Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koperasi dan UKM menegaskan kalau koperasi simpan pinjam (KSP) tidak akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mengingat fungsinya sesuai dengan koperasi yang melayani anggotanya saja.
Deputi bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi menekankan kalau pengawasan KSP itu tetap ada di Kemenkop UKM. Dengan catatan, praktik KSP yang dijalankan sesuai dengan kaidah koperasi.
"Saya menegaskan kembali kalau KSP itu tidak diawasi oleh OJK," kata dia, ditulis Rabu (7/12/2022).
Advertisement
Kabar pengawasan koperasi oleh OJK santer muncul pasca pembahasan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Dimana, ada kategori koperasi yang diawasi oleh OJK.
Ahmad membenarkan hal itu. Menurutnya ada kategori koperasi yang bisa diawasi dan mengikuti aturan OJK. Koperasi ini yang disebut dengan koperasi open-loop. Disini, badan hukum koperasi bisa menjalankan bisnis di sektor industri jasa keuangan, seperti perbankan hingga asuransi. Pelayanannya pun bisa menyasar non anggota.
Sementara itu, koperasi dengan kategori close-loop seperti KSP tidak akan diawasi oleh OJK. Dengan catatan, KSP itu hanya menjalankan fungsi koperasi sebagaimana mestinya. Misalnya, memberikan layanan hanya diberikan bagi anggota koperasi.
"Qgenda krusial berikutnya adalah mengenai permurnian atau purifikasi praktik simpan pinjam koperasi. Di RUU mendatang KSP atau USP hanya boleh melayani anggota koperasi yang bersangkutan dan koperasi lain saja. Di luar itu tidak boleh dan bila melakukan, dikenakan pidana," tutur Ahmad.
"Ketentuan Calon Anggota pada PP 9 Tahun 1995 akan kami hapus, karena hal tersebut menjadi pintu/ celah simpan pinjam koperasi melayani di luar anggotanya. Kemudian juga Anggota Luar Biasa sebagaimana di UU 25/ 1992 akan kita hapus, karena banyak juga dimanfaatkan oleh koperasi-koperasi untuk berpraktik menyimpang," tambah dia.
Â
Masuk DPR Maret 2023
Rancangan Undang-undang (RUU) Perkoperasian ditarget selesai dibahas pada pertengahan tahun 2023 mendatang. Nantinya, ini akan menjadi payung hukum terbaru yang akan mengatur para koperasi.
Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan target tersebut. Kabarnya, RUU ini akan masuk ke meja parlemen pada Maret 2023, kemudian pembahasannya akan rampung di akhir masa sidang pertama, atau sekitar pertengahan tahun.
"RUU Perkoperasian tak perlu masuk prolegnas, ketika kita siap dapat persetujuan presiden, presiden bersurat ke DPR, ini kita bisa ktia harapkan tahun 2023 bisa masuk," kata dia kepada wartawan, ditulis Rabu (7/12/2022).
Kendati begitu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk RUU Perkoperasian bisa masuk ke meja pembahasan di parlemen.
Â
Advertisement
Tak Relevan
Salah satunya adalah rampungnya RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Karena, aturan ini yang akan menjadi acuan dalam penyusunan RUU Perkoperasian. Karena ada beberapa bagian aturan yang mencakup koperasi dalam beleid itu.
"RUU Perkoperasian ini merupakan kelanjutan dari putusan MK yang membatalkan UU No. 17 Tahun 2012, sehingga status RUU ini bersifat mendesak dan dibutuhkan untuk menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 yang sudah out of dated, sudah berusia 30 tahunan," sambung Ahmad.
Ahmad Zabadi menyampaikan kalau RUU Perkoperasian pernah akan masuk ke bahasan DPR di akhir tahun 2019. Hanya saja, beberapa hari sebelumnya, ada poin-poin yang perlu dibahas lebih lanjut. Sehingga urung dibahas di meja parlemen.
Â
Atur Pengawasan Hingga Sanksi Pidana
Lebih lanjut Ahmad menerangkan bagian-bagian penting dalam RUU Perkoperasian ini. Misalnya, Pengawasan dengan menginisiasi Otoritas Pengawas Koperasi, untuk meningkatkan kepatuhan koperasi, prudensial dan profesionalisme koperasi.
"Pengawasan ini menjadi isu krusial karena membutuhkan standar tertentu. Ke depan kami menghendaki standar pengawasan oleh OPK ini seperti standarnya OJK, sehingga KSP bisa benar-benar naik kelas," katanya.
Kemudian adanya aturan mengenai penjaminan, dengan membangun Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi. Tujuannya untuk melindungi simpanan-simpanan anggota khususnya bagi Koperasi Simpan Pinjam. Lalu, Apex, dengan mengatur dan mengonsolidasi lembaga apex koperasi keuangan yang ada, tujuannya untuk menjadi solusi likuditas bagi KSP atau Unit Simpan Pinjam.
Selanjutnya soal penyehatan, dengan membangun Komite Penyehatan Koperasi Simpan Pinjam. Sehingga dapat menjadi solusi ketika ada koperasi yang mengalami masalah. Serta sanksi, dengan mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran atau penyelewengan praktik berkoperasi. Tujuannya untuk memberi kepastian hukum, menimbulkan efek jera sehingga badan hukum koperasi tidak disalahgunakan.
"Selain pilar-pilar utama di atas, RUU mendatang juga memetakan berbagai lembaga-lembaga pendukung lain yang relevan sehingga dapat disinergikan bersama untuk membangun koperasi di Indonesia, baik sektor keuangan maupun sektor riil," pungkas Ahmad.
Advertisement