Liputan6.com, Jakarta Kimia Farma melalui anak usaha Kimia Farma Apotek telah menyetop penjualan semua obat-obatan yang berbahan cair atau obat sirup. Langkah ini, menyusul larangan yang disampaikan pemerintah soal peredaran obat sirup.
Diketahui, larangan yang dilakukan Kementerian Kesehatan ini merespon adanya kasus gagal ginjal akut atau accute kidney Injury (AKI) pada balita. Indikasinya, karena mengonsumsi obat parasetamol sirup.
"Menindaklanjuti arahan dari Pemerintah, untuk saat ini kami menghentikan sementara distribusi dan penjualan produk obat sediaan cairan atau syrup," kata Corporate Secretary Kimia Farma Apotek Ganti Winarno P kepada Liputan6.com, Kamis (20/10/2022).
Advertisement
Ginting mengatakan kalau langkah ini masih akan dilakukan hingga ada perintah lanjutan dari Kemenkes. Penghentian ini sejalan dengan Pemerintah yang menunggu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memfinalisasi hasil penelitian terkait sejumlah obat sirup yang beredar.
"(Penghentian dilakukan) hingga ada pemberitahuan lebih lanjut dari Pemerintah," ujar dia.
Untuk diketahui, Kemenkes sudah meneliti bahwa Pasien balita yang terkena AKI (accute kidney Injury) terdeteksi memiliki 3 zat kimia berbahaya. Diantaranya, ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, ethylene glycol butyl ether-EGBE.
Ketiga zat kimia ini merupakan impurities dari zat kimia dengan kategori 'tidak berbahaya'. Misalnya polyethylene glycol yang sering dipakai sebagai solubility enhancer di banyak obat-obatan jenis obat sirup.
Alasan Kemenkes Setop Obat Sirup
Kementerian Kesehatan telah menyetop sementara penggunaan obat sirup terkait kasus gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) yang dialami anak-anak terutama balita di Indonesia. Sebab, penelitian zat kimia berbahaya yang terkandung dalam obat sirup masih tahap finalisasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Penyetopan sementara obat sirup, ditegaskan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin sebagai tindak lanjut adanya kematian balita dengan gagal ginjal akut hampir mendekati 50 persen.
Sesuai data Kemenkes per 18 Oktober 2022, ada 206 anak dari 20 provinsi di Indonesia yang mengalami gangguan ginjal akut misterius.
Dari jumlah 206 kasus, 99 anak di antaranya meninggal dunia. Persentase kasus kematian gangguan ginjal akut misterius di angka 48 persen, yang terhitung dari pelaporan kasus sejak Januari sampai 18 Oktober 2022.
"Sambil menunggu otoritas obat atau BPOM memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif (kandungan zat kimia pada obat sirup) mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup," jelas Budi Gunadi dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 20 Oktober 2022.
"Mengingat, balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an kasus per bulan, kemungkinan realitasnya pasti lebih banyak dari ini, dengan fatality rate atau rata-rata kematian mendekati 50 persen."
Lebih lanjut, Budi Gunadi turut bersedih atas kematian gangguan ginjal akut misterius yang menimpa lebih banyak balita.
"Bayangkan, bila 1 dari 70 balita tersebut adalah anak atau cucu kita," ucapnya.
Advertisement
Pernyataan IDAI
Pernyataan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyebutkan penghentian sementara penggunaan dari paracetamol sirup untuk anak menuai polemik.
Adapun pernyataan tersebut dikeluarkan dmenanggapi adanya gangguan ginjal akut misterius atau AKIUO (Acute Kidney Injury Unknown Origin) dan kaitannya dengan meninggalnya puluhan anak di Gambia, Afrika.
Namun, Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso pun mengklarifikasi perihal penggunaan paracetamol cair tersebut dalam live Instagram resmi IDAI, Selasa (18/10/2022).
"Mohon maaf tidak seperti itu beritanya, saya cerita kasus di Yogyakarta itu ada kakak adik. kakaknya yang minum paracetamol sirup dia enggak apa-apa, adiknya yang enggak minum obat apa-apa, dia kena AKI dan meninggal," kata Piprim.
Waspada
Piprim pun menjelaskan bahwa belum tentu hal tersebut dikarenakan obat paracetamol sirup. Namun ia juga menyebutkan bahwa hal ini sebagai bentuk dari kewaspadaan dini.
"Kita enggak bisa bilang ini gara-gara paracetamol sirup, belum tentu. Makannya hati-hati kita menyimpulkan, walaupun saya menyebut sebagai kewaspadaan dini, nggak bisa kemudian diartikan dilarang," ucapnya.
Ketua Umum Pengurus pusat IDAI itu juga menjelaskan belum bisa menyimpulkan penyebab tunggalnya. Namun jika belajar dari kasus yang terjadi di Gambia menjadikan hal tersebut sebagai kewaspadaan dini
"Kita belum berani menyimpulkan ke satu sebab tunggal, masih investigasi. Akan tetapi memang belajar dari adanya kasus Gambia belajar juga dari kecurigaan etilen glikol yang salah satunya dilaporkan pada paracetamol sirup. Maka sebagai kewaspadaan dini IDAI mengeluarkan rekomendasi tidak menggunakan dulu paracetamol sirup," ujarnya.
Maka dari itu penggunaan paracetamol sirup bukan berarti dilarang namun cukup diwaspadai dan di periksa kandungannya, adapun jika harus meminumnya harus ada saran dan masukan dari dokter.
Advertisement