Survei: 90 Persen Warga Tolak Intervensi Asing, Indonesia Harus Berdaulat

Sebanyak 98 persen responden survei yang menganggap Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman bernegara dalam menjalin hubungan antarnegara.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 31 Okt 2022, 12:10 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2022, 12:10 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Ibu Negara Iriana tiba di Tambang Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika Papua, Kamis (1/9/2022) pukul 08.15 WIT.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Ibu Negara Iriana tiba di Tambang Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika Papua, Kamis (1/9/2022) pukul 08.15 WIT.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 90 persen masyarakat Indonesia menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan-kebijakan nasional. Mereka menilai Indonesia harus berdaulat dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Hal ini terungkap dari Survei Nasional Pancasila yang disusun oleh Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pancasila sekaligus dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI), Kris Wijoyo Soepandji dan M Sofyan Pulungan.

Kris menjelaskan, survei ini dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Pancasila yang dilakukan melalui jajak pendapat secara daring terhadap 1.000 responden.

"Dari survei ditemukan bahwa 62 persen responden menganggap bahwa pemerintah masih berpegang pada Pancasila sebagai dasar pembuatan kebijakan, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam (SDA)," jelasnya, Senin (31/10/2022).

"Sedangkan, 90 persen responden solid menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan pemerintah Indonesia," ujar Kris.

Alih-alih diintervensi, Kris menjelaskan bahwa kebijakan nasional yang didasari Pancasila sejatinya masih memiliki posisi tawar yang besar dalam kancah global. Ini terbukti dari 98 persen responden survei yang menganggap Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman bernegara dalam menjalin hubungan antarnegara.

Kris mengaku telah memaparkan bahaya intervensi asing tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Senada, Dosen Fakultas Hukum UI Agus Brotosusilo menilai, intervensi-intervensi asing biasanya dilakukan dengan memengaruhi pemangku kebijakan kunci untuk menyisipkan kepentingan-kepentingannya.

Aksi mempengaruhi kebijakan ini kerap diikuti dengan sejumlah pendanaan yang biasanya dimobilisasi oleh lembaga swadaya masyarakat atau lembaga-lembaga donor.

"Secara resmi, memang biasanya agen-agen intervensinya itu berasal dari LSM, NGO, lembaga donor. Namun banyak juga yang tidak terdokumentasi, karena mereka akan selalu berusaha agar jejak mereka tidak terlacak," tuturnya.

Merdeka Berdaulat, Cara Erick Thohir Bebaskan RI dari Belenggu Ekspor Bahan Mentah

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bekerja sama dengan Menteri BUMN Erick Thohir untuk penguatan bisnis model perikanan di Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bekerja sama dengan Menteri BUMN Erick Thohir untuk penguatan bisnis model perikanan di Indonesia.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir terus berupaya untuk bisa mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia. Karenanya Erick Thohir mengagas tagline Merdeka Berdaulat sebagai akar dari kerja besar menuju kemandirian ekonomi bangsa dan negara.

"Kita punya yang namanya Merdeka Berdaulat. Berdaulat atas sumber daya manusia dan karya, berdaulat atas sumber daya alam, berdaulat atas teknologi, berdaulat atas ekonomi kerakyatan dan berdaulat atas kesehatan," jelas Erick.

Erick yang juga Ketum Masyarakat Ekonomi Syariah bekerja nyata dalam mewujudkan poin pertama Merdeka Berdaulat yakni berdaulat atas sumber daya manusia dan karya.

Ia berupaya melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing global melalui program-program seperti Santri Magang, program bantuan pendidikan berkolaborasi bersama Polri, program magang untuk mahasiswa di dalam dan luar Negeri, serta Gerakan Akselerasi Generasi Digital yang bekerja sama dengan Mendikbud dan Narasi.

Sementara itu, Erick melakukan penguatan hilirisasi industri SDA untuk mewujudkan kedaulatan atas sumber daya alam (SDA), teknologi dan ekonomi kerakyatan. Dengan ini, Indonesia diproyeksikan terlepas dari belenggu negara pengekspor bahan mentah ke negara-negara lain.

Produk yang dihasilkan dari hilirisasi juga diharapkan memiliki nilai tambah sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

 

Hilirisasi Batu Bara

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai contoh adalah hilirisasi batu bara melalui gasifikasi menjadi Dimethyl Ether (DME) yang bisa menggantikan LPG. Hilirisasi ini dapat mendukung neraca perdagangan, mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG, hingga menghemat cadangan devisa. Penghematan cadangan devisa diperkirakan mencapai Rp 9,7 triliun.

"Sudah waktunya kita stop. Market kita yang besar jangan lagi diambil negara lain untuk pertumbuhan ekonomi mereka. Kita tidak anti asing, tapi kita harus bener-bener memanfaatkan market kita untuk pertumbuhan ekonomi kita," ujar Erick.

Terakhir, mantan Presiden Inter Milan ini mengatakan Indonesia sebagai bangsa yang besar, dapat terbangun dari tidur panjangnya dan menjadi negara yang maju dan berdaulat melalui potensi yang dimiliki. Sehingga apa yang dimiliki oleh bangsa, dapat dimanfaatkan dan dinikmati bersama untuk anak bangsa.

“Kita harus melakukan terobosan. Sumber daya alam kita dipakai untuk partumbuhan ekonomi Indonesia bukan bangsa lain. Ekosistem Indonesia, harus ekosistem menangan bukan ekosistem kalahan,” tutupnya.

Infografis Freeport Tunduk
Infografis Freeport Tunduk
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya