Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menaikan upah minimum provinsi (UMP 2024). Kenaikan UMP 2024 ini sesuai dengan aturan baru yang terbitkan pemerintah tentang pengupahan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Salah satu poin dalam aturan ini pun memastikan upah minimum provinsi atau UMP 2024 akan naik. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, kenaikan upah ini jadi bentuk apresiasi pemerintah kepada golongan pekerja.
Baca Juga
"Kenaikan upah minimum ini adalah bentuk penghargaan kepada teman-teman pekerja/buruh yang telah memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi kita selama ini," kata Ida melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, dikutip Sabtu (11/11/2023).
Advertisement
Ida menjelaskan, kepastian kenaikan upah minimum tersebut diperoleh melalui penerapan Formula Upah Minimum dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 yang mencakup 3 variabel, yakni Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α/alfa).
Indeks Tertentu sebagaimana dimaksud ditentukan oleh Dewan Pengupahan Daerah dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata/median upah. Selain itu, hal yang menjadi pertimbangan lainnya faktor-faktor yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan.
"Dengan ketiga variabel tersebut, kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan pada suatu daerah telah terakomodir secara seimbang. Sehingga upah minimum yang akan ditetapkan dapat menjadi salah satu solusi terhadap kepastian bekerja dan keberlangsungan usaha," papar Ida.
"Selanjutnya kami meminta para Gubernur, Kepala Dinas yang membidangi ketenagakerjaan, serta Dewan Pengupahan Daerah agar menjalankan tugas sebagaimana amanat peraturan pemerintah ini, dan penetapan Upah Minimum Provinsi ditetapkan paling lambat tanggal 21 November dan untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota tanggal 30 November," pungkasnya.
Tak Sesuai Harapan Buruh
Menanggapi putusan ini, kelompok buruh menilai perhitungan kenaikan UMP 2024 masih belum sesuai perhitungan. Sehingga potensi menimbulkan kenaikan upah minimum provinsi tahun depan yang belum sesuai harapan.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, mempertanyakan komponen indeks tertentu (alfa) yang jadi perhitungan kenaikan UMP 2024, selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Indeks tertentu itu kan alfa, itu masih membingungkan, soalnya perhitungannya baru dan tidak ada sebelumnya," kata Elly kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Elly lantas mengibaratkan, kenaikan upah akan menggunakan formula yang pernah diatur pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Dengan rumusan, inflasi plus pertumbuhan ekonomi dikali indeks tertentu.
Sehingga, besar kecilnya UMP kelak tergantung dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi di setiap daerah, karena tidak menggunakan lagi acuan nasional. Sementara untuk menghitung Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) menggunakan inflasi tingkat provinsi, dan pertumbuhan ekonomi tingkat kabupaten/kota.
Di sisi lain, Elly menilai indeks tertentu dengan rentang 0,1-0,3 yang ditentukan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengganti PP 36/2021 terlalu rendah. "Seharusnya apabila tujuan untuk mendorong daya beli rentang alfa yang ideal antara 0,5-1," paparnya.
Satu lagi, ia menekankan, serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) juga menolak ketentuan Pasal 26A RPP, mengenai daerah yang memiliki konsumsi rumah tangga diatas upah minimun akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi dikali indeks tertentu. Sehingga kenaikan hanya di kisaran 1-2 persen.
"Memang kalau dihitung hampir mencapai kurang lebih 10 persen. (Tapi) kenaikan upah tahun depan tidak akan lebih dari 6-7 persen kalau menggunakan PP 36," tegas Elly.
Advertisement
Tuntut Naik 15 Persen
Di sisi lain, serikat buruh menuntut agar penghitungan untuk menentukan kenaikan UMP 2024 tidak mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP). Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia usul agar komponen indeks tertentu tidak berada dalam rentang 0,10-0,30 persen, tapi 1-2 persen.
"Untuk tahun ini KSPI mengusulkan untuk indeks tertentu itu 1,0-2,0 persen, tidak mungkin dibawah 1,0 persen, kalau dibawah 1,0 persen maka otomatis kenaikan UMP buruh dibawah PNS/TNI/POLRI," kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Lebih lanjut, Iqbal mendesak pemerintah untuk segera menaikkan upah minimum 2024 sebesar 15 persen. Ia menegaskan, penjelasan terkait alasan meminta kenaikan upah sebesar 15 persen pun sudah dikatakannya berkali-kali.
Seperti fakta bahwa Indonesia telah masuk ke dalam upper middle income country, dengan pendapatan per kapita minimal USD 4.500 per tahun. Sehingga jika dirupiahkan menjadi Rp 67,5 juta dengan kurs Rp 15.000 per satu dolar. Lalu jika dibagi menjadi 12 bulan, maka per bulannya menjadi Rp 5,6 juta.
"Sedangkan rata-rata upah minimum nasional, baru di angka Rp 3,7 juta. Dan kita acuannya adalah Jakarta, sehingga dari Rp 4,9 juta ke Rp 5,6 juta, ketemu di angka 15 persen," imbuh dia.
Jika tuntutan itu tidak digubris, Serikat buruh mengancam akan melakukan mogok kerja nasional, apabila pemerintah tidak mengabulkan permintaan terkait kenaikan UMP 2024 sebesar 15 persen.
Respons Pengusaha
Kalangan pengusaha merespons usulan kelompok buruh yang meminta kenaikan upah minimum atau UMP 2024 naik 15 persen. Menurut pengusaha, hal tersebut tak bisa tercapai, imbas dari sejumlah tantangan.
Wakil Ketua Umum Kadin bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang mengatakan ekonomi Indonesia saat ini tengah dalam masa pemulihan. Sehingga, kenaikan upah minimum sebesar 15 persen dinilai terlalu tinggi.
"Kalau menyangkut kenaikan 15 persen, saya rasa ini sesuatu yang tidak mungkin ya karena kita tau pertama bahwa kondisi ekonomi kita ini kan baru pada proses pemulihan," ujarnya kepada Liputan6.com.
Sarman mengatakan, tantangan saat ini adalah adanya pelemahan ekonomi dan pengetatan rantai pasok akibat kondisi geopolitik global. Salah satunya, Sarman merujuk pada dampak perang Rusia-Ukraina.
Hal itu disebut-sebut berdampak pada minimnya suplai pangan dan energi. Indonesia menjadi negara yang dikatakan Sarman ikut terdampak.
"Dan saat ini kita dihadapkan juga dengan perang Israel sama Hamas yang lagi-lagi juga nanti bisa juga akan berdampak pada harga minyak dunia, masalah harga pangan, ini akan mempengaruhi ekonomi nasional kita," jelasnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani pun menilai tuntutan yang disampaikan KSPI dan Partai Buruh terkait permintaan upah sebesar 15 persen tidak realistis. Lantaran, kondisi ekonomi saat ini masih dilanda ketidakpastian.
"Jadi, realistis atau tidaknya tergantung pada kondisi saat ini. Kan kalian juga tahu kondisi sekarang juga tidak mudah, apakah angka tersebut masuk diakal dengan pertumbuhan ekonomi yang ada saat ini," tegasnya.
Advertisement