Liputan6.com, Jakarta Pengusaha sektor pariwisata menolak keras kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2023 yang baru saja dikeluarkan oleh para gubernur.
Kebijakan tersebut dianggap tidak peka terhadap pengusaha di sektor pariwisata yang masih belum menunjukkan pemulihan pasca terjadinya pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Pemerintah kelihatannya enggak peka juga, sektor pariwisata ini recovery-nya terakhir dan kenaikan UMP ini akan memperburuk keadaan karena kenaikannya sangat tinggi," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Advertisement
Memang kata Yusran, saat ini sudah ada peningkatan hunian kamar hotel (okupansi) dibandingkan tahun 2020 dan 2021. Namun kenaikan tersebut masih belum bisa diartikan sektor ini sudah pulih.
"Tapi ini belum menandakan pemulihan, revenue ini belum meningkat dan suplainya ini terlalu besar," kata dia.
Apalagi, kunjungan wisatawan mancanegara masih belum pulih. Yusran menyebut kedatangan tamu asing tahun ini baru 1 juta kunjungan dari 16 juta kunjungan sebelum terjadi pandemi. Begitu juga dengan kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) yang belum pulih.
"Ini masih banyak ruang suplai, kunjungan wisnus juga masih belum sampai ke titik kembali," kata dia.
Ancaman Krisis Global
Di sisi lain adanya ancaman krisis global juga menjadi tantangan lain pengusaha sektor pariwisata enggan merealisasikan ketetapan UMP 2023. Harga-harga bahan pokok, tarif listrik hingga energi sudah naik.
"Harga-harga juga semakin naik dan ini menjadi komponen yang besar," kata dia.
Kondisi ini pun akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja di sektor pariwisata. Padahal industri ini merupakan sektor yang padat modal dan membutuhkan banyak tenaga kerja. Sehingga yang terjadi justru melakukan efisiensi.
"Yang kami khawatirkan serapan tenaga kerja belum maksimal karena bisnis belum kembali cukup baik. Ini tentu akan jadi masalah industri pariwisata," pungkasnya.
Advertisement
Pariwisata Global Diprediksi Baru Pulih 2024, Indonesia Siapkan 5 Strategi
Stakeholder pariwisata di tanah air optimis akan prospek pariwisata Indonesia di tahun 2023. Meski, dihadang berbagai tantangan dan hambatan seperti pandemi dan perang Rusia-Ukraina, yang memantik kekhawatiran terjadinya resesi global.
Untuk mengahadapi tantangan tersebut, Kementrian Pariwisata kini terus mengembangkan konsep wisata berkelanjutan. Konsep ini diyakini akan mendorong industri pariwisata Indonesia tumbuh dengan kuat dan lebih tahan akan krisis.
“Pariwisata berkelanjutan adalah sebuah proses (ruh), bukan hasil akhir, yang tercermin dalam setiap penetapan kebijakan oleh Kemenparekraf,” ujar Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Agustini Rahayu, dalam diskusi Urban Forum-Forwada Tourism & Hospitality Industry Outlook 2023 - “Akselerasi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan”, di Family Resto D’Kampoeng, Bogor, (29/11/2022).
Agustin mengungkapkan, Kemenparekraf mengusung 5 isu strategis dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia, yakni Keberlanjutan, Daya Saing, Nilai Tambah, Digitalisasi dan Produktivitas. Sedangkan target capaian pariwisata berkelanjutan sesuai pesan Menparekraf adalah, Pertumbuhan Ekonomi, Penciptaan Lapangan Kerja, Kebijakan yang tepat target, waktu, dan manfaat.
“Arah kebijakan pariwisata dan ekonomi Kreatif bermuara pada pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif yang inklusif, berkelanjutan, dan Tangguh,” jelasnya.
Bisa Setelah 2024
Agustin mengungkapkan, akibat situasi ekonomi yang tidak menentu, World Tourism Organization (UNWTO) memprediksi pemulihan pariwisata global baru akan tercapai pada tahun 2024 atau lebih. Faktor ekonomi dan mahalnya tiket dan akomodasi menjadi tantangan utama dunia pariwisata.
Dia menyebut, pemulihan pariwisata global saat ini telah mencapai 65 persen dari tingkat sebelum pandemi. Diperkirakan 700 juta wisatawan melakukan perjalanan internasional antara Januari dan September 2022, lebih dari dua kali lipat (+133 persen) jumlah yang tercatat untuk periode yang sama pada tahun 2021.
“Hasil ini didorong oleh permintaan yang kuat, peningkatan tingkat kepercayaan dan pencabutan pembatasan di banyak destinasi. Diperkirakan 340 juta kedatangan internasional tercatat pada kuartal ketiga tahun 2022,” jelasnya.
Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia. Agustin menuturkan, kedatangan wisman periode Januari-September 2022 tercatat telah mencapai 2.268,7, angka ini naik 2.530,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Sementara sejalan dengan tertanganinya pandemi, jumlah perjalanan Wisatawan Nusantara (Wisnus) juga terus meningkat. Pada tahun 2021 tercatat 603 perjalanan Wisnus atau 83,5 persen jumlah perjalanan tahun 2019.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement