Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, mengingatkan bahwa kerjasama sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah perubahan iklim.
Hal itu disampaikan Antonio Guterres dalam konferensi pers usai melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Ruang Kakatua, Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (7/9/2023).
Baca Juga
"Kerja sama yang lebih besar juga sangat dibutuhkan untuk iklim," kata Antonio Guterres. Apalagi kata dia, pada bulan Juni, Juli, dan Agustus yang lalu merupakan periode tiga bulan terpanas dalam catatan. Oleh karena itu, Sekjen PBB ini menyerukan Pemimpin di semua negara termasuk pemimpin di ASEAN harus segera mencari solusi untuk mengatasi masalah iklim.
Advertisement
"Apa yang disebut hari-hari panas di musim kemarau tidak hanya menggonggong, tapi juga menggigit. Planet kita telah mengalami musim panas yang membara – musim panas terpanas yang pernah tercatat," ujarnya.
"Para pemimpin harus segera mencari solusi untuk mengatasi masalah iklim. Kita masih bisa menghindari kekacauan iklim yang terburuk tetapi waktu hampir habis. Kita tidak punya waktu lagi," tambahnya.
Pakta Solidaritas Iklim
Antonio mengatakan, pihaknya telah menyerukan Pakta Solidaritas Iklim, di mana semua penghasil emisi besar melakukan upaya ekstra untuk mengurangi emisi dan negara-negara kaya memobilisasi sumber daya keuangan dan teknis untuk mendukung negara-negara berkembang.
"Dan saya telah mempresentasikan rencana untuk meningkatkan upaya kita: Agenda Percepatan, yang menyerukan negara-negara maju untuk mencapai nol emisi sebisa mungkin di tahun 2040, dan negara-negara berkembang sebisa mungkin di tahun 2050," pungkasnya.
IMF: Kerugian Akibat Perubahan Iklim di ASEAN Capai USD 100 Miliar per Tahun
 Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mencatat, kerugian yang ditimbulkan akibat dampak perubahan iklim di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) mencapai USD 100 miliar per tahun. Bahkan, nilai kerugian tersebut diprediksi akan meningkat tajam dalam beberapa tahun ke depan.
"Kami memperkirakan kerugian ekonomi akibat bencana di ASEAN rata-rata sekitar USD 100 miliar per tahun, dan lebih signifikan lagi jika kita melihat ke masa depan," ujarnya dalam acara Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (7/9/2023).Kristalina mengatakan, sejumlah negara-negara di kawasan ASEAN merupakan rawan terkena bencana alam akibat perubahan iklim. Mengingat, letaknya yang dekat dengan wilayah lautan.
Dalam catatan IMF, terdapat tiga negara di kawasan ASEAN yang rentan terkena dampak dari bencana perubahan iklim. Umumnya bencana yang ditimbulkan ialah kenaikan permukaan air laut yang mengancam masyarakat di pesisir.
"Myanmar, Filipina, Vietnam, , termasuk dalam 10 besar indeks risiko iklim global, dan Indonesia. Tidak jauh dari itu Indonesia akan terkena dampak parah dari bencana alam kenaikan permukaan air laut," bebernya.
Â
Advertisement
Puji Jokowi
Puji JokowiOleh karena itu, Dia memuji kemampuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengatasi dampak perubahan iklim melalui rehabilitasi hutan mangrove. Menurutnya, hal yang dilakukan Presiden Jokowi tersebut merupakan cara yang indah.
"Apa yang dilakukan Indonesia untuk memulihkan hutan bakau. Mangrove adalah hal yang indah," ucap Kristalina
Dia menjelaskan, bahwa mangrove memiliki peran penting dalam melindungi wilayah pesisir dari abrasi. Selain itu, hutan mangrove juga mempunyai kemampuan untuk menyerap karbon lebih tinggi dibandingkan hutan tropis.
"Mereka (mangrove) adalah perlindungan terhadap badai. Kawasan ini menciptakan lebih banyak potensi perikanan dan merupakan sumber karbon," pungkasnya.