Liputan6.com, Jakarta Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai pemberian insentif untuk Kendaraan Bermotor listrik berbasis Baterai (KBLBB) atau subsidi motor listrik rawan akan penyelewengan atau korupsi.
"Insentif kendaraan listrik membahayakan, rawan penyelewengan. Kan syaratnya TKDN 40 persen yang konversi, nah cara menemukan bengkel konversi gimana? nanti muncul calo konversi," kata Djoko kepada Liputan6.com, Selasa (7/3/2023).
Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawasi terkait program insentif KBLBB tersebut. Jangan sampai terjadi penyelewengan anggaran.
Advertisement
Subsidi Motor Listrik Rp 7 juta
Sebagai informasi, Pemerintah akan memberikan insentif sebesar Rp 7 juta per unit untuk 200 ribu unit motor listrik baru dan 50 ribu motor listrik konversi. Selain itu, Pemerintah juga akan memberikan insentif untuk 35.900 unit mobil listrik, dan 138 unit bus.
Menurut Djoko, lebih baik anggaran insentif kendaraan listrik dialihkan untuk mensubsidi transportasi umum listrik. Berdasar pengamatannya, program yang diformulasikan pemerintah saat ini masih kurang tepat, karena bisa menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
"KPK masuk saja diawasi, karena aturannya tidak jelas mau diberikan kesiapanya. Ada baiknya kebijakan tersebut ditinjau ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan visi ke depan transportasi Indonesia," tegasnya.
Â
Komunitas Juga Tak Setuju
Bukan hanya dirinya saja yang tidak setuju dengan program tersebut, melainkan banyak pihak yang satu suara dengannya, salah satunya komunitas pegiat sepeda motor.
Saat ini kendaraan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia adalah transportasi umum yang berbasis listrik, baik di perkotaan maupun di daerah.
"Saat ini yang sangat diperlukan rakyat Indonesia itu angkutan umum berbasis listrik, itu bisa diwujudkan di dalam negeri tidak perlu impor," ujarnya.
Â
Advertisement
Saran ke Pemerintah
Djoko menyarankan, lebih baik pemerintah mengalokasikan subsidi kendaraan listrik untuk daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan kepulauan.
Daerah-daerah yang sulit mendapatkan BBM (bahan bakar minyak), daripada menambah BBM dengan ongkos angkut yang mahal, memberikan insentif untuk mendapatkan kendaraan listrik dirasa lebih menghemat anggaran negara.
"Dengan memberikan subsidi pada kendaraan listrik di Daerah 3 T, nantinya bisa berfokus pada perbaikan infrastruktur listrik yang tersedia. Sembari menyuplai bahan bakar untuk pembangkit listrik di daerah tersebut secukupnya. Infrastruktur listrik juga perlu perbaikan, sehingga ekosistem akan terbangun dan ketergantungan BBM bisa dikurangi," pungkasnya.