Liputan6.com, Jakarta Harga minyak naik lebih dari USD 1 per barel pada perdagangan Kamis (Jumat waktu Jakarta), setelah jatuh selama dua sesi berturut-turut. Harga minyak melonjak di tengah prospek pasokan mengingat aliansi produsen OPEC+ diperkirakan akan tetap mempertahankan pengurangan produksi saat ini.
Dikutip dari CNBC, Jumat (29/3/2024), harga minyak mentah Brent berjangka untuk bulan Mei naik USD 1,39 atau 1,61% menjadi USD 87,48 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik USD 1,82 atau 2,24%, menjadi USD 83,17 per barel.
Baca Juga
Kedua patokan harga minyak dunia tersebut naik lebih dari 2% pada minggu ini dan berada di jalur untuk berakhir lebih tinggi selama tiga bulan berturut-turut.
Advertisement
Pada sesi perdagangan sebelumnya, harga minyak berada di bawah tekanan dari kenaikan tak terduga dalam persediaan minyak mentah dan bensin AS pada minggu lalu, didorong oleh peningkatan impor minyak mentah dan lesunya permintaan bensin.
Namun, peningkatan stok minyak mentah lebih kecil dari proyeksi American Petroleum Institute, dan para analis mencatat peningkatan tersebut lebih rendah dari perkiraan untuk sepanjang tahun ini.
“Kami… memperkirakan persediaan minyak AS akan meningkat kurang dari biasanya sebagai cerminan dari defisit tipis pasar minyak global. Hal ini kemungkinan akan memberikan dukungan terhadap harga minyak mentah Brent di masa depan," kata Analis SEB Bjarne Schieldrop.
Tingkat pemanfaatan kilang di AS, yang naik 0,9 poin persentase pada minggu lalu, juga mendukung harga.
Ekonomi AS
Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan menyatakan, perekonomian AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya pada kuartal keempat. Produk domestik bruto meningkat pada tingkat tahunan sebesar 3,4% dari laju yang dilaporkan sebelumnya sebesar 3,2%.
“Kekuatan di pasar saham menunjukkan kuatnya pendapatan ke depan yang, pada gilirannya, mengisyaratkan perekonomian AS yang sangat kuat dan kondusif terhadap permintaan produk energi yang lebih baik dari perkiraan,” kata Konsultan Energi Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch.
Suku Bunga The Fed
Data inflasi juga menegaskan alasan bagi Bank Sentral Ameruka Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) untuk menunda pemotongan target suku bunga jangka pendeknya, kata Gubernur Fed pada hari Rabu.
Namun ia tidak mengesampingkan pemangkasan suku bunga pada akhir tahun ini.
“Pasar sedang berkumpul pada awal bulan Juni untuk melakukan pemotongan suku bunga baik oleh The Fed maupun Bank Sentral Eropa,” kata Analis JPMorgan dalam sebuah catatan.
Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendukung permintaan minyak. Investor akan mengamati isyarat dari pertemuan Joint Monitoring Ministerial Committee dari negara-negara produsen dan pengekspor Minyak (OPEC) minggu depan.
Advertisement
Risiko Geopolitik
Meningkatnya risiko geopolitik telah meningkatkan ekspektasi kemungkinan gangguan pasokan, namun OPEC+ kemungkinan tidak akan melakukan perubahan kebijakan produksi minyak sampai pertemuan tingkat menteri penuh pada bulan Juni.
Serangan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia juga telah meningkatkan sentimen seputar pengetatan pasokan minyak mentah global dan membantu mendukung harga minyak, kata mitra Again Capital LLC John Kilduff.
“Ini adalah target utama, dan mereka tampaknya tidak mengindahkan permintaan pemerintahan Biden untuk tidak menyerang infrastruktur energi Rusia,” tutup Kilduff.