Pengamat: Sepertiga Populasi Dunia Tidur dalam Keadaan Lapar

Terdapat lebih dari 200 juta orang setiap saat berada dalam keadaan rawan pangan.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Nov 2023, 17:50 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 17:50 WIB
Pangan
Media Gathering Perbanas: Memperkuat Ketahanan Domestik di Tengah Perlambatan Ekonomi Global, di Padalarang, Kamis (23/11/2023). Foto: Tira Santia

Liputan6.com, Jakarta Pakar Pertanian, Pangan, Energi, dan Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyebut kondisi pangan di dunia saat ini tidak baik-baik saja, termasuk di Indonesia.

"Pangan kita tidak baik-baik saja itu menurut saya pesan yang utama. Sepertiga dari total populasi dunia itu tidur dalam keadaan lapar dan ini fakta," kata Bayu dalam acara Perbanas: Memperkuat Ketahanan Domestik di Tengah Perlambatan Ekonomi Global, di Padalarang, Kamis (23/11/2023).

Selain itu, kata Bayu terdapat lebih dari 200 juta orang setiap saat berada dalam keadaan rawan pangan. "Dalam keadaan rawan pangan yang gak tau besok makan apa," ujarnya.

Namun, terkait rawan pangan ini Indonesia tidak termasuk. Kerawanan pangan terjadi lantaran 60 persen dari rantai pasok pangan dunia mengalami keterpurukan dampak dari covid-19 dan perang antara Rusia-Ukraina, sehingga kondisi pangan saat ini belum benar-benar pulih.

"Untungnya tidak masuk ke Indonesia, pernah ada waktu itu berita tentang Indonesia rawan pangan, sebenarnya enggak. Indonesia tidak pernah masuk rawan pangan. Tapi memang ada 200 juta di dunia yang rawan pangan. Dan yang bikin ini tidak baik-baik saja karena kira-kira 60 persen dari rantai pasok pangan dunia itu collapse setelah covid, dan perang hingga sekarang belum pulih," ujarnya.

Faktor lain yang menjadi pemicu kerawanan pangan yakni munculnya gerakan anti impor dan anti ekspor. Gerakan tersebut tentunya akan menganggu kondisi pangan disetiap negara.

"Yang banyak retoriknya anti impor, dan sekarang anti ekspor. Itu membuat kita dalam keadaan yang bertanya-tanya 'keadaan pangan kita gimana'," ujarnya.

 

Gangguan ke Pangan

Distribusi Makanan Warga Gaza Palestina
Warga berkerumun menunggu distribusi makanan di Rafah, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (8/11/2023). Sejak dimulainya perang Israel-Hamas, Israel membatasi jumlah makanan dan air yang diperbolehkan masuk ke wilayah Jalur Gaza sehingga menyebabkan kelaparan yang meluas di seluruh wilayah tersebut. (AP Photo/Hatem Ali)

Selain itu, banyak tantangan yang menganggu kondisi pangan, diantaranya jumlah orang di dunia yang kelaparan semakin meningkat, distribusi pangan yang terganggu, suku bunga naik, dan lainnya yang mampu mendorong kerawanan pangan.

"Hanya dalam hitungan tahun kita masih akan mengalami masuk ke 1 miliar tambahan mulut yang harus dikasih makan, itu membuat lagi-lagi kondisi pangan akan sangat sensitif. Misalnya ada gangguan transportasi sedikit langsung (dampaknya kerasa), ada interest rate naik 1-2 persen langsung, semuanya akan membuat pangan menjadi sensitif," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya