Bahan Baku Timbal Cemari Darah 8 Juta Anak, Industri Punya Solusi?

PT Timah Industri memproduksi bahan baku nontimbal untuk industri pipa Poly vinyl chloride (PVC) berupa tin stabilizer. Hal ini sejalan dengan kampanye Indonesia bebas timbal yang sedang dilakukan oleh pemerintah.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 23 Okt 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2023, 11:00 WIB
FOTO: 35 RPTRA Belum Bebas Cat Timbal
Anak-anak bermain di RPTRA Bonti, Jakarta, Jumat (5/11/2021). Yayasan Nexus 3 menilai ada puluhan tempat bermain di Jakarta yang biasa disebut Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) tidak ramah anak lantaran belum bebas zat logam timbal. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta PT Timah Industri memproduksi bahan baku nontimbal untuk industri pipa Poly vinyl chloride (PVC) berupa tin stabilizer. Hal ini sejalan dengan kampanye Indonesia bebas timbal yang sedang dilakukan oleh pemerintah.

Pasalnya, dampak dari paparan timbal pada manusia menyebabkan lebih dari 8 juta anak Indonesia memiliki kadar timbal dalam darah diatas 5 mikrogram per desiliter. Paparan tersebut bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan anak-anak, untuk masyarakat dan bahkan bisa mengakibatkan dampak yang fatal terhadap tubuh manusia.

"Kami kalau dari industri pipa kami ada di hulu karena termasuk bahan tambahan pembuatan pipa PVC. Sebagai pengganti timbal stabilizer itu ada tin stabilizer dan mix metal stabilizer," kata Direktur Utama PT Timah, Industri Ria Pawan dalam keterangan tertulis, Senin (23/10/2023).

Ria menyatakan, PT Timah Industri sebagai produsen bahan baku non timbal juga sudah siap untuk menyuplai tin stabilizer yang bersifat non timbal untuk industri terutama pipa PVC.

"Tin stabilizer kami sudah dipakai salah satu pipa air minum bebas timbal PT Avian di Surabaya. Kalau pabrikan pipa yang berbasis timbal mau mengganti ke tin stabilizer kami siap suplai," jelas Ria.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) juga menyarankan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk dapat menggunakan bahan baku non timbal pada industri yang memiliki kontak dengan manusia.

"Saya kira di Kemenperin juga mulai kita kembangkan bagaimana menghilangkan atau meminimalkan zat adiktif seperti timbal ini dalam produk yang utamanya sangat rentan berinteraksi dengan kehidupan sehari-hari oleh masyarakat," kata Asisten Deputi (Asdep) Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenko Marves, Rofi Alhanif.

 

 

Mengganti Timbal

FOTO: 35 RPTRA Belum Bebas Cat Timbal
Anak-anak bermain di RPTRA Bonti, Jakarta, Jumat (5/11/2021). Yayasan Nexus 3 menilai ada puluhan tempat bermain di Jakarta yang biasa disebut Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) tidak ramah anak lantaran belum bebas zat logam timbal. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kemenperin juga mendorong kolaborasi antara industri dan produsen bahan baku, agar tin stabilizer yang diproduksi PT Timah Industri dapat diserap secara maksimal di dalam negeri.

"Kita mendorong bussiness matching, dimana industri PVC sebagai pengguna tin stabilizer bisa komunikasi dengan PT Timah Industri sebagai produsen dari tin stabilizer itu sendiri. Sama-sama keuntungan bersama, jadi PT Timah Industri tidak perlu mengekspor dan kebutuhan dalam negeri terpenuhi tanpa perlu impor tin stabilizer itu sendiri," ungkap Ketua Pokja Industri Logam Kemenperin, Ginanjar Mardhikatama.

Selain itu. Badan Standardisasi Nasional (BSN) terbuka atas usulan menghilangkan atau mengganti timbal dalam proses produksi industri yang memberikan dampak berbahaya kepada masyarakat luas.

"Kami akan sangat terbuka apabila ada usulan terkait dengan penambahan parameter logam berat dalam hal ini timbal, tentu kita juga pahami bersama standar ini membutuhkan kolaborasi untuk pembahasan tingkat teknis," ujar Direktur Pengembangan Standar Agro,Kimia,Kesehatan dan Halal BSN Heru Suseno.

 

Dampak ke Kesehatan

FOTO: 35 RPTRA Belum Bebas Cat Timbal
Anak-anak bermain di RPTRA Bonti, Jakarta, Jumat (5/11/2021). Zat logam timbal banyak ditemukan dalam ragam permainan warna-warni anak yang kedapatan dilapisi cat belum bebas timbal. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kementerian Kesehatan pun menyambut baik dengan adanya standarisasi tersebut. Pasalnya, timbal berdampak bagi kesehatan mulai dari gangguan pencernaan, gangguan saraf, gangguan jantung, ginjal, sistem reproduksi dan kehamilan serta kelainan darah yang menyerang anak-anak dan ibu hamil.

"Saya kira itu sangat penting membantu anak-anak kita kedepan, kalau ditambah SNI untuk logam berat di plastik saya kira itu sangat penting sekali. Kalau boleh itu terealisasi," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga sudah mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan dan mengganti timbal dengan bahan baku alternatif untuk menjaga kesehatan.

"Kita harus berani mengampanyekan Indonesia bebas timbal, kenapa saya pakai tahun 2045 karena timbal bisa dalam tubuh manusia 25 tahun, tapi mulainya bukan 2045 tapi harus sekarang, kalau tidak sampai kiamat tidak akan kita bebas timbal," ungkap Sekretaris IDI Ulul Albab.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya