Harga Gas Murah Potensi Bikin Negara Hilang Pendapatan Rp 15,6 Triliun Lebih

SKK Migas tidak menepis jika insentif harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk 7 sektor industri membuat penerimaan negara turut berkurang

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Feb 2024, 13:40 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2024, 13:40 WIB
Implementasi Harga Gas USD 6/MMBTU Beri Dampak Positif Sektor Industri
SKK Migas tidak menepis jika insentif harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk 7 sektor industri membuat penerimaan negara turut berkurang

Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak menepis jika insentif harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk 7 sektor industri membuat penerimaan negara turut berkurang.

Insentif harga gas murah di bawah pasaran senilai USD 6 MMBTU ini dikhususkan untuk sektor industri seperti pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, kebijakan itu otomatis membuat penerimaan negara dari penyaluran gas berkurang. Secara angka nilainya masih belum pasti, tapi diperkirakan bisa lebih dari USD 1 miliar atau setara Rp 15,6 triliun (kurs Rp 15.600 per dolar AS).

"Nilainya saat ini sedang coba kita evaluasi. Kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di tahun 2023 bisa mencapai lebih dari USD 1 miliar, ada potensi penurunan penerimaan negara, atau kita katakan penyesuaian penerimaan negara," terangnya dalam sesi webinar, Rabu (28/2/2024).

"Namun ini masih angka sementara yang nanti kita lakukan rekonsiliasi lebih lanjut," ujar Kurnia.

Harapan Bisa Terbayar

Namun begitu, Kurnia berharap insentif harga gas murah itu bisa terbayar lewat adanya peningkatan kinerja dari masing-masing kelompok industri penerima.

"Penerimaan negara yang berkurang ini tentu harapannya bisa dikompensasi dengan adanya peningkatan kinerja dan dampak multiplier effect yang dirasakan oleh industri-industri tadi," imbuhnya.

Adapun berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 134 Tahun 2021, kebijakan HGBT akan berakhir pada 2024. Kurnia menyampaikan, kelanjutannya kini masih tengah dibahas.

"Sekarang sedang dilakukan evaluasi untuk nanti bisa merumuskan untuk melanjutkan kebijakan HGBT ini ke depan," pungkas dia.

 

 

Pemerintah Evaluasi Kebijakan Harga Gas Murah Industri, Lanjut atau Setop?

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Pemerintah tengah membahas efektivitas kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Pembahasan harga gas murah bagi industri ini dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Perindustrian.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya sudah memulai bahasan dengan Kemenperin mengenai harga gas industri. Utamanya melakukan evaluasi kebijakan yang dimulai sejak 2020 itu.

"Kita lagi melihat karena itu kan lagi komunikasi dengan Kementerian Perindustrian," ucap Dadan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/2/2023).

Evaluasi yang dilakukan ini, kata dia, untuk memastikan dampak yang diharapkan tersebut bisa terjadi. Misalnya, adanya pengembangan industri.

 

7 Sektor Industri

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Perlu diketahui, kebijakan harga gas murah baru berlaku untuk 7 sektor industri saja. Diantaranya, pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

"Kita ingin memastikan bahwa HGBT ini kan memberikan dampak terhadap penurunan biaya produksi, terhadap pengembangan industri," ujar dia.

Dadan juga menyebut bahasan dilakukan untuk melihat arah kebijakan ke depan. Hasil evaluasi nantinya bisa berpengaruh pada berlanjut atau tidaknya HGBT ini.

"Nah ini lagi tektokan ini dengan kementerian perindustrian untuk yang 2025 ya, kebijakan ini sampai 2024. Tapi ya kita sedang me-review untuk yang ke depan. Ya sebentar lagi lah," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya