Konflik Pulau Rempang Tak Ganggu Industri Batam

Industri di Batam tetap berjalan normal. Kunjungan perusahaan asing ke Batam juga tidak mengalami kendala, bahkan sejumlah perusahaan terus mendapatkan orderan ekspor.

oleh Arthur Gideon diperbarui 14 Sep 2023, 18:30 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2023, 18:30 WIB
Bentrokan Pulau Rempang
Bentrokan antara warga dan aparat keamanan terjadi di Pulau Rempang. (Liputan6.com/ Dok Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengusahaan (BP) Batam memastikan industri di Kota Batam tidak terganggu usai konflik yang terjadi di Pulau Rempang. Bahkan, beberapa investor asing masih aktif mengunjungi Batam dalam beberapa hari ini. 

Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait mengatakan, industri di Kota Batam berjalan aman seperti biasa dan kondisi sudah kondusif dengan sinergi dari semua pihak. Aparat Kepolisian hingga TNI siap sedia memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat dan investor.

”Situasi sudah kondusif. Negara hadir untuk mengamankan wilayah ini. Aparat Penegak Hukum Kepolisian TNI terus mengawal pengamanan wilayah. Kami mengedepankan kenyamanan bagi investasi di Kota Batam," kata Tuty dikutip dari Antara, Kamis (14/9/2023).

Berdasarkan komunikasi yang pihaknya lakukan dengan mitra investor, industri di Batam tetap berjalan normal. Kunjungan perusahaan asing ke Batam juga tidak mengalami kendala, bahkan sejumlah perusahaan terus mendapatkan orderan ekspor.

”Syukur semua berjalan normal. Kami terus komunikasi dengan mitra kami para investor yang sudah menanamkan modalnya di Batam. Industri lancar-lancar saja bahkan ada yang siap untuk perluasan usaha. Saat ini kunjungan asing terus ada saja ke kantor kami," ujarnya.

Dirinya juga menegaskan bahwa tidak ada travel warning yang dikeluarkan di Batam.

“kami tegaskan tidak ada travel warning. Semua aktivitas perjalanan ke dalam wilayah Batam normal. Kami juga himbau masyarakat nasional dan internasional berhati-hati, terhadap pemberitaan hoaks yang sedang ramai bermunculan," kata dia.

Kunjungan Investor

Lebih lanjut, ia mengatakan sejumlah perusahaan asing bahkan datang mengunjungi BP Batam beberapa hari terakhir, di antaranya Maersk Line, ASEAN Regional Integration Support-Indonesia Trade Support Facility (ARISE+ Indonesia), JGL Worldwide dan lainnya.

Maersk adalah sebuah perusahaan pengapalan peti kemas internasional asal Denmark dan merupakan anak usaha terbesar dari Maersk Group.

Maersk Line merupakan perusahaan raksasa pengapalan peti kemas terbesar di dunia, baik dari sisi total jumlah kapal maupun total kapasitas muatannya.

Tuty juga menyampaikan satu perusahaan Australia PT Shapeshell yang merupakan satu-satunya manufaktur termutakhir asal Australia yang berada di Batam Indonesia, justru bersiap melakukan perluasan usaha dengan membuka satu lagi bangunan di Batam.

Bentrokan di Pulau Rempang Batam, Polri Pastikan Tidak Ada Korban

bentrok Rempang
Aparat gabungan TNI, Polri dan BP Batam memaksa masuk ke kampung adat masyarakat Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, bentorkan aparat dan warga pun tak dapat dihindai, Kamis (7/9/2023). (Liputan6.com/ Ajang Nurdin)

Sebelumnya, Polri memastikan tidak ada korban dalam peristiwa bentrokan antara aparat keamanan dengan warga saat pengamanan pengukuran lahan untuk pengembangan proyek Rempang Eco City pada Kamis, 7 September 2023.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan, situasi di lokasi saat ini sudah kondusif. Adapun terkait kabar adanya korban, seperti beberapa siswa pingsan dan bahkan bayi meninggal dunia adalah berita bohong alias hoaks.

“Itu tidak benar, jadi tidak ada korban dalam peristiwa kemarin. Peristiwa kemarin adalah kegiatan pengamanan yang dilakukan aparat keamanan, tentu kita akan mengedepankan dialog, kita akan menjembatani warga dengan pihak BP Batam. Aparat kepolisian dalam hal ini membantu kebijakan untuk kepentingan masyarakat. Sekali lagi tidak ada korban, baik di pihak masyarakat maupun aparat keamanan,” tutur Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/9/2023).

Ahmad kembali menegaskan bahwa kabar tentang adanya korban luka dan meninggal dunia adalah informasi yang tidak benar. Sedangkan soal penggunaan gas air mata, asapnya tertiup angin sehingga meluas dan menyebabkan gangguan penglihatan sementara.

“Dan pihak Polda Kepri sudah membantu untuk membawa ke pihak kesehatan,” jelas dia. 

Lebih lanjut, masyarakat Pulau Rempang disebutnya telah memahami tindakan aparat kepolisian adalah semata-mata untuk melakukan pengamanan kegiatan.

“Kemudian terkait beberapa orang yang diamankan, ada delapan orang. Mengapa diamankan, karena delapan orang tersebut membawa beberapa senjata tajam, ketapel, batu, dan membawa barang-barang, benda-benda yang berbahaya,” ucap Ahmad menandaskan.

Bentrokan Warga Vs Aparat di Pulau Rempang Batam

Aparat gabungan TNI, Polri dan BP Batam memaksa masuk ke kampung adat masyarakat Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023). Bentrokan antara aparat dan warga yang menolak penggusuran pun tidak dapat dihindari.

Aparat mulai masuk pada pukul 10.00 WIB pagi ini. Ribuan warga menunggu di Jembatan 4, Pulau Rempang, Kota Batam.

"Aparat memaksa masuk untuk melakukan pemasangan patok tata bata di Pulau Rempang," kata Bobi, seorang warga Rempang, Kamis (7/9/2023).

Bobi mengatakan, warga sampai saat ini masih menolak aktivitas apapun dari tim gabungan selama jaminan kampung mereka terjaga dari pengusuran belum dipastikan.

"Tim gabungan memaksa masuk, ini bentrok sudah terjadi, lima orang warga sudah dibawa ke polres," katanya.

Tidak hanya itu beberapa warga juga ditangkap aparat gabungan dan dimasukkan ke dalam mobil. Kondisi sampai saat ini masih terjadi bentrok.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Nasional Parid Ridwanuddin, meminta Polda Kepri menarik pasukan dari kampung warga Rempang.

Diketahui, polisi menerjunkan sekitar 1.000 personelnya untuk mengawal aktivitas pematokan dan pengukuran tanah di Pulau Rempang. Warga yang menolak ditembak gas air mata.

"Enam orang warga ditangkap polisi, sejumlah warga mengalami luka-luka. Hal ini menunjukkan ironi besar, karena uang yang didapat dari pajak dari rakyat digunakan untuk melawan dan melumpuhnya rakyat yang memperjuangkan ruang hidupnya," kata Parid.

Dirinya lebih jauh mengatakan, masyarakat Pulau Rempang adalah pemilik hak atas tanahnya sendiri. Jika pemerintah dalam hal ini Wali Kota Batam tidak mampu melindungi warganya, maka dia telah gagal menjalankan mandat rakyat.

"Walhi sedang berkomunikasi dengan Komnas HAM untuk memastikan perlindungan HAM masyarakat Pulau Rempang," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya