Liputan6.com, Jakarta - Berbagai perusahaan pelayaran telah hentikan operasinya, dan juga melakukan perjalanan lebih jauh mengelilingi Afrika. Hal ini seiring serangan Houthi dari Yaman terhadap kapal-kapal di Laut Merah yang secara implisit mengirimkan ancaman kekerasan.
Sementara itu, pemimpin kelompok Houthi Abdel-Malik al Houthi menyebutkan, setiap serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman yang dilakukan oleh Amerika Serikat tidak akan terjadi tanpa tanggapan. Ia menyampaikan hal itu lewat pidato di televisi saat kelompok yang didukung Iran tersebut meningkatkan serangan terhadap kapal komersial di Laut Merah sebagai protes terhadap perang Israel di Gaza. Demikian dikutip dari Al Jazeera.
Baca Juga
"Setiap serangan Amerika tidak akan dibiarkan tanpa tanggapan. Responsnya akan lebih besar dibandingkan serangan yang dilakukan dengan 20 drone dan sejumlah rudal,” ujar pemimpin Houthi, mengacu pada serangan Rabu, saat drone dan rudal Houthi menargetkan kapal Amerika Serikat dan Inggris dalam serangan tunggal besar.
Advertisement
"Kami lebih bertekad untuk menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel, dan kami tidak akan mundur,” ujar al-Houthi.
Komentar itu muncul setelah Amerika Serikat dan 11 sekutunya menerbitkan pernyataan bersama pekan lalu yang menyerukan diakhirinya serangan Houthi.
Mengutip Al Jazeera, ditulis Jumat (12/1/2024), The Cyprus Shipping Chamber (CSC), sebuah kelompok industri pelayaran utama yang mewakili sekitar 200 perusahaan di Siprus dan luar negeri mengatakan, serangan tersebut dapat berdampak “besar” terhadap ekonomi dan berdampak langsung pada harga di seluruh dunia.
“Ketika negara-negara sangat bergantung pada bahan mentah, gas, biji-bijian, dan obat-obatan, kita harus berasumsi hal ini akan berdampak besar pada kehidupan sehari-hari, operasional bisnis, dan hal ini akan memiliki dampak berlipat ganda,” ujar Direktur CSC, Thomas Kazakos.
Kapal Jadi Sasaran
Gerakan Houthi sebuah kelompok yang bersekutu dengan Iran dan menguasai sebagian besar Yaman setelah hampir satu dekade berperang melawan koalisi yang didukung Barat dan dipimpin Saudi telah muncul sebagai pendukung kuat kelompok Palestina Hamas dalam perangnya melawan Israel.
Kelompok Houthi telah menyerang kapal-kapal komersial yang dikatakan terkait dengan Israel atau menuju Pelabuhan Israel dan telah terlibat langsung dengan Angkatan Laut AS di Laut Merah menembakkan rudal balistik dan mengerahkan drone melawan kapal perang Amerika Serikat dan Inggris.
Human Rights Watch mengatakan, serangan yang menargetkan warga sipil dan objek sipil jika dilakukan dengan sengaja dan ceroboh merupakan kejahatan perang. Badan pengawas hak asasi manusia (HAM) tersebut berpendapat lebih dari satu kali, kapal-kapal yang menjadi sasaran tidak menunjukkan hubungan langsung dengan Israel atau bukti adanya sasaran militer di kapal tersebut.
Advertisement
Dampak Krisis Laut Merah
Sementara itu, biaya pelayaran di Amerika Serikat melonjak karena serangan di Laut Merah menganggu perdagangan global meningkatkan kekhawatiran inflasi akan meningkat lagi jika gangguan ini terus berlanjut.
Dikutip dari CNBC, pengalihan kapal kontainter dari Terusan Suez di sekitar Tanjung Harapan di Afrika Selatan memiliki efek “penularan global” pada tarif angkutan, berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh S&P Global Market Intelligence pekan ini.
Perdagangan antara Asia dan Eropa menghadapi dampak terbesar karena Terusan Suez yang menjadi pintu gerbang penting antara dua wilayah itu.
Menurut S&P Global Commodity Insights, harga peti kemas berukuran 40 kaki dari Asia Utara ke Eropa telah melonjak lebih dari 600 persen menjadi USD 6.000 sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada Oktober.
Namun, krisis Laut Merah ini mempunyai dampak signifikan dan biaya pengiriman antara Asia dan Amerika Serikat juga meningkat.
Tarif pengiriman dari Asia Utara ke Pantai Timur AS telah melonjak 137 persen menjadi USD 5.100 untuk container berukuran 40 kaki mulai awal Oktober, menurut S&P Global.
Tarif dari Asia Utara hingga Pantai Barat AS telah melonjak 131 persen menjadi USD 3.700 pada periode yang sama. JPMorgan menuturkan, kepada kliennya pada Selasa, 9 Januari 2024 kalau perjuangan melawan inflasi dapat terhenti dalam beberapa bulan mendatang jika biaya pengiriman mendorong harga barang lebih tinggi.
“Peningkatan baru dalam biaya pengiriman global sebenarnya dapat menambah inflasi harga konsumen selama beberapa bulan ke depan. Jika kenaikan ini pada akhirnya menyebabkan harga barang akhir menjadi lebih tinggi,” tulis analis JPMorgan kepada kliennya.
“Hasil seperti itu akan memperkuat harapan kami akan kemajuan dalam penurunan inflasi CPI inti global yang terhenti tahun ini,” analis menambahkan.
Bakal Berdampak terhadap Ekonomi Global
Hal ini dapat menghilangkan ekspektasi pasar kalau the Federal Reserve (the Fed) akan mulai memangkas suku bunga pada Maret.
JPMorgan yakin bank sentral tidak akan mulai memangkas hingga pertengahan tahun karena inflasi inti akan tetap stabil pada paruh pertama 2024.
Kepada wartawan pekan lalu di Gedung Putih, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat John Kirby menuturkan, dampak gangguan ekonomi di Laut Merah bergantung pada berapa lama ancaman tersebut berlangsung.
“Tetapi jangan salah, ini adalah jalur perairan internasional yang penting dan dapat berdampak pada perekonomian global,” ujar Kirby.
Head of Supply Chain Research S&P Global Market Intelligence, Chris Rogers menuturkan, harga konsumen berubah secara perlahan dan akan memakan waktu berbulan-bulan bagi mereka untuk merespons kenaikan biaya transportasi.
Sementara itu, Direktur Moody’s Analytics, Mark Hopkins menuturkan, dalam kebanyakan kasus, biaya transportasi menyumbang sekitar 4 persen-5 persen dari harga suatu barang.
“Bahkan jika Anda melipatgandakan biaya transportasi, kita tidak membicarakn sesuatu yang akan benar-benar terlihat pada beberapa barang ini,” ujar Hopkins.
Ia menambahkan, hal ini tidak akan mengubah prospek inflasi Amerika Serikat secara terukur dan tidak akan berdampak secara terukur pada pengambilan keputusan the Federal Reserve.
Advertisement
Bakal Kerek Inflasi
Mitra Senior dari Konsultan Global Kearney, Balika Sonthalia menuturkan, kuartal I 2024 juga bukan periode impor yang berat bagi peritel. “Sebagian besar peritel berurusan dengan persediaan yang tidak mereka jual selama liburan,” ujar dia.
Menurut JPMorgan, indeks tekanan rantai pasokan global the Federal Reserve New York tidak menunjukkan peningkatan material apapun pada Desember. Namun, dampak dari dari gangguran pengiriman ini mungkin akan terasa lambat jika tetap terjadi selama lebih dari sebulan.
“Kenaikan biaya pengiriman kemungkinan besar akan mempengaruhi harga barang impor dengan jeda beberapa waktu dan sebagian dari tekanan tersebut kemungkinan besar akan hasilkan margin keuntungan yang lebih rendah daripada harga lebih tinggi,” tulis analis JPMorgan.
Bank investasi itu prediksi, gangguan pengiriman dapat meningkatkan inflasi inti sebesar 0,5 persen.
Analis HSBC menyebutkan, gangguan di Laut Merah dapat menimbulkan efek domino pada rantai pasokan jika situasi ini tidak terselesaikan pada akhir kuartal I. Pemblokiran yang berkepanjangan dapat membuat tarif pengangkutan tetap tinggi setelah paruh pertama 2024.