Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau BTN menyampaikan restrukturisasi kredit perbankan yang terdampak COVID-19 terus menurun.
Direktur Risk Management and Transformation BTN Setiyo Wibowo menturkan, pihaknya secara terus menerus melakukan banyak upaya baik dalam restrukturisasi maupun menyelesaikan restrukturisasi.
Baca Juga
"Jadi seiring dengan membaiknya situasi pandemi maupun situasi ekonomi kita sekarang, out flow yang nasabah-nasabah restrukturisasi kita juga terus menurun. Dimana, kalau posisi tertinggi di 2020 jumlah total restrukturisasi COVID kita hampir mencapai Rp 60 triliun atau tepatnya Rp 59 triliun pada kuartal I 2020,” kata Setiyo dalam Paparan Publik Kinerja Keuangan Bank BTN Semester I 2022, Kamis (15/9/2022).
Advertisement
Selain itu, dengan upaya-upaya yang dilakukan BTN, saat ini jumlah restrukturisasi terus menurun. Saat ini, restrukturisasi menurun menjadi Rp 36,1 triliun dan diharapkan jumlah tersebut bisa terus menurun hingga akhir tahun.
"Alhamdulillah dengan upaya-upaya kita, edukasi maupun perbaikan restrukturisasi, saat ini jumlah restrukturisasi terus menurun saat ini menurun menjadi Rp 36,1 triliun dan harapan kita jumlah restruk ini sampai akhir tahun terus menurun. Tentunya dengan situasi pandemi yang semakin terkendali kemudian situasi ekonomi juga sudah semakin baik, walaupun memang di sisi lain adanya ancaman inflasi maupun kenaikan harga BBM,” ujar dia.
Meskipun demikian, BTN juga telah melakukan pencadangan yang cukup terhadap portofolio restrukturisasinya.
"Kita juga sudah mengantisipasi bahwa kenaikan harga inflasi maupun BBM termasuk masa restrukturisasi yang mungkin akan berakhir pada 2023 nanti, kita juga sudah antisipasi dengan melakukan langkah-langkah, antara lain melakukan pencadangan yang cukup terhadap portofolio restrukturisasi kita,” kata dia.
Restrukturisasi
Tak hanya itu, Setiyo juga menjelaskan, restrukturisasi sudah dicadangkan secara cukup untuk mengantisipasi jika POJK tidak memperpanjang.
"Saat ini jumlah restrukturisasi kita sudah dicadangkan secara cukup supaya mengantisipasi apabila nanti POJK restrukturisasi ini tidak diperpanjang, kita sudah mencadangkan secara cukup. Kemungkinan adanya downgrade dari debitur-debitur kita yang termasuk dalam restrukturisasi COVID,” ujar Setiyo.
Sementara itu, BTN juga tengah melakukan komunikasi bersama OJK mengenai usulan perpanjangan restrukturisasi secara selektif.
“Walaupun kita juga selalu berkomunikasi dengan OJK bahwa mungkin akan kita usulkan adanya perpanjangan secara selektif, khususnya untuk debitur-debitur di segmen tertentu atau di daerah tertentu yang masih sangat terdampak karena belum pulihnya sektor industri di segmen-segmen tertentu akibat dari COVID ini,” pungkasnya.
Advertisement
BTN Pakai Dana Rights Issue untuk Ekspansi Kredit
Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau Bank BTN mengungkapkan terkait dana dari Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau rights issue.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo menuturkan, dana rights issue tersebut direncanakan sepenuhnya untuk ekspansi kredit.
"Dana right issue yang direncanakan sepenuhnya untuk ekspansi kredit. Karena, kita tahu target ke depan, pembiayaan rumah sangat besar bukan hanya pada KPR yang subsidi tapi juga yang non subsidi,” kata Haru Koesmahargyo dalam Paparan Publik Kinerja Keuangan Bank BTN Semester I 2022, Kamis (15/9/2022).
Haru juga menyebutkan, terdapat pembiayaan perumahan yang memiliki kerja sama dengan pihak ketiga serta membutuhkan CAR (capital adequacy ratio) yang cukup.
"Kita ada partnership ada juga pembiayaan perumahan yang kerja sama dengan pihak ketiga dengan mitra kita. Tentu semuanya membutuhkan, equity yang cukup atau CAR yang cukup,” kata dia.
Sebelumnya, Rencana PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau BTN menambah modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau rights issue semakin menemukan titik terang. Setelah melakukan keterbukaan informasi awal pada awal pekan ini, sekarang manajemen BTN mendapatkan lampu hijau dari DPR RI.
Hasil RDP
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban dan Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Rabu, 14 September 2022.
"Komisi XI DPR RI menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp2,48 triliun kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk melalui skema Rights Issue. Nilai Rights Issue porsi Publik sebesar Rp1,65 Triliun dengan porsi saham Pemerintah sebesar 60 persen dan Kepemilikan saham Publik sebesar 40 persen," tulis salah satu kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara.
Dalam kesimpulan berikutnya, Komisi XI menyatakan PMN kepada BTN dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan BTN dengan capital adequacy ratio (CAR) terjaga di atas 15,4 persen.
Selain itu, PMN juga akan meningkatkan kemampuan bisnis dari BTN, khususnya penyaluran 1,32 juta unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang akan mendukung target prioritas nasional di bidang perumahan, serta pengembangan bisnis berbasis ekosistem perumahan.
Advertisement
Sinergikan Ekosistem
"BTN telah meningkatkan kinerjanya yang ditunjukan dengan meningkatnya profitabilitas, efisiensi operasional, risiko likuiditas yang terjaga, pengelolaan aset yang berkualitas dan risiko modal yang terjaga," ujar Amir membaca kesimpulan yang keempat.
Berikutnya, DPR RI juga meminta kepada Kementerian Keuangan untuk mensinergikan ekosistem pembiayaan perumahan yang lebih efisien, antara lain sinergi BTN, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), dan lain-lain.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga diminta untuk mengoptimalkan manfaat Privatisasi BTN dalam meningkatkan kontribusi penerimaan negara, penyediaan fasilitas KPR, meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan dan memperkuat industri lokal serta UMKM dari proyek perumahan yang dibiayai.
Dalam RDP ini, Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada rencana akuisisi maupun merger antara BTN dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
"Kami mewakili Kementerian Keuangan sebagai ultimate shareholder (BUMN). Kami belum pernah menerima proposal terkait dengan usulan merger (BTN dan BNI)," tegas Rionald. Jawaban Rionald ini mendapatkan apresiasi dari anggota Komisi XI yang hadir karena meluruskan wacana liar yang berkembang akhir-akhir ini.
"Kalau pak Rio sudah berkata seperti ini maka ini bisa menjadi jaminan bagi kita semua," kata Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga. Apresiasi terhadap jawaban ini juga disampaikan oleh Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem Satori.
"Mendengar jawaban pak Rio rasanya plong. Terima kasih pak itu suatu kepastian terkait masalah yang belum jelas," ujar Satori.