IMF Ramal Sepertiga Ekonomi Dunia Bakal Resesi di 2023

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva : kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 03 Jan 2023, 11:54 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2023, 11:10 WIB
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Dok: Twitter @KGeorgieva

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva memperingatkan bahwa sepertiga dari ekonomi global akan mengalami resesi tahun ini.

"Kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi," kata Georgieva, dikutip dari BBC, Selasa (3/1/2023).

"Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," ujarnya dalam program berita CBS Face the Nation.

Georgieva sebelumnya juga sudah mengatakan bahwa 2023 akan menjadi tahun yang "lebih sulit" daripada tahun lalu karena Amerika Serikat, Eropa, dan China melihat perlambatan ekonomi.

Perlambatan ini didorong sejumlah isu global yang membebani ekonomi global, salah satunya adalah perang Rusia-Ukraina, lonjakan inflasi, suku bunga yang tinggi, dan penyebaran Covid-19 di China.

Georgieva pun memperingatkan bahwa China, yang merupakan negara ekonomi terbesar kedua di dunia, akan menghadapi awal tahun 2023 yang sulit.

"Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi China, dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, pertumbuhan global juga bisa negatif," sebutnya.

Tak hanya negara Barat, Komentar Georgieva juga tidak terkecuali bagi negara Asia yang mengalami tahun yang sulit di 2022.

IMF pada Oktober 2022 telah memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023 ini. Penurunan proyeksi IMF didorong oleh perang di Ukraina yang berkepanjangan serta suku bunga yang tinggi di berbagai bank sentral di seluruh dunia untuk mengendalikan inflasi.

Bagaimana Pandangan Ekonom?

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Katrina Ell, seorang ekonom di Moody's Analytics di Sydney, memberikan pandangannya tentang ekonomi dunia.

"Sementara baseline kami menghindari resesi global selama tahun depan, kemungkinan salah satunya sangat tidak nyaman. Eropa, bagaimanapun, tidak akan lolos dari resesi dan AS tertatih-tatih di ambang (resesi)," katanya.

"Pembatasan Covid-19 domestik yang dilonggarkan China bukanlah peluru perak. Transisi akan bergelombang dan menjadi sumber volatilitas setidaknya hingga bulan Maret," sebut Ell.

Adapun Bill Blaine, ahli strategi dan kepala aset alternatif di Shard Capital, menggambarkan peringatan IMF sebagai alarm saat menyambut Tahun Baru 2023.

"Meskipun pasar tenaga kerja di seluruh dunia cukup kuat, jenis pekerjaan yang diciptakan belum tentu bergaji tinggi dan kita akan mengalami resesi, kita tidak akan melihat suku bunga turun secepat yang dipikirkan pasar," katanya kepada program Today di BBC Radio 4.

"Hal itu akan menciptakan serangkaian konsekuensi yang akan membuat pasar gelisah setidaknya selama paruh pertama tahun 2023," pungkasnya.

IMF: 2023 Bakal Jadi Tahun yang Sulit

Logo IMF
(Foto: aim.org)

Tahun 2023 akan menjadi tahun yang sulit bagi ekonomi global karena mesin utama pertumbuhan global yakni Amerika Serikat, Eropa dan China - semuanya mengalami pelemahan. 

Hal itu disampaikan oleh Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva.

Dikutip dari Channel News Asia, Senin (2/1/2023)  Kristalina Georgieva mengatakan bahwa tahun baru akan menjadi "lebih sulit daripada tahun yang kita lalui sebelumnya".

"Mengapa? Karena tiga ekonomi besar - AS, UE, dan China - semuanya melambat secara bersamaan," ujarnya pada program berita Minggu pagi CBS Face the Nation.

"Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun, pertumbuhan China pada 2022 berada di bawah atau di bawah pertumbuhan global," lanjutnya.

Selain itu, kasus Covid-19 di negara itu dalam beberapa bulan ke depan juga diprediksi masih akan menekan ekonominya tahun ini dan menyeret pertumbuhan regional dan global, kata Georgieva, yang melakukan perjalanan ke China dengan IMF akhir bulan lalu.

Seperti diketahui, China telah melonggarkan kebijakan nol-Covid-19 dan memulai pembukaan kembali pada ekonominya, meskipun konsumen tetap waspada ketika kasus virus corona melonjak.

Dalam pernyataan publik pertamanya sejak perubahan kebijakan Covid-19, Presiden Xi Jinping pada 31 Desember 2022 menyatakan China akan memasuki "fase baru".

"Saya berada di China pekan lalu, dalam gelembung di kota di mana tidak ada Covid-19. Tapi itu tidak akan bertahan begitu orang-orang mulai bepergian," sebut Georgieva.

"Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi China, dan dampaknya terhadap pertumbuhan China akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, dampak terhadap pertumbuhan global akan negatif," pungkasnya.

Prediksi IMF Soal Ekonomi Global

Pertumbuhan Ekonomi 2022 Akan Meningkat
Anak-anak dengan latar gedung bertingkat bermain di Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi, pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dari pertumbuhan 3,69 persen pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pada Oktober 2022, IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global untuk 2023, mencerminkan hambatan yang terus berlanjut dari perang di Ukraina serta tekanan inflasi dan suku bunga tinggi oleh Federal Reserve AS.

Di bulan yang sama, IMF juga mematok pertumbuhan produk domestik bruto China tahun lalu sebesar 3,2 persen - setara dengan prospek global untuk tahun 2022.

Pada saat itu, IMF melihat pertumbuhan tahunan China untuk 2023 akan meningkat menjadi 4,4 persen sementara aktivitas global melambat lebih lanjut.

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya