Jurus PLN Balikkan Keadaan Usai Diramal Hampir Ambruk

PLN kebebanan dengan penambahan pasokan yang diperkirakan sebesar 7 gigawatt (GW) pada 2021. Namun, penambahan beban listrik hanya sebesar 1,1 GW. Artinya ada kelebihan pasokan (over supply) sekitar 6 GW.

oleh Arief Rahman H diperbarui 05 Jul 2023, 20:40 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2023, 20:40 WIB
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo berkomitmen untuk terus meningkatkan belanja dalam negeri ini. Hal ini juga sejalan dengan target peningkatan TKDN yang terus tumbuh di PLN. (Dok PLN)
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkap kalau keuangan perusahaan listrik pelat merah itu pernah diramal hampir ambruk. (Dok PLN)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkap kalau keuangan perusahaan listrik pelat merah itu pernah diramal hampir ambruk. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kelebihan pasokan (supply) listrik di Pulau Jawa pada 2021.

Dia mengisahkan, pada tahun itu, PLN kebebanan dengan penambahan pasokan yang diperkirakan sebesar 7 gigawatt (GW). Namun, penambahan beban listrik hanya sebesar 1,1 GW, artinya ada kelebihan pasokan (over supply) sekitar 6 GW.

"Nah tentu saja, pada waktu itu diprediksi kondisi keuangan PLN akan ambruk pak, dengan kondisi yang sangat sulit itu. Tetapi kami pertama ya tentu saja meningkatkan demand pak dengan berbagai upaya yang tadi kami paparkan," bebernya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7/2023).

Sejalan dengan itu, upaya yang diambil adalah melakukan negosiasi ulang dengan independent power producer (IPP) yang masuk dalam ekosistem PLN. Utsmanya menyoroti soal kemungkinan pasokan listrik bisa ditunda dengan batas waktu tertentu.

"Kami menyampaikan apa adanya adalah kontrak PPA-nya itu dulu dengan asumsi yang ada itu fair. Tetapi, sejalan dengan perjalanan waktu ternyata asumsi itu tidak terpenuhi," ujarnya.

"Sehingga demand risk ada di kami, maka ini menjadi beban di kami, nah untuk itu kami mengajukan penangguhan agar pembangkitnya itu masuknya bisa ditunda atau kontraknya take or pay nya bisa dikurangi," sambungnya.

Gayung bersambut. Ternyata, PLN berhasil mengantongi persetujuan dari IPP tersebut. Alhasil, ada kontrak yang bisa ditunda dalam jangka waktu beragam.

"Itu ada yang berhasil ditunda bisa 2 tahun ada yang 16 bulan ada 18 bulan dan kemudian ada kontrak yang bisa dikurangi sehingga penguranagn take or pay yang berhasil kami renegosiasikan itu Rp 47 triliun," paparnya.

 

Laporan Keuangan Terbaik

Kantor Pusat PLN
Kantor Pusat PLN

Upaya itu berbuah manis. Darmawan menjelaskan, hasil renegosiasi ditambah dengan upaya meningkatkan permintaan (demand) listrik, berhasil membuat laporan keuangan PLN menjadi lebih baik.

Tercatat, kata dia, laporan keuangan atas kinerja tahun 2021 menjadi yang terbaik sepanjang sejarah PLN. Tak hanya itu, keberhasilan merembet hingga mencatatkan keuangan terbaik lagi tahun 2022.

"Di tahun 2022 (kinerja tahun 2021) memang laporan keuangan kami adalah laporan keuangan terbaik dalam sejarah PLN dengan kondisi covid 19 pak karena ada 2 sisi, baik demand dan juga supply nya juga kami selesiakan dengan baik. Ditahun 2021 ini laporan kuangan terbaik," urainya.

"Kemudian di tahun 2022 lagi-lagi kami juga bisa membukukan laproan keuangan terbaik, jadi 2 tahun berturut-turut laporan keuangan menjadi terbaik," pungkasnya.

 

Implementasi EBT

Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo  dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7/2023). Darmawan mengungkap rencana pengurangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). (Arief/Liputan6.com)
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7/2023). Darmawan mengungkap rencana pengurangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). (Arief/Liputan6.com)

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkap rencana pengurangan penyediaan listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Ini jadi bagian PLN membidik implementasi energi baru terbarukan (EBT) yang lebih luas.

Langkah ini, kata Darmawan, sejalan dengan upaya untuk menekan emisi karbon. Dimana pemerintah menargetkan nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060 mendatang.

"Pertama, kita sudah melakukan penghapusan 13,3 GW PLTU dalam fase perencanaan yang artinya ini adalah avoiding, menghindari emisi gas rumah kaca sebesar 8 MT selama 25 tahun," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7/2023).

Di sisi lain, PLN juga sudah melakukan pembatalan power purchase agreement (PPA) atau perjanjian jual-beli listrik sebesar 1,3 GW untuk PLTU. Lewat upaya ini, PLN mampu menekan sekitar 179 juta MT CO2 selama 25 tahun.

 

Upaya Lainnya

Lalu, PLN juga telah mengganti 1,1 GW listrik dari PLTU dalam fase perencanaan dan menggantinya dengan pembangkit EBT. Artinya, ini mengurangi emisi karbon sebesar 150 juta ton selama 25 tahun.

"Kami juga mengganti sekitar 800 MW PLTU dengan pembangkit gas ini mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 60 persen dibandingkan dengan PLTU batu bara," jelasnya.

Darmawan juga melakukan co-firing biomassa pada 37 PlTU dan akan mencapai 52 PLTU pada 2025. Lalu, menjalankan program dedieselisasi sebesar 1 GW. Serta, ada uji coba carbon trading di 26 PLTU.

"Kemudian dalam proses ini kami merancang RUPTL yang paling hijau dalam sejarah PLN dan juga dalam sejarah Indonesia yaitu 21 GW penambahan pembangkit EBT atau 51,6 persen penambahan pembangkit adalah berasal dari EBT," paparnya.

Infografis
Infografis Hemat Listrik, Kantong Aman Bumi Senang. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya