Laporan Terbaru 3 Organisasi Ungkap Temuan Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja

Lebih dari 22 persen dari hampir 75.000 pekerja di 121 negara mengatakan telah mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan di tempat kerja.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Des 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 07 Des 2022, 06:00 WIB
Ilustrasi bekerja, bekerja keras, semangat, inspirasi
Ilustrasi bekerja, bekerja keras, semangat, inspirasi. (Photo by Bethany Legg on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Lloyd’s Register Foundation, dan Gallup mengungkapkan ada lebih dari 22 persen dari hampir 75.000 pekerja di 121 negara, mengatakan telah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan atau pelecehan di tempat kerja.

Laporan ini dirilis pada Senin, 5 Desember 2022, hasil dari survei yang di lakukan pada tahun lalu. "Kekerasan dan pelecehan di dunia kerja adalah fenomena yang meluas dan berbahaya, dengan efek mendalam dan mahal mulai dari konsekuensi kesehatan fisik dan mental yang parah hingga kehilangan pendapatan dan jalur karier yang hancur hingga kerugian ekonomi bagi tempat kerja dan masyarakat," kata ketiga organisasi tersebut, dikutip dari Associated Press, Rabu (7/12/2022).

Dalam laporan setebal 56 halaman itu, menyebutkan sepertiga dari orang yang mengalami kekerasan atau pelecehan di tempat kerja mengatakan bahwa mereka telah mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan.

6,3 persen mengatakan telah mengalaminya dalam tiga kekerasan bentuk yaitu kekerasan fisik, psikologis, dan pelecehan seksual selama masa kerja mereka. 

Laporan itu juga mengatakan, kekerasan psikologis dan pelecehan adalah bentuk yang paling umum, yang dilaporkan baik oleh pria maupun perempuan, dengan 17,9 persen pekerja mengalaminya di beberapa titik selama mereka bekerja.

Adapun 8,5 persen dari mereka yang disurvei mengatakan pernah mengalami kekerasan fisik dan pelecehan di tempat kerja, dengan pria yang lebih mungkin daripada perempuan.

Kemudian sekitar 6,3 persen mengalami kekerasan dan pelecehan seksual, 8,2 persen di antaranya perempuan dan 5 persen di antaranya adalah pria.

Selain itu, lebih dari 60 persen korban kekerasan dan pelecehan di tempat kerja juga "mengatakan bahwa hal itu telah terjadi pada mereka hingga berkali-kali, dan sebagian besar dari mereka, insiden terakhir terjadi dalam lima tahun terakhir," ungkap laporan itu.

Diharapkan Bisa Membantu Penguatan Hukum Kekerasan di Tempat Kerja

Ilustrasi bekerja. ©2018 Merdeka.com/Pixabay
Ilustrasi bekerja. ©2018 Merdeka.com/Pixabay

Survey yang dilakukan ILO Lloyd’s Register Foundation, dan Gallup juga menemukan bahwa pekerja yang mengalami diskriminasi di beberapa titik dalam hidup mereka berdasarkan gender, status disabilitas, kebangsaan, etnis, warna kulit atau agama lebih mungkin mengalami kekerasan atau pelecehan di tempat kerja daripada mereka yang tidak mengalami diskriminasi tersebut.

Ketiga organisasi tersebut mengatakan bahwa "statistik kekerasan dan pelecehan di dunia kerja bersifat sporadis dan langka" sehingga ILO bergabung dengan Lloyd’s dan Gallup untuk melaksanakan "latihan eksplorasi global pertama untuk mengukur pengalaman orang-orang itu sendiri."

Survei tersebut menggunakan data dari 2021 Lloyd’s Register Foundation World Risk Poll, yang merupakan bagian dari Gallup World Poll.

Hasilnya membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut, kata organisasi tersebut.

"Pada akhirnya, bukti yang lebih kuat akan membantu menempa undang-undang, kebijakan, dan praktik yang lebih efektif yang mendorong langkah-langkah pencegahan, mengatasi faksi risiko tertentu dan akar penyebab, serta memastikan bahwa para korban tidak dibiarkan sendiri dalam menangani kejadian yang tidak dapat diterima ini," kata ILO, Lloyd's, dan Gallup.

Menteri Teten Pecat Pegawai Kemenkop UKM yang Terlibat Kekerasan Seksual

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memecat pegawai Kemenkop UKM yang terlibat kekerasan seksual. (Dok Kemenkop UKM)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memecat pegawai Kemenkop UKM yang terlibat kekerasan seksual. (Dok Kemenkop UKM)

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melakukan pemecatan terhadap pegawai Kemenkop UKM yang terlibat kekerasan seksual. Ini merupakan rekomendasi dari berbagai pihak dan dengan pertimbangan matang.

Pertimbangan datang dari hasil rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Tim Independen perihal kasus kekerasan seksual yang terjadi pada 2019.

"Setelah melalui proses koordinasi dengan BKN, KemenPPPA, KASN dan rekomendasi dari Tim Independen, maka kami memberikan sanksi disiplin berupa pemecatan kepada dua PNS atas nama ZPA dan WH, serta satu PNS saudara EW berupa sanksi penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 1 tahun, sedangkan untuk pegawai inisial MM yang berstatus pegawai honorer dilakukan pemutusan kontrak kerja," kata Teten Masduki dalam keterangannya, Selasa (29/11/2022).

Kemudian, Kemenkop UKM juga telah melakukan pembatalan rekomendasi beasiswa kepada pegawai yang terlibat atas nama ZPA. Menteri Teten menjelaskan, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan kasus pelecehan seksual ini menjadi berlarut-larut.

"Terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), adanya perdamaian antara pelaku dan korban, pernikahan antara salah satu pelaku ZPA dengan korban ND, hingga hubungan kekerabatan yang cukup erat di lingkungan KemenKopUKM, menjadi kendala kami dalam menyelesaikan kasus ini," kata Teten.

Menteri Teten menegaskan pihaknya tidak menolerir perilaku kekerasan seksual dalam bentuk apapun di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM. Dirinya berkomitmen untuk menindak seluruh oknum yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual ini.

"Kami telah membentuk Majelis Kode Etik baru yang bersih dari relasi kekerabatan, baik dengan pelaku maupun korban sebagai tindak lanjut dari pembubaran Majelis Kode Etik yang telah dibentuk sebelumnya di tahun 2020," kata Menteri Teten.

Sanksi Tegas

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bertemu dengan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi. (Dok KemenkopUKM)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bertemu dengan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi. (Dok KemenkopUKM)

Melalui Majelis Kode Etik tersebut, lanjut Menteri Teten, akan memberikan sanksi tegas kepada para pejabat yang terlibat dalam pelanggaran dan mal-administrasi yang berdampak pada berlarutnya penyelesaian kasus ini. Termasuk pada pejabat yang memiliki kewenangan untuk menghukum, namun tidak memberikan hukuman disiplin kepada pegawai yang melakukan pelanggaran.

Dalam melakukan tindak pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di kemudian hari, Menteri Teten menjelaskan bahwa pihaknya akan membentuk tim independen internal untuk merespons pengaduan-pengaduan dan merumuskan SOP tentang tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan KemenKopUKM, serta memastikan adanya confidentiality (jaminan kerahasiaan data atau informasi).

“Salah satu temuan Tim Independen, yang menyebabkan penyelesaian kasus ini berlarut-larut, karena adanya hubungan kekerabatan yang cukup erat dilingkungan KemenKopUKM. Kedepan kami juga akan melakukan mapping sekaligus analisis tata kelola sumber daya manusia di lingkungan KemenKopUKM, hal ini menjadi upaya kami dalam memperbaiki sistem organisasi secara menyeluruh,” kata Menteri Teten.

Sedangkan terkait dengan perlindungan terhadap korban, Menteri Teten mengatakan bahwa KemenKopUKM akan berkoordinasi dengan LPSK dan KemenPPPA untuk memastikan hak-hak korban akan terpenuhi, baik dalam segi penanganan, perlindungan, maupun pemulihan.

Infografis Kenali Gejalanya dan Jurus Redam Covid-19 Omicron XBB
Infografis Kenali Gejalanya dan Jurus Redam Covid-19 Omicron XBB (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya