Ketidakpastian Masih Menghantui, Gubernur BI Ramal Ekonomi Global Baru Membaik 2025

Gubernur BI Perry Warjiyo melihat setidaknya ada 5 karakteristik ketidakpastian ekonomi global. Ini dirangkum melihat tren yang terjadi dalam gejolak perekonomian setiap negara di dunia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 29 Nov 2023, 20:03 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2023, 20:03 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indoneisa 2023, di Jakarta, Rabu (29/11/2023). (Arief/Liputan6.com)
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indoneisa 2023, di Jakarta, Rabu (29/11/2023). (Arief/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkap ketidakpastian ekonomi masih akan terus berlanjut hingga 2024, tahun depan. Sinyal perbaikan ekonomi global ini diprediksi bisa terjadi pada tahun 2025.

Perry mengatakan, kondisi ekonomi yang belum bangkit dipengaruhi oleh konflik geopolitik global. Pertama, perang Rusia-Ukraina. Kedua, memanasnya ketegangan Israel dan Hamas di Palestina. Di samping itu, ada pula perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

"Dunia masih terus bergejolak, perang Rusia-Ukraina perang dagang Amerika dan Tiongkok dan kini konflik Israel di Palestina," kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu (29/11/2023).

 

"Fragmentasi geopolitik berdampak pada fragmentasi geoekonomi, akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada tahun 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada tahun 2025," imbuhnya.

Dia mencatat, setidaknya ada 5 karakteristik ketidakpastian ekonomi global. Ini dirangkum melihat tren yang terjadi dalam gejolak perekonomian setiap negara di dunia.

Pertama, pertumbuhan ekonomi yang diramal menurun ke 2,8 persen pada 2024 dan baru bisa mencapai 3 persen di 2025. Perry menyebut ini sebagai slower and divergent growth.

"Amerika masih baik, Tiongkok melambat, India dan Indoneisa tumbuh tinggi," kara dia.

 

Penurunan Inflasi Melambat

20161003-Pasar Tebet-Jakarta- Angga Yuniar
Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedua, ada istilah gradual disinflation. Menurutnya ini adalah kondisi penurunan inflasi yang lambat meski pengetatan moneter sudah dilakukan secara agresif oleh negara-negara maju. Perry meramal inflasi baru akan turun pada 2024.

"Itupun masih diatas target karena harga energi pangan global dan keketatan pasar tenaga kerja," ungkap dia.

Ketiga, kondisi yang disebut higher for longer. Ini merujuk pada FED Fund Rate yang masih terus tinggi di 2024. Bahkan Perry menyebut ada kecenderungan yield US treasury masih akan meningkat karena membengkaknya utang peemerintah Amerika Serikat.

Keempat, menguatnya dolar Amerika Serikat sehingga mengakibatkan tekanan terhadap depresiasi nilai tukar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

 

Berdampak Negatif

nilai rupiah melemah terhadap dollar
Pegawai memperlihatkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.616 per dolar AS pada Kamis (5/1) sore ini. Mata uang Garuda melemah 34 poin atau minus 0,22 persen dari perdagangan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kelima, kondisi yang disebut cash is the king. Dimana adanya arus modal yang keluar dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju. Mayoritas, arus modal ini menuju Amerika Serikat karena tingginya suku bunga dan kuatnya posisi dolar.

"Kelima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara. Indonesia tidak terkecuali, perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respons kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang telah susah payah kita bangun," pungkas Perry Warjiyo.

Infografis Harapan & Langkah Nyata G20 Jadi Katalis Pemulihan Ekonomi
Infografis Harapan & Langkah Nyata G20 Jadi Katalis Pemulihan Ekonomi (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya