Liputan6.com, Jakarta Ombudsman menemukan adanya laporan terkait maladministrasi dalam pembelian rumah berbasis Kredit Pemilikan Rumah atau KPR pada pemenuhan sertifikat konsumen.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, laporan yang masuk ke pihaknya terkait kasus beli rumah KPR melibatkan bank BUMN ini di sepanjang 2022 ini memang masih kecil, baru ada 22 laporan.
Baca Juga
"Bentuknya dibanding laporan asuransi yang berjumlah ratusan laporan yang sedang ditangani, laporan terkait KPR ini dinilai masih sangat sedikit dan masih bisa diselesaikan. Namun demikian, kami melihat potensi pengaduan terkait KPR ini ke depan akan semakin besar," ujarnya dalam sesi konferensi pers, Kamis (29/12/2022).
Advertisement
Guna mengantisipasi laporan yang semakin besar, Ombudsman lantas membuat sebuah kajian terkait itu. Yeka menyebut, paling tidak ada tiga pihak besar yang terlibat dalam perjanjian penyedian perumahan.
Pertama, konsumen yang membeli rumah, kedua penyedia kredit, ketiga developer atau pengembang yang membuat rumah sehingga rumah itu bisa ditempati konsumen.
"Namun demikian, seringkali banyak kasus yang kami antisipasi, kreditnya sudah lunas, namun demikian sertifikat belum dapat. Kami lihat kenapa persoalan ini terjadi, mulai dari developer yang mangkrak dan sebagainya," imbuh Yeka.
"Beberapa kasus yang sedang kami tangani, contohnya kasus di Jawa Timur, ada pengembang yang sudah mangkrak bahkan tidak bisa ditelusuri lagi. Tapi konsumen tidak bisa mendapatkan sertifikatnya," bebernya.
Kementerian ATR/BPN
Menurut dia, Kementerian ATR/BPN pun tidak serta merta bisa bantu menerbitkan sertifikat rumah KPR bagi konsumen, lantaran hak penggunanya tidak ada.
Upaya penerbitan sertifikat itu pun dicoba ke pengadilan, agar mau memberikan kuasa kepada bank untuk meminta sertifikat ke ATR/BPN.
"Namun ternyata kasus yang kami tangani tidak demikian. Bahkan pengadilan menolak permohonan BTN, sehingga konsumen tidak mendapat keadilan," kata Yeka.
Lebih lanjut, Yeka lantas membuka sebaran data temuan terkait sertifikat belum diterima meski telah melakukan pelunasan kredit. Berdasarkan hasil monitoring, Ombudsman RI menemukan lebih dari 600 permasalahan KPR di 7 lokasi berbeda, yakni Medan, Bandung, Sumedang, Garut, Bitung, dan Gresik (2 lokasi).
"Kalau misalnya kredit rata-rata sebesar Rp 200 juta, berarti sudah Rp 120 miliar. Ini baru yang kami temukan, belum tempat lain yang belum kami jangkau," terang Yeka.
"Mirip juga dengan kasus Meikarta yang sekarang masyarakat ramai-ramai menuntut. Ini adalah permasalahan yang tidak dimitigasi hak-hak konsumen dalam mencari keadilan ke mana," tegasnya.
Advertisement
Bentuk Tim
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) serius menangani pengaduan nasabah terkait keterlambatan penyerahan sertifikat dengan membentuk Tim Task Force Penyelesaian Sertifikat.
Tim khusus yang berada di bawah Credit Operation Division (COD) tersebut bertugas melakukan profiling guna upaya percepatan penyelesaian sertifikat, serta melakukan Freeze kepada Notaris/PPAT yang tidak perform.
"Pembentukan tim ini menjadi bukti keseriusan Bank BTN dalam merespon adanya segelintir pengaduan nasabah yang mengalami keterlambatan penyerahan sertifikat setelah KPR-nya lunas," kata Direktur Human Capital Compliance & Legal BTN Eko Waluyo, usai menghadiri rapat konsultasi dengan Ombudsman Republik Indonesia, di Jakarta, Kamis (29/12).
Menurut Eko, hingga Desember 2022 jumlah pengaduan nasabah terkait keterlambatan penyerahan sertifikat angkanya masih sangat kecil.
Berdasarkan data Ombudsman Republik Indonesia, jumlah pengaduan konsumen terkait keterlambatan penyerahan sertifikat di seluruh Indonesia jumlahnya hanya sekitar 22 pengaduan.
Meski demikian, BTN tetap merasa perlu menindaklanjuti adanya pengaduan konsumen tersebut. Selain membentuk Tim Task Force, Bank BTN juga telah melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) terkait percepatan penyelesaian Sertifikat dengan pihak Kementerian ATR/BPN.
"PKS antara Bank BTN dengan Kementerian ATR/BPN tersebut, selanjutnya diikuti dengan penandatangan dengan Kanwil BPN dan 206 Kantor Pertanahan, pembentukan Pokja antara BTN, Notaris dan Kantor Pertanahan serta membuat program One Day Service (ODS) terkait penerbitan Sertifikat," kata Eko.