Sederet Jurus Pemerintah Kejar Target Swasembada Jagung

Harga jagung dunia yang membaik pada Januari-Juni 2022, yang naik sebesar 21,53 persen dibanding periode sama 2021, menjadi peluang bagi Indonesia untuk melakukan ekspor jagung.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Agu 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2022, 12:30 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Keterangan Pers usai Rapat Internal Terbatas terkait Peningkatan Produksi dan Ekspor Jagung di Istana Negara, Jakarta
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Keterangan Pers usai Rapat Internal Terbatas terkait Peningkatan Produksi dan Ekspor Jagung di Istana Negara, Jakarta. (Sumber: ekon.go.id)

Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka penguatan ekosistem pangan dan penguatan pangan nasional, Pemerintah terus mencari solusi untuk meningkatkan produksi jagung guna memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, sekaligus juga untuk memenuhi permintaan pasar ekspor.

Pemerintah telah menyiapkan kebijakan terkait percepatan pengembangan jagung dengan menetapkan strategi pengembangan jagung menuju swasembada berkelanjutan melalui Roadmap Jagung 2022-2024.

Saat ini, beberapa negara pengekspor jagung menerapkan pembatasan ekspor guna memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negerinya.

Kebijakan tersebut mengakibatkan terjadinya kenaikan harga jagung dunia, selain juga sebagai dampak dari kondisi geopolitik global saat ini akibat konflik Rusia-Ukraina.

Rata-rata harga jagung mengalami peningkatan, dengan update rata-rata harga pada bulan Juni 2022 mencapai USD 335,71 per Ton. Harga jagung internasional mencapai harga tertinggi pada April 2022 sebesar USD 348,17 per Ton dan cenderung mengalami sedikit penurunan hingga Juni 2022.

Kecenderungan harga jagung dunia yang membaik pada Januari-Juni 2022, yang naik sebesar 21,53 persen dibanding periode sama 2021, menjadi peluang bagi Indonesia untuk melakukan ekspor jagung.

Melalui intensifikasi berupa peningkatan produktivitas dan ekstensifikasi berupa perluasan areal tanam baru, Pemerintah berharap dapat melakukan peningkatan produksi jagung, baik untuk memenuhi ketersediaan di dalam negeri maupun memenuhi demand dari negara lain.

“Dengan harga global yang sekarang di angka USD 335 per ton atau setara Rp 5.000 per kg, Bapak Presiden memberikan arahan agar dilakukan peningkatan produksi, termasuk ekstensifikasi dari lahan yang ada,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Keterangan Pers usai Rapat Internal Terbatas terkait Peningkatan Produksi dan Ekspor Jagung di Istana Negara, Jakarta, dikutip Selasa (2/8/2022).

“Perlu mendorong penggunaan bibit atau benih unggul (benih varietas hibrida jagung), ada 14 varietas yang diharapkan bisa meningkatkan prosuksi menjadi 10,68-13,70 Ton per Ha. Pak Menteri Pertanian akan menyelesaikan regulasi dan kebijakan yang diperlukan," tambah dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Produksi Jagung nasional

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Keterangan Pers usai Rapat Internal Terbatas terkait Peningkatan Produksi dan Ekspor Jagung di Istana Negara, Jakarta. (Sumber: ekon.go.id)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Keterangan Pers usai Rapat Internal Terbatas terkait Peningkatan Produksi dan Ekspor Jagung di Istana Negara, Jakarta. (Sumber: ekon.go.id)

Untuk meningkatkan produksi Jagung nasional, sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi Teknis di Kemenko Perekonomian dan Setkab, Kementan telah menentukan 6 lokasi untuk peningkatan produksi jagung nasional, yaitu di Provinsi: Papua; Papua  Barat; NTT; Maluku; Maluku Utara; Kalimantan Utara,  dengan total  luas lahan 141.000 Ha, di mana yang seluas 86.000 Ha merupakan areal tanam baru.

Perkiraan produksi jagung dengan Kadar Air (KA) 27,81 persen (Jagung Pipilan Basah di Petani), hingga akhir tahun bisa mencapai 25,3 juta ton. Sedangkan perkiraan produksi jagung dengan KA 14 persen (Jagung Simpan di Gudang) mencapai 18,7 juta ton.

Sedangkan kebutuhan untuk industri, terutama industri pakan ternak sekitar 15 juta ton, sehingga masih ada cadangan jagung nasional sekitar 3 juta ton, yang diprioritaskan untuk cadangan kebutuhan nasional.

Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menyampaikan beberapa kebijakan dan program Pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi jagung nasional, diantaranya dengan memenuhi kebutuhan Alsintan untuk percepatan olah tanah, tanam dan panen, pasca panen (perontokan, pengeringan).

Selain itu juga dengan penyediaan Silo dan Dryer di Sentra Produsen, atau penyediaan Mobile Dryer untuk menjangkau wilayah remote dan tersebar.

“Sesuai dengan yang diharapkan Bapak Presiden, dengan adanya intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi, khususnya melalui perluasan lahan baru, maka kita bisa meningkatkan produksi. Dan produksi ini tentu dipersiapkan sesuai dengan demand di dalam negeri dan juga bisa memenuhi demand di negara lain,” pungkas Menko Airlangga. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Krisis Pangan Menghadang, Ini Jaminan Bos Bulog Soal Stok Beras hingga Jagung

Panen Raya, Petani Tuban Hasilkan 33,7 Ton Jagung
Hamparan ladang jagung saat panen raya di Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3). Panen raya tersebut menghasilkan 33,7 ton jagung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Dunia tengah menghadapi krisis pangan dampak dari kisruh global yang terjadi. Sejumlah pihak bahkan menilai, krisis pangan saat ini bahkan jadi yang terburuk, lebih parah dibanding 2018 silam.

Kendati begitu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso situasi pangan di dalam negeri cenderung aman dari ancaman krisis. Terutama untuk berbagai komoditas bahan pokok seperti beras hingga jagung.

Namun, pria yang akrab disapa Buwas tersebut tetap tak ingin lengah dengan situasi yang ada.

"Pangan harus diwaspadai, dan ini tidak main-main dengan Rusia-Ukraina berperang. Sehingga mempengaruhi secara keseluruhan. Dulu kita bisa impor gandum dari Rusia Ukraina, sekarang terhenti," ungkapnya saat berkunjung ke MRMP Kendal, Jawa Tengah, Kamis (21/7/2022).

Di satu sisi, Buwas memastikan kondisi pangan nasional aman. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi, surplus produksi pertanian Indonesia terjaga dan mengalami peningkatan.

"Pak presiden ulangi lagi, kita 3 tahun sudah tidak impor (beras). Tapi bukan terus kita terlena. Maka kita harus tetap menjaga ketahanan pangan kita," tegas Buwas.

"Dengan apa, meningkatkan produksi, tingkatkan CBP yang ada di Bulog, yang sekarang ini sedang digodok keputusannya, berapa pemerintah akan menyadangkan beras pemerintah. Sesuai keputusan Rakortas (target produksi beras) 1-1,5 juta ton. Kita sudah lebih, 1,1 juta ton," terangnya.

Menghadapi krisis pangan yang kini terjadi, ia tak ingin negara berpangku tangan pada produksi beras semata. Dia juga ingin hasil produksi bahan pokok pengganti lain semisal jagung dan singkong bisa ikut terdongkrak.

"Ada singkong, jagung, kentang, bahkan sagu, mustinya itu jadi kekuatan pangan kita. Harus dikelola sebagai kekuatan pangan menyeluruh. Jadi jangan beras saja," seru Buwas.

Tak Cuma Antisipasi, Jokowi Ingin Krisis Pangan dan Energi jadi Peluang

Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan keterangan pers terkait Perkembangan COVID-19 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/1/2022) sore. (Dok Sekretariat Kabinet RI)

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, menyampaikan hasil rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait krisis pangan dan energi yang harus menjadi perhatian, sekaligus peluang.

 “Pertama tadi kami rapat dipimpin Bapak Presiden itu mengenai pangan dan energi. Melihat situasi dunia memang dua bidang ini harus sungguh-sungguh kita antisipasi. Nah, oleh karena itu, kita masih dalam suasana krisis dalam bidang pangan dan energi itu,” kata Zulkifli Hasan, saat ditemui di Jakarta, Senin (18/7/2022).

Oleh karena itu, kata Zulkifli, presiden Jokowi mengingatkan semua pihak harus memperhatikan sungguh-sungguh dalam mengantisipasi krisis tersebut. Selain itu, krisis itu juga bisa menjadi peluang bagi Indonesia.

Karena sebetulnya, krisis pangan dan energi jika dibicarakan secara mendetail ada solusinya. Misalnya, kekurangan komoditas cabai. Maka dipetakan daerah mana saja yang merupakan penghasil cabai paling banyak, yaitu Jawa Barat, maka Jawa Barat akan menjadi fokus Pemerintah.

Lalu, untuk penghasil kopi terbanyak ada di Sumatera Selatan dan Lampung, maka Pemerintah akan fokus ke daerah itu. Artinya, kata Zulkifli, antisipasi krisis ini bisa menjadi peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi bahkan ekspor.

“Sehingga bicaranya lebih detail, sehingga antisipasi ini bisa menjadi peluang bagi kita untuk meningkatkan produksi bahkan ekspor, gara-gara itu tentunya,” ujarnya.

INFOGRAFIS JOURNAL_ Ancaman Krisis Pangan Sudah Didepan Mata?
INFOGRAFIS JOURNAL_ Ancaman Krisis Pangan Sudah Didepan Mata? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya