Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus ada indikasi korupsi dari proyek jalan tol sejak 2016. Ada juga sederet poin yang disebut sebagai kelemahan, mulai dari proses lelang hingga benturan kepentingan.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit langsung mengambil langkah. Dia menyebut ada sejumlah hal yang diambilnya, termasuk evaluasi dalam tata kelola jalan tol.
Baca Juga
"Akan ada rencana aksi atas rekomendasi tersebut," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (8/3/2023).
Advertisement
Rekomendasi Sudah Dijalankan
Dia mengatakan, beberapa dari rekomendasi yang disebut bahkan sudah dijalankan. Kendati begitu, Danang tak merinci aspek mana saja yang sudah dijalankan pihaknya.
"Beberapa diantaranya sudah kita lakukan dan sudah on the track dalam perbaikan tata kelola nya," terangnya.
Ketika ditanya mengenai perbaikan dan evaluasi soal indikasi korupsi, Danang kembali menyebut kalau titik beratnya berada pada pembenahan tata kelola. Itu yang disebut jadi satu poin penting rekomendasi KPK.
"Rekomendasi KPK fokus pada penyempurnaan tata kelola dan proses bisnis dari jalan tol," pungkasnya.
Â
Indikasi Korupsi
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium adanya indikasi korupsi dari proyek pengadaan jalan tol sejak 2016. Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibatnya potensi tembus Rp 4,5 triliun.
Komisi antirasuah tersebut menciduk adanya benturan kepentingan hingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang abai akan tugasnya dalam membangun jalan bebas hambatan di dalam negeri.
"Sejak tahun 2016, pembangunan jalan tol mencapai 2.923 km, nilai investasi Rp 593,2 triliun. KPK menemukan titik rawan korupsi yaitu lemahnya akuntabilitas lelang, benturan kepentingan, dan BUJT tidak melaksanakan kewajiban, menimbulkan potensi kerugian keuangan negara Rp 4,5 triliun," tulis KPK melalui akun Twitter KPK_RI, Selasa (7/3/2023).
Â
Advertisement
Tata Kelola Jalan Tol
Menurut laporan KPK, ditemukan adanya masalah tata kelola jalan tol sejak proses perencanaan. KPK mencatat peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan masih menggunakan aturan lama.
Akibatnya, rencana pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi dana pengadaan tanah.
Kedua, terkait proses lelang. KPK mencatat dokumen lelang tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Sehingga, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan.
Â
Pengawasan
Masalah berikutnya, proses pengawasan. KPK menemukan belum ada mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT. Alhasil, pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.
Lalu, potensi benturan kepentingan. KPK mencatat investor pembangunan didominasi oleh kontraktor BUMN Karya atau sebesar 61,9 persen. Akibatnya terjadi benturan kepentingan dalam proses pengadaan jasa konstruksi.
Kemudian, tidak ada aturan lanjutan. Menurut temuan, belum ada aturan tentang penyerahan pengelolaan jalan tol lebih lanjut. Akibatnya mekanisme pasca pelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu.
"KPK kemudian menyampaikan evaluasi dan rekomendasi kepada Kementerian PUPR untuk memperbaiki tata kelola jalan tol, serta menutup titik rawan korupsi yang dimaksud," tulis KPK.
Advertisement