Liputan6.com, Jakarta - Analis memperkirakan harga minyak dunia bisa melonjak hingga USD 100 per barel dan bahkan lebih, setelah Iran melancarkan serangan udara terhadap Israel yang memicu kekhawatiran meluasnya ketegangan di Timur Tengah.
Seperti diketahui, Iran merupakan lokasi sumber daya minyak yang sangat besar dan merupakan produsen minyak terbesar ketiga di organisasi OPEC.
Baca Juga
Gangguan apa pun pada kapasitas minyak itu untuk memasok pasar global dapat menyebabkan harga minyak naik lebih tinggi.
Advertisement
Pasar kini akan memantau dengan cermat perkembangan atau penutupan Selat Hormuz, titik penghubung utama antara Iran dan Oman dan merupakan jalur aliran seperlima produksi minyak dunia setiap hari.
"Setiap serangan terhadap fasilitas produksi atau ekspor minyak di Iran akan mendorong harga minyak mentah Brent menjadi USD 100, dan penutupan Selat Hormuz akan menyebabkan harga berada pada kisaran USD 120 hingga USD 130," kata Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates, dikutip dari CNBC International, Senin (15/4/2024).
Pada Sabtu malam (13/4), Iran menembakkan lebih dari 300 drone dan rudal ke Israel, yang dilaporkan sebagai respon atas serangan Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus, Suriah awal bulan ini.
Di Asia, harga minyak diperdagangkan sedikit lebih rendah pada perdagangan pagi hari.
Patokan global minyak Brent tergelincir 0,31% menjadi USD 90,17 per barel pada hari Senin (15/4), sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 0,44% dan diperdagangkan pada USD 85,28 per barel.
kurang Investasi Dalam Eksplorasi
Josh Young, manajer portofolio di perusahaan investasi minyak dan gas Bison Interests mengingatkan bahwa kurangnya investasi dalam eksplorasi dan pengembangan minyak selama bertahun-tahun, perkembangan geopolitik baru-baru ini mendorong pasokan minyak mentah dunia lebih rentan.
"Investasi yang tidak mencukupi membuat pasokan lebih rentan dan meningkatkan kemungkinan lonjakan besar jauh di atas USD 100 jika pasokan terganggu," jelasnya.
"Saya pikir harga minyak akan mencapai titik tertinggi dalam siklus ini, karena kurangnya investasi dalam eksplorasi dan pengembangan selama satu dekade," tambah Young.
Minyak menghadapi penurunan produksi alami yang cukup besar. Tingkat penurunan sumur minyak konvensional adalah sekitar 15%, tanpa adanya belanja modal, menurut perkiraan Morgan Stanley.
Harga minyak telah naik dalam beberapa bulan terakhir karena gangguan dan penundaan perdagangan yang disebabkan oleh serangan maritim di Laut Merah dari kelompok Houthi, yang mengklaim solidaritas dengan masyarakat Gaza, Palestina.
Advertisement