Liputan6.com, Jakarta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI resmi membuka kegiatan Indonesia-Europe Business Forum (IEBF) 2023 pada Selasa, 17 Oktober 2023.
Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Mansury mengungkapkan, IBEF 2023 dihadiri oleh lebih dari 300 partisipan dari berbagai negara Eropa.
Sebanyak 8 MoU ditandatangani dalam momentum IEBF dan sejumlah Leter of Intent.
Advertisement
“Tahun ini, IEBF akan fokus pada lima sektor utama, yaitu permesinan dan elektronik, infrastruktur kesehatan, industri kreatif, transisi energi, dan ekonomi digital,” kata Pahala Mansury dalam pidato pembukaan IEBF 2023 di Ritz Carlton, Jakarta pada Selasa (17/10/2023).
Hadir juga dalam kegiatan IEBF 2023, yakni Pelaksana Tugas (Plt) Harian Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi dan Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Umar Hadi.
Wamenlu melanjutkan, ada tiga area utama yang sangat penting untuk meningkatkan kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Eropa.
Pertama, adalah kerja sama Indonesia-Eropa CEPA, yang diharapkan dapat segera difinalisasi.
Total Nilai Perdagangan
Pahala Mansury membeberkan, total nilai perdagangan antara Indonesia dengan negara Eropa mencapai USD telah mencapai USD 46 juta. Wamenlu yakin, jumlah tersebut dapat bertambah dalam lima tahun ke depan.
“Pemimpin kita (RI dan Eropa) sepakat untuk memfinalisasi Indonesia-IE CEPA pada 2024,” ungkapnya.
Kedua, selain perdagangan dan investasi, ada juga peluang di bidang kesehatan, seiring dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang terus mencatat kinerja positif.
“Ketiga, adalah transisi energi. Saya rasa kita semua memahami bahwa dengan dekarbonisasi, Indonesia harus benar-benar berinvestasi dan mampu mengembangkan ekonomi hijau serta transisi energi. Saya yakin Eropa dan Indonesia memiliki tujuan yang sama dalam hal bagaimana kita mencapai tujuan tersebut. Kami juga melihat banyak peluang untuk berkembang di wilayah ekonomi biru,” tutur Wamenlu.
BI: Surplus Neraca Perdagangan Topang Ketahanan Ekonomi Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia berlanjut pada September 2023 sebesar USD 3,42 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2023 sebesar USD 3,12 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, Bank Indonesia (BI) memandang perkembangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.
"Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional," jelas dia dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).
Dia menyebutkan jika surplus neraca perdagangan September 2023 terutama bersumber dari berlanjutnya surplus neraca perdagangan nonmigas.
Surplus neraca perdagangan nonmigas mencapai USD 5,34 miliar, meningkat dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya sebesar USD 4,46 miliar.
"Kinerja positif tersebut didukung oleh tetap kuatnya ekspor nonmigas terutama besi dan baja, produk logam mulia dan perhiasan, serta komoditas nikel," tambah dia.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia. Sementara itu, impor nonmigas tetap kuat sejalan dengan berlanjutnya perbaikan aktivitas ekonomi.
Adapun defisit neraca perdagangan migas tercatat meningkat menjadi USD 1,92 miliar pada September 2023 sejalan kenaikan impor minyak mentah dan hasil minyak yang lebih tinggi dari kenaikan ekspor minyak mentah.
Advertisement
Neraca Perdagangan Indonesia Suplus 41 Bulan Beruntun, Terbesar dengan Negara Ini
Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 3,42 miliar pada September 2023.
Neraca perdagangan Indonesia di bulan September menandai kenaikan sebesar USD 0,3 miliar secara bulanan, dan surplus selama 41 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Dengan negara mitra dagang, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara dan 3 terbesar pada September 2023.
“Dengan 3 terbesar diantaranya kita mengalami surplus perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar USD 1,2 miliar, dengan India sebesar USD 1,1 miliar, dan dengan Filipina sebesar USD 0,8 miliar,” jelas Plt. Kepala BPS Amalia Adiniggar dalam siaran rilis BPS pada Senin (16/10/2023).
Amalia menjelaskan, surplus terbesar yang dialami dengan Amerika Serikat karena dikontribusikan oleh perdagangan mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya, lemak dan minyak hewan nabati, serta pakaian dan aksesorisnya.
“Sementara itu Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, dan tiga defisien terbesar adalah dengan negara Australia yaitu sebesar USD 0,4 miliar, Thailand USD 0,3 miliar dan Brazil USD 0,2 miliar,” lanjut Amalia.
Defisit terdalam yang dialami dengan Australia karena memang didorong oleh tiga komoditas utama, yaitu serealia atau HS 10 terutama gandum, kemudian bahan bakar mineral atau HS 27 dan juga biji logam terak, dan abu.