Siap-Siap, BI Diprediksi Bakal Turunkan Suku Bunga Acuan ke 5 Persen di Akhir 2023

Chief Economist Citibank Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman memproyeksikan Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) mulai akhir kuartal III-2023.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2023, 15:20 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2023, 15:20 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia (2)
Chief Economist Citibank Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman memproyeksikan Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) mulai akhir kuartal III-2023.

Liputan6.com, Jakarta Chief Economist Citibank Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman memproyeksikan Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) mulai akhir kuartal III-2023.

Tak tanggung-tanggung, Helmi memproyeksikan penurunan suku bunga akan menjadi 5 persen pada penghujung tahun ini dari 5,75 persen.

"Penurunan suku bunga dilakukan secara gradual (bertahap) sebanyak 3 kali, masing-masing sebanyak 0,25 persen ya," ungkapnya kepada awak media di kawasan SCBD Senayan, Jakarta, Senin (15/5).

Helmi menyampaikan penurunan suku bunga acuan tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Dari sisi eksternal diperkirakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) mulai menghentikan tren kenaikan suku bunga acuran seiring melambatnya laju inflasi.

"Kalau kita lihat misal The Federal Reserve sudah akan mencapai puncaknya. Prediksi pasar Juni nggak naik lagi," terangnya.

Setali tiga uang, laju inflasi di Indonesia juga diyakini terus mengalami tren penurunan dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini diyakini menjadi pertimbangan utama Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan menjadi 5 persen.

"Dan di kuartal III-2023 inflasi domestik itu akan kembali turun perkiraan kami September naik 3 persen," pungkasnya.


The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,25 Persen, Indonesia Perlu Was-was?

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Federal Reserve (Fed) atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) resmi menaikkan suku bunga sebesar 0,25 persen. Dengan kenaikan ini, maka suku bunga acuan The Fed berada di kisaran 5 persen dan 5,25 persen. Langkah ini dalam menstabilkan angka inflasi yang mengganas.

Diketahui, kenaikan suku bunga itu adalah yang tertinggi dalam 16 tahun. Namun, The Fed telah mengisyaratkan bahwa kenaikan kali ini mungkin akan menjadi yang terakhir untuk saat ini.

Lantas bagaimana pengaruhnya terhadap Indonesia?

Gubernur Bank Indonesia(BI), Perry Warjiyo mengaku tidak kaget dengan kenaikan suku bunga tersebut karena sebelumnya Bank Indonesia telah memprediksi kenaikan tersebut.

"Pertanyaannya tentu saja bahwa Fed fund rate seusai prediksi BI, kemarin kenaikan terakhir 5,25 persen akan melihat kembali dampak pengetatan yang dilakukan pada penurunan inflasi disana. Itu sesuai dengan prediksi BI," ujar Perry dalam konferensi pers, Senin (8/5/2023).

Perry menegaskan, meskipun The Fed menaikkan suku bunga, Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga dalam negeri. Seba tekanan inflasi di Indonesia terus menurun dan mendukung stabilitas perekonomian.

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) secara bulanan tercatat 0,18 persen (mtm) lebih rendah dari pola historisnya di periode awal bulan Ramadhan, sehingga secara tahunan turun dari level bulan sebelumnya sebesar 5,47 persen (yoy) menjadi 4,97 persen (yoy).

 


Tekanan Inflasi

Tingkat Inflasi Inggris di Februari Melonjak Jadi 10,4 Persen
Angka tersebut melesat jauh bila dibandingkan dengan indeks inflasi di bulan sebelumnya yang hanya dipatok 10,1 persen. (AP Photo/Alberto Pezzali)

Tekanan inflasi yang terus menurun tersebut dipengaruhi oleh dampak positif kebijakan moneter Bank Indonesia yang pre-emptive dan forward looking serta sinergi yang erat dalam pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah.

Oleh karena itu, Bank Indonesia pun optimis, kenaikan Fed Fund rate sebesar 5,25 persen kemungkinan akan menjadi yang terakhir di tahun ini. Oleh karena itu, Bank Indonesia semakin percaya diri jika nilai tukar rupiah Indonesia akan menguat.

"Dengan kenaikan Fed Fund rate 5,25 persen itu mungkin yang terakhir, makannya Bank Indonesia semakin confident rupiahnya akan menguat. Tempo hari belum menguat karena belum ada kepastian dari fed fund rate, sekarang ada kepastian dan rupiah bakal menguat mengarah pada nilai fundamentalnya," pungkasnya. 

Tekanan inflasi yang terus menurun tersebut dipengaruhi oleh dampak positif kebijakan moneter Bank Indonesia yang pre-emptive dan forward looking serta sinergi yang erat dalam pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah.

Oleh karena itu, Bank Indonesia pun optimis, kenaikan Fed Fund rate sebesar 5,25 persen kemungkinan akan menjadi yang terakhir di tahun ini. Oleh karena itu, Bank Indonesia semakin percaya diri jika nilai tukar rupiah Indonesia akan menguat.

"Dengan kenaikan Fed Fund rate 5,25 persen itu mungkin yang terakhir, makannya Bank Indonesia semakin confident rupiahnya akan menguat. Tempo hari belum menguat karena belum ada kepastian dari fed fund rate, sekarang ada kepastian dan rupiah bakal menguat mengarah pada nilai fundamentalnya," pungkasnya. 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya