BUMN Bakal Dapat Akses Khusus di Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Uni Eropa IEU-CEPA

Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas bersama jajarannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 13 Juli 2023, guna membahas mengenai penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

oleh Septian Deny diperbarui 14 Jul 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2023, 10:00 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa lima isu strategis perlu untuk segera diselesaikan agar perundingan IEU-CEPA dapat selesai akhir 2023.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa lima isu strategis perlu untuk segera diselesaikan agar perundingan IEU-CEPA dapat selesai akhir 2023. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas bersama jajarannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 13 Juli 2023, guna membahas mengenai penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

Dalam keterangannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa lima isu strategis perlu untuk segera diselesaikan agar perundingan IEU-CEPA dapat selesai akhir 2023.

“Diharapkan kalau lima isu ini bisa selesai maka di akhir tahun ini IEU-CEPA bisa diselesaikan. Tinggal 1 perundingan lagi,” ujarnya.

Airlangga menjelaskan, isu strategis pertama yang dibahas yaitu mengenai belanja atau pembelian pemerintah. Menurut Menko Airlangga, Uni Eropa meminta agar Indonesia melakukan belanja pemerintah secara terbuka.

“Indonesia mengusulkan bahwa kita akan menyiapkan positive list mana kita bisa berikan untuk akses daripada internasional,” lanjutnya.

Selanjutnya, terkait isu mengenai badan usaha milik negara (BUMN), Airlangga menuturkan bahwa posisi BUMN Indonesia saat ini ada yang mendapatkan penugasan khusus dan tidak. Dalam IEU-CEPA, Airlangga menuturkan bahwa BUMN dipertimbangkan untuk diberikan akses yang bersifat komersial.

“Untuk yang bersifat komersial berdasarkan business to business. Nah, ini sedang dalam perundingan juga. Jadi artinya kita memberikan akses kepada BUMN yang sifatnya komersial,” tambahnya.

Sementara itu, terkait bea keluar, Airlangga menyebut bahwa Indonesia tetap mengembangkan industri dalam negeri, sehingga tidak akan melepaskan bea keluar. Kemudian, terkait standardisasi produk berwawasan lingkungan, Indonesia meminta Eropa untuk membuka pasar lebih besar dalam hal tersebut.

“Nah di sini Indonesia menekankan bahwa pentingnya standardisasi seperti untuk furniture SVLK, untuk kelapa sawit ISPO atau RSPO,” kata Airlangga.

Terakhir, mengenai isu strategis mengenai penyelesaian perselisihan investasi, Menko Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia mendorong agar penyelesaian perselisihan tersebut mengacu pada The International Centre of Settlement of Investment Disputes (ICSID).

“Jadi kita tetap berkeras bahwa penyelesaian berbasis ICSID itu yang paling tepat untuk kita,” ucapnya.

Indonesia Bisa Rugi Rp 104 Triliun Gara-Gara UU Anti Deforestasi Eropa

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hadir secara virtual dalam acara pembukaan The 4th Indonesia Energy Efficiency And Conservation Conference And Exhibition, Rabu (12/7/2023).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hadir secara virtual dalam acara pembukaan The 4th Indonesia Energy Efficiency And Conservation Conference And Exhibition, Rabu (12/7/2023).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan potensi kerugian Indonesia akibat implementasi akibat Undang-Undang anti deforestasi Eropa atau European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) mencapai USD 7 miliar atau setara dengan Rp 104 triliun (kurs 14.957 per USD)

Airlangga menjelaskan kebijakan EDUR ini menyasar pada tujuh komoditas yang harus terjamin bebas dari deforestasi, yakni kelapa sawit, karet, kopi, kedelai, kakao, daging sapi, dan kayu serta produk turunannya.

"Potensi kerugian bisa sampai USD 7 miliar tapi kalau mereka bisa menerapkan standar, jadi kita bisa ada kesepakatan itu tetap bisa berjalan," kata Airlangga saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.

Airlangga menjelaskan bahwa implementasi EUDR akan menyulitkan 15-17 juta petani small holders karena komoditas tersebut harus diverifikasi berdasarkan uji kelayakan lahan (due dilligence).

EUDR juga mewajibkan penerapan "geolocation" lahan kelapa sawit yang akan mengklasifikasikan negara tersebut dalam 3 kategori yakni berisiko rendah, berisiko sedang, dan berisiko tinggi.

Di sisi lain, eksportasi komoditas perkebunan Indonesia telah memenuhi standar global produksi yang berkelanjutan, contohnya standar RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) pada produk kelapa sawit dan turunannya, serta Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu dan turunannya.

Ia menilai standar tersebut dapat diadopsi dalam implementasi kebijakan EUDR, sehingga tidak lagi diperlukan kewajiban geolocation plot.

 

Negara Tinggi Risiko

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan. (Sumber: ekon.go.id)

Jika negara tersebut diklasifikasikan sebagai tinggi risiko (high risk), 8 persen dari produk yang diekspor harus lulus verifikasi bebas deforestasi, kemudian 6 persen jika risiko standar (standards risk) dan 4 persen untuk risiko rendah.

"Dalam berbagai kasus tentu mereka perlu verifikasi dan itu ada ongkosnya. Siapa yang menanggung?," kata Airlangga.

Indonesia pun sudah mengusulkan adanya joint mission bersama Malaysia untuk membentuk satuan tugas (task force) guna melakukan pembahasan dan mengkaji agar kebijakan EUDR tidak diskriminatif terhadap pemangku kepentingan dan petani small holders.

Adapun kerangka kebijakan EUDR telah lama dirundingkan di parlemen Eropa, namun baru diundangkan pada April 2023.

EUDR baru resmi berlaku pada 16 Mei 2023, namun Uni Eropa memberikan masa transisi bagi perusahaan besar untuk mengimplementasikan aturan baru itu dalam waktu 18 bulan, sementara perusahaan kecil mendapatkan fase transisi 24 bulan.

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya