Program Solar Campur Minyak Sawit B30 Mampu Hemat Devisa Rp 122 Triliun

Mulai 1 Februari 2023, pemerintah memulai program pencampuran biodiesel atau solar sampur minyak sawit 35 persen (B35) dengan alokasi mencapai 13,15 juta KL.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Feb 2023, 16:30 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2023, 16:30 WIB
Uji Coba Penggunaan Bahan Bakar B30
Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menjalankan program mencampur solar dengan minyak sawit atau biodiesel beberapa waktu agar penyerapan produk kelapa sawit menjadi maksimal. Program biodiesel ini berjalan bertahap mulai dari B10 atau campuran solar dengan minyak sawit sebesar 10 persen, kemudian B20, berlanjut B30, hingga saat ini sudah mencapai B35 persen. 

Direktur Bioenergi Edi Wibowo Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mencatat bahwa program mandatori biodiesel telah menghemat devisa negara sebanyak USD 8,34 miliar atau Rp 122,65 triliun. Jumlah tersebut dari penyaluran 10,5 juta kilo liter (KL) di sepanjang 2022.Hal ini terjadi karena PT Pertamina (Persero) telah mengurangi jumlah  impor minyak mentah. 

"Dari program mandatori B30, kita menghemat devisa dengan tidak mengimpor dari pada minyak sekitar Rp 122,64 triliun," kata Edi dalam Webinar Problematika Minyak Goreng, Jakarta, Sabtu (4/2/2023).

Selain menghemat devisa, program Mandatori B30 juga mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 1,3 juta orang. Kemudian, pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sekitar 27,8 juta ton CO2.

"Ini karena B30 lebih ramah lingkungan, sehingga ikut mengurangi emisi," ucap Edi. 

Mulai 1 Februari 2023, pemerintah akan mulai memberlakukan program pencampuran biodiesel 35 persen (B35) pada bahan bakar minyak (BBM) diesel/solar dengan alokasi mencapai 13,15 juta KL.

Adapun, nilai penghematan devisa dari penerapan B35 pada tahun ini sebesar USD 10,75 miliar. Nilai ini sekitar Rp 161 triliun. 

olar Campur Minyak Sawit 35 Persen Mulai Dijual 1 Februari 2023

Uji Coba Penggunaan Bahan Bakar B30
Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Mahmud menjelaskan, pemerintah mulai menjalankan program B35 atau solar campur biodiesel dari kelapa sawit sebesar 35 persen pada 1 Februari 2023.

Musdalifah menjelaskan, mandatori B35 ini telah dimulai dengan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan sejak tahun lalu. Setelah uji coba sukses berjalan, pemerintah telah menyebar B35 ke SPBU pada akhir Desember 2022.

"Penyaluran biodiesel dalam program B35 kali ini diperkirakan mencapai 13,15 juta liter," kata Musdalifah dalam Energy Corner Special B35, Selasa (31/1/2023).

Menurutnya, implementasi program B35 ini bukan hanya untuk keseimbangan energi saja tetapi juga ada banyak manfaat lain. Ia pun menjabarkan bahwa B35 ini mendukung penciptaan tenaga kerja baru, menciptakan penurunan emisi gas rumah kaca, hingga melakukan penyelamatan devisa negara karena mengurangi pembelian energi fosil dari luar negeri.

"Kita menjalankan energi biru untuk rakyat kita, Kementerian perhubungan dapat menghirup udara yang lebih baik dibandingkan kita menghirup udara dari energi fosil.

Maka dari itu, Kemenko Perekonomian mengapresiasi kepada seluruh pelaku industri dan Kementerian Perindustrian yang turut mendukung terwujudnya B35 ini, kemudian untuk badan usaha bahan bakar minyak sebagai pihak yang melakukan pencampuran maupun kepada seluruh badan usaha BBM sebagai produsen-produsen biodiesel.

Ia melanjutkan, sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, terdapat 16,3 juta hektar lahan di Indonesia yang ditanami kelapa sawit. Disamping itu, tercatat 16 juta masyarakat perekonomiannya bergantung pada kelapa sawit.

"Ada 16,3 juta hektar yang ditanami oleh kelapa sawit dan sekitar 16 juta rakyat kuta tergantung dari adanya ekonomi kelapa sawit," katanya.

 

Kolaborasi Program B35 dan Bursa Acuan Bakal Perkuat Sawit Indonesia

Realisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Dalam Negeri
Petugas mengisi bahan bakar jenis Biosolar pada kendaraan di SPBU Pertamina di Jakarta, Rabu (17/2/2021). Pemerintah terus berupaya menekan impor bahan bakar minyak, di antaranya melalui program mandatori biodiesel yang ditingkatkan menjadi B30 sejak awal tahun lalu. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, menilai pembentukan indeks/bursa harga acuan komoditas plus program B35 bakal memperkuat posisi industri sawit Indonesia di tingkat global.

Program B35 sebagai campuran minyak sawit 35 persen dan 65 persen BBM jenis solar ini rencana mulai diterapkan per 1 Februari 2023.

Sahat meyakini, program B35 akan mengangkat konsumsi minyak sawit mentah (CPO) di dalam negeri, yang selama ini lebih sering dilempar ke pasar ekspor.

"Sangat bagus itu (B35), tambah konsumsi dalam negeri. Kalau porsi ekspor bisa berubah enggak masalah, karena harga lebih bagus lagi," kata Sahat di Kantor KPPU, Jakarta, Jumat (20/1/2023).

Menurut catatannya, saat ini dunia butuh suplai minyak sawit sekitar 248 juta ton per tahun. Jumlah itu terus bertambah 3 persen setiap tahunnya, atau sekitar 7 juta ton.

Oleh karenanya, ia mengajak para produsen sawit Tanah Air untuk menjemput peluang tersebut, dan tidak mengeluhkan kebijakan B35 yang dicanangkan pemerintah.

"Mereka harus bisa tingkatkan produktivitas, sekarang itu paling tidak 25 ton tandan buah sawit per hektar per tahun. Jangan cuma 12 ton, apalagi petani kita itu perlu dibantu," ungkap Sahat.

Bursa Komoditas

Di sisi lain, Sahat juga mendukung keras rencana pembentukan bursa hargaacuan komoditas, termasuk harga acuan sawit. Dengan catatan pengelola bursa komoditi itu berasal dari pihak independen yang tidak menggeluti bisnis sawit.

"Saya sangat setuju. Itu perlu didukung. Yang persoalannya adalah kalau ada bursa komoditi ini, itu pengelolanya jangan ikut campur yang berbisnis sawit. Jadi harus ada independent party," kata Sahat.

"Kalau tidak (dikelola oleh pengusaha non-sawit), ya itu udah tidak benar. Itu yang perlu dicegah," tegas dia.

infografis journal
infografis 10 Daerah Penghasil Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia pada 2021. (Liputan6.com/Tri Yasni).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya