Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap laju harga komoditas global yang mengalami fluktuasi dalam beberapa waktu terakhir. Gejolak harga komoditas ini salah satunya didorong oleh ketegangan geopolitik dan fenomena cuaca panas ekstrem El Nino.
"Harga komoditas masih fluktuasi koreksinya," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi November 2023, disiarkan Jumat (24/11/2023).
Baca Juga
Harga minyak dunia jenis Brent menurun 5,9% (year to date) menjadi level USD 80,85 per barel. Sementara batu bara menurun 69,7% year to date. Adapun harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) -10,1% dan gandum -29%.
Advertisement
"Berbagai komoditas pangan lain seperti pangan yang mencakup gandum, kedelai mengalami meski beras cukup tinggi dalam 2 bulan terakhir,” jelas Sri Mulyani.
“Kondisi ini dipengaruhi El Nino dan inflasi di berbagai negara termasuk di Indonesia yang menjadi salah satu faktor kenaikan inflasi," imbuhnya.
Untuk diketahui, harga minyak mentah AS turun pada Rabu (Kamis waktu Jakarta). Harga minyak dunia terjun bebas setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menunda pertemuan penting mengenai pengurangan produksi yang dijadwalkan pada akhir pekan.
Dikutip dari CNBC, Kamis (23/11/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak bulan Januari turun sekitar 5% menjadi USD 73,85 per barel di pagi hari, namun mampu memulihkan sebagian besar kerugian tersebut.
Harga minyak mentah AS tersebut akhirnya menetap di USD 77,10 per barel, turun 67 sen atau 0,86%. Sedangkan harga minyak Brent untuk kontrak bulan Januari turun 49 sen, atau 0,59%, menjadi USD 81,96 per barel.
Pertemuan OPEC Ditunda
OPEC mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pertemuan para menteri energi ditunda hingga Kamis depan. Organisasi tersebut tidak memberikan alasannya, namun Arab Saudi sedang berjuang untuk meyakinkan Angola dan Nigeria agar menerima target produksi yang lebih rendah, kata para delegasi kepada Bloomberg.
Ada peningkatan antisipasi di kalangan pedagang bahwa OPEC dan sekutunya, yang disebut OPEC+, mungkin akan menerapkan pengurangan produksi tambahan, yang mendorong harga lebih tinggi pada akhir pekan lalu dan awal pekan ini.
Analis PVM Oil Associates, Tamas Varga menyatakan, kepatuhan merupakan tantangan besar bagi OPEC+ karena banyak negara memiliki insentif untuk tidak mematuhi kuota produksi mereka.
“Kepatuhan akan lemah di masa depan,” kata Varga.
Dia menunjuk pada Rusia khususnya, yang perlu membiayai perangnya di Ukraina.
Advertisement
Harga Minyak Anjlok
Harga minyak telah turun drastis dari level tertingginya di bulan September karena rekor produksi non-OPEC bertabrakan dengan kekhawatiran permintaan di Tiongkok, di mana ekspor telah turun selama enam bulan berturut-turut.
“Hal ini melemahkan upaya Saudi untuk mengembalikan harga minyak ke USD 100 per barel lebih,” John Kilduff, analis minyak di Again Capital, mengatakan kepada “Power Lunch” CNBC pada hari Rabu.