain, yakni kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik. Ini meliputi susut trafo pembangkit belum didefinisikan dan ditetapkan dalam regulasi.

Hal itu menyebabkan nilai susut trafo tidak terukur dalam pengambilan keputusan pengendalian biaya pokok penyediaan tenaga listrik.

Selain itu, permasalahan mengenai pengelompokkan pembangkit, serta pencatatan volume produksi dan pemakaian bahan bakar terkait formula Specific Fuel Consumption.

Menurut Hendra, permasalahan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakakuratan dalam perhitungan beban pokok penyediaan tenaga listrik.

Dia berharap permasalahan yang menjadi temuan BPK mendapat perhatian dari seluruh jajaran pimpinan PLN. Dia juga mengimbau PT PLN untuk menindaklanjuti berbagai permasalahan tersebut.

Hendra menjelaskan pemeriksaan tersebu dirancang untuk menilai kepatuhan PT PLN dalam melakukan 2 hal, yaitu penyediaan tenaga listrik dan perhitungan subsidi listrik tahun 2021.

Target pemeriksaan penyediaan tenaga listrik mencakup 3 kegiatan utama, yaitu pembangkitan, transmisi, dan distribusi. Sementara target pemeriksaan subsidi listrik itu mencakup perhitungan biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP), volume energi, dan penjualan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

BPK Minta Pembahasan Aturan Perlindungan Data Pribadi Dikebut

20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Bagian audit kinerja di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan agar Kominfo memiliki regulasi tentang keamanan dan katahanan siber.

BPK menyebutkan sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur tentang perlindungan data pribadi dan aturan turunan terkait dengan penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik (PSTE). Dampaknya, perlindungan data pribadi belum menjadi prioritas Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) sehingga rentan kebocoran, pencurian, dan serangan.

"Hasil pemeriksaan kinerja atas keamanan dan ketahanan siber dalam rangka mendukung stabilitas keamanan nasional mengungkapkan 5 temuan yang memuat 6 permasalah ketidakefektifan," tulis laporan Pemeriksaan Kinerja BPK dikutip dari Belasting.id, pada Kamis (21/7/2022).

Auditor negara menyampaikan pelaksaan teknis aturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.71/2019 Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Perpres No.95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik masih mengalami hambatan.

 

Rekomendasi BPK

Aturan juknis yang mengatur standar, prosedur atau protokol terkait penyelenggaraan sistem elektronik lingkup publik dan privat belum memadai untuk mencegah terjadinya kebocoran atau pencurian data.

"Akibatnya, tingkat kepatuhan kementerian/lembaga (K/L), pemerintah daerah, dan instansi penyelenggara negara lainnya yang mendaftarkan sistem elektronik yang dikelolanya kepada Kemenkominfo sangat rendah. PSE lingkup publik maupun lingkup privat juga rentan terhadap serangan, kebocoran, dan pencurian data," terangnya dilansir laman Warta Pemeriksa BPK.

Oleh karena itu, salah satu rekomendasi BPK agar Kementerian Kominfo melalui Ditjen Aptika melakukan komunikasi dengan DPR untuk mempercepat proses pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Selain itu, BPK meminta Menteri Kominfo untuk menyusun seluruh aturan turunan terkait keamanan dan ketahanan siber yang menjadi kewenangan Kemenkominfo. Khususnya terkait PP No. 71/2019 tentang PSTE dan Perpres No.95/2018 tentang SPBE secara lengkap.

 

infografis opini bpk
berikut hasil audit bpk pada puluhan lembaga negara (liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya