Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyampaikan informasi terkait rencana pengalihan BBM subsidi dari Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92).
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, idealnya subsidi memang diberikan kepada produk BBM dengan tingkat kadar oktan atau research octane number (RON) lebih besar.
Baca Juga
"Memang idealnya yang diberikan subsidi itu BBM yang berkualitas, idealnya begitu. Makanya muncul wacana termasuk dari Pertamina untuk mengkaji perubahan dari Pertalite ke RON 91 ke atas," ujar dia saat ditemui di sela-sela acara IPA Convex 2024 di ICE BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (13/5/2024).
Advertisement
Menurut dia, ketentuan itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/menlhk/setjen/kum.1/3/2017 Tahun 2017 Tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O.
Namun, Saleh juga menyoroti implementasi kebijakan ideal itu tidak mudah. Lantaran, pengeluaran negara untuk menambal subsidi BBM lebih berkualitas bakal lebih besar.
"Sulfurnya sekian, tetapi Ron 91 ke atas. Itu bagus, tapi pemerintah perlu mempertimbangkan harga, kesiapan infrastruktur dalam negeri, bioetanol terutama 5-7 persen. Menurut saya itu bagus ya secara personal," ungkapnya.
Menanggapi wacana pengalihan subsidi ini, PT Pertamina Patra Niaga menegaskan tetap menyalurkan BBM jenis Pertalite kepada masyarakat sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) tanggal 10 Maret 2022.
Realisasi Penyaluran Pertalite
Tercatat hingga April 2024, realisasi penyaluran Pertalite secara nasional adalah sebanyak 9,9 juta Kiloliter (KL), dari total kuota Pertalite di 2024 yang telah ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebesar 31,7 juta KL.
Sementara untuk wilayah pemasaran Regional Jawa Bagian Barat sendiri mencatat realisasi penyaluran Pertalite sebesar 2,7 juta KL hingga saat ini (YTD).
Area Manager Communication, Relations, & CSR Regional Jawa Bagian Barat PT Pertamina Patra Niaga, Eko Kristiawan, menjelaskan penetapan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) semisal Pertalite dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian di bidang perekonomian.
"Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk menjalankan keputusan Pemerintah yang mengatur JBKP yakni bahan bakar minyak jenis gasoline atau bensin dengan RON 90, dalam hal ini Pertalite untuk disalurkan kepada masyarakat," ungkap Eko.
Eko menyatakan, wilayah penugasan penyediaan dan pendistribusian JBKP juga diatur melalui Kepmen sehingga Pertamina terus berkomitmen melaksanakan kebijakan pemerintah ini.
"Wilayah penugasan penyediaan dan pendistribusian Pertalite diatur untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu kami sampaikan bahwa Pertalite saat ini disediakan di seluruh wilayah operasional Pertamina Patra Niaga, termasuk wilayah Regional Jawa Bagian Barat yang mencakup Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat," imbuhnya.
Berdasarkan Kepmen ini ditetapkan bahwa pengaturan, pengawasan dan pengendalian alokasi volume penyediaan dan pendistribusian JBKP dilakukan oleh badan pengatur yakni BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas).
"Dalam penyediaan dan pendistribusian Pertalite, Pertamina menyalurkan sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan oleh badan pengatur," tegas Eko.
Advertisement
Subsidi BBM Pertamax Green 92 Ampuh Cegah APBN Tak Jebol?
Sebelumnya,Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef, Abra Talattov, menilai tidak tepat rencana PT Pertamina (Persero) untuk mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92, yang merupakan campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7) di tahun depan. Dengan ini, Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite.
Menurut Abra, fokus Pertamina yang harus dilakukan saat ini adalah memastikan subsidi BBM tepat sasaran agar keuangan APBN tidak jebol. Mengingat, program subsidi energi saat ini masih bersifat terbuka.
"Masalah krusial yang menyelimuti wacana pengalihan subsidi atau kompensasi pertalite ke Pertamax (Green 92) adalah masih berlangsungnya mekanisme secara terbuka. Nah inilah yang saya pikir menjadi masalah yang paling krusial yang semestinya menjadi fokus pemerinta sebelum wacana subsidi atau kompensasi BBM ke Pertamax," ucapnya dalam webinar bertajuk Subsidi Go Green Tepatkah? di Jakarta, Rabu (6/9).
Abra mencatat, konsumsi Pertalite masih di dominasi oleh pengguna kendaraan roda empat atau mobil mencapai 70 persen pada 2020. Jumlah tersebut setara 20,35 juta kilo liter (KL) Pertalite.
Konsumsi Pertalite
Sementara itu, jumlah konsumsi Pertalite oleh kendaraan roda dua hanya sebesar 30 persen. Angka konsumsi BBM subsidi tersebut tersebut setara 8,72 KL.
Kondisi tersebut, tentunya harus segera diperbaiki untuk mencegah jebolnya APBN akibat terkuras subsidi BBM. Terlebih, harga minyak mentah dunia terus mengalami fluktuasi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"APBN perlu dipertimbangkan juga nanti resikonya terhadap neraca perdagangan bebas kita yang kemudian berujung juga terhadap volatilitas nilai tukar Rupiah kita. Jadi ada beberapa pertimbangan yang perlu diukur oleh pemerintah dalam memutuskan kebijakan ini," bebernya.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) mencapai Rp25,7 triliun. Alokasi itu meningkat sekitar 10 persen dibanding outlook 2023 yang mencapai Rp23,3 triliun.
Advertisement