Liputan6.com, Yogyakarta - Jagung ternyata memiliki sejarah panjang yang mungkin belum banyak diketahui. Tanaman yang kini menjadi bahan pangan pokok bagi banyak orang ini bukanlah jagung asli seperti yang kita kenal saat ini.
Mengutip dari berbagai sumber, jagung modern adalah hasil dari proses panjang pembiakan selektif yang dilakukan manusia selama ribuan tahun. Proses ini telah mengubah jagung dari bentuk aslinya menjadi tanaman produktif dengan biji yang gemuk dan manis.
Advertisement
Jagung pertama kali dibudidayakan di Meksiko sekitar 10.000 tahun lalu. Pada awalnya, jagung berasal dari rumput liar bernama teosinte.
Advertisement
Baca Juga
Tanaman teosinte memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan jagung modern. Biji teosinte kecil, keras, dan tidak tertutup rapat oleh kulit seperti jagung saat ini.
Melalui pembiakan selektif, masyarakat kuno berhasil mengubah teosinte menjadi tanaman yang lebih produktif dan layak dikonsumsi. Proses ini melibatkan pemilihan tanaman dengan karakteristik unggul, seperti biji yang lebih besar dan lebih mudah dipanen.
Masyarakat kuno, termasuk suku Maya dan Aztec, menjadikan jagung sebagai makanan pokok mereka. Jagung tidak hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang tinggi.
Bagi suku Maya dan Aztec, jagung dianggap sebagai tanaman suci yang melambangkan kehidupan. Mereka percaya bahwa jagung adalah hadiah dari dewa-dewa dan memainkan peran dalam ritual keagamaan.
Perkembangan jagung tidak berhenti di situ. Selama ribuan tahun, jagung terus mengalami pembiakan selektif untuk meningkatkan produktivitas dan adaptasinya terhadap berbagai kondisi lingkungan.
Proses ini menghasilkan jagung modern yang memiliki keanekaragaman genetik. Jagung modern dapat tumbuh di berbagai iklim dan jenis tanah, menjadikannya tanaman pangan yang sangat fleksibel.
Akan tetapi, jagung yang kita kenal saat ini sangat berbeda dengan nenek moyangnya, teosinte. Perbedaan ini tidak hanya terlihat dari bentuk fisiknya, tetapi juga dari kandungan nutrisinya.
Jagung modern memiliki biji yang lebih besar, lebih manis, dan lebih mudah diolah. Selain melalui pembiakan selektif, jagung juga telah menjadi subjek rekayasa genetika modern.
Ilmuwan telah menggunakan teknologi genetik untuk meningkatkan kualitas jagung, termasuk ketahanannya terhadap hama dan penyakit. Salah satu contohnya adalah jagung yang direkayasa untuk menghasilkan protein yang digunakan dalam pembuatan vaksin hepatitis B.
Penulis: Ade Yofi Faidzun