OJK Sebut Skema Student Loan Perlu Kajian Matang

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menuturkan, skema student loan menjadi salah satu alternatif.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Mei 2024, 11:15 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2024, 11:15 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, produk keuangan belum tentu cocok untuk semua orang termasuk student loan atau skema pinjaman biaya pendidikan bunga rendah untuk mahasiswa. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, produk keuangan belum tentu cocok untuk semua orang termasuk student loan atau skema pinjaman biaya pendidikan bunga rendah untuk mahasiswa atau student loan. Student loan tersebut dinilai menjadi salah salah satu alternatif untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT).

Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi seperti dikutip dari Antara, ditulis Senin (27/5/2024).

"Tiap produk keuangan itu tidak tentu cocok untuk semua orang, termasuk seperti student loan ini menjadi satu alternatif saja yang bisa dipilih oleh mahasiswa khususnya mahasiswa S1,” ujar perempuan yang akrab disapa Kiki itu.

Kiki menilai, skema student loan memerlukan kajian yang matang oleh berbagai pihak, termasuk pihak perbankan, apabila hendak mewujudkan skema tersebut dengan tetap mempertimbangkan tujuan utama yakni membantu mahasiswa hingga lulus kuliah.

"Misalnya, term and condition-nya dipermudah. Misalnya, nanti kalau membayar bisa setelah dia bekerja dan lain-lain. Jadi term and condition-nya bisa dibahas untuk semua pihak bisa dengan win-win solution,” kata Kiki.

Selain itu, apabila pemerintah memiliki skema lain yang memungkinkan biaya UKT sangat terjangkau, langkah ini dinilai Kiki juga lebih baik. Namun, kata Kiki, langkah ini tentu tidak mudah sehingga produk jasa keuangan untuk mahasiswa dapat menjadi jembatan.

 

Skema Student Loan Kembali Mengemuka

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa perekonomian negara-negara maju mulai mengalami tekanan, termasuk Jepang dan Inggris yang sudah masuk jurang resesi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa perekonomian negara-negara maju mulai mengalami tekanan, termasuk Jepang dan Inggris yang sudah masuk jurang resesi.

Rencana skema student loan kembali mengemuka di tengah biaya UKT yang melonjak tinggi hingga memicu demo mahasiswa di berbagai daerah.

Sebelumnya pada awal tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tengah menyiapkan pengembangan student loan, tetapi masih dalam tahap pengkajian.

Hal itu disampaikan Sri Mulyani merespons isu penggunaan fasilitas pinjaman oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dari perusahaan peer-to-peer lending (P2P Lending) yang digunakan untuk membayar UKT.

Bendahara Negara itu juga telah mewanti-wanti agar student loan tak mengalami gagal bayar seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sehingga berujung pada pinjaman yang justru membebani mahasiswa.

Pernah Ada di Era 1980-an, Student Loan Disebut Bukan Hal Baru

Ilustrasi kuliah
Ilustrasi mahasiswa sedang membaca di perpustakaan (dok.unsplash/ Eliott Reyna)

Sebelumnya, pinjaman pendidikan bagi pelajar atau student loan ternyata bukan hal barudi Indonesia. Fenomena ini pernah muncul pada tahun 1980-an ketika pemerintah memperkenalkan Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). 

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya Algooth Putranto mengatakan sayangnya, program tersebut berakhir kacau karena banyak kasus moral hazard yang dilakukan penerima KMI. 

"Saya ini generasi korban kelakuan mahasiswa penerima KMI tahun 1980-an yang kabur tidak mengembalikan pinjaman, sehingga KMI dihentikan pemerintah. Jadilah orang tua saya harus pinjam kanan-kiri untuk biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Ibu saya yang PNS harus pinjam ke koperasi, yang bunganya tidak diatur dengan jelas," tutur dia dalam keterangannya di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Kegagalan KMI memberi pembelajaran berharga bagi pemerintah, khususnya OJK dalam menerapkan mekanisme check and balance dalam mengurangi risiko kendala pembayaran oleh penerima dana.

Kini ada bentuk lain pinjaman pendidikan yang diberikan financial technology (fintech). Sejatinya, hal ini dinilai dapat bermanfaat sangat besar untuk meningkatkan inklusi pendidikan di Indonesia.

Kehadiran fintech yang sudah mendapatkan izin dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menjadi salah satu alternatif bagi pembiayaan pendidikan tinggi bagi para pelajar dan orangtuanya.

"Saya rasa kemunculan fintech yang mendapatkan izin dan pengawasan dari OJK seiring perkembangan teknologi dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembiayaan pendidikan. Terobosan ini untuk mempermudah calon penerima dana dengan menyediakan sumber pendanaan," kata dia.

 

Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Fintech ditekankan untuk bekerja dalam koridor Know Your Customer (KYC) dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Keunggulan fintech yang memperoleh izin dan diawasi OJK mencakup transparansi biaya dan kerahasiaan data. Pun proses penyaluran dana cenderung lebih mudah dibandingkan perbankan atau pembiayaan lainnya, sehingga menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan tinggi.

Lantas dengan melambungnya biaya pendidikan tinggi di Indonesia belakangan ini, Algooth mengatakan, selama belum ada skema atau regulasi yang memadai dari pemerintah dalam bentuk student loan atau sejenisnya, maka masyarakat membutuhkan alternatif pembiayaan.

Selama ini tak sedikit yang bergantung kepada kerabat, tetangga, kenalan, koperasi, atau malah rentenir. Fintech hadir untuk mengisi kekosongan yang sejauh ini belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Ada di Negara Lain

Adapun mengutip Laporan Statistik Pendidikan Tinggi tahun 2022, Algooth mengungkapkan terdapat 375.134 mahasiswa menghentikan studi pada tahun tersebut. Laporan itu mengungkapkan ada 84.546 (22%) mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang putus kuliah.

Walaupun bukan semuanya dikarenakan biaya kuliah, Ia melihat ada kekhawatiran yang semakin meningkat terhadap potensi ketidakmampuan mahasiswa atau wali dalam membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) belakangan ini.

"Tentunya masalah semacam ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara maju umumnya menerapkan sistem student loan, yaitu metode pembayaran biaya kuliah yang menggunakan skema cicilan. Umumnya, masa pembayaran dapat dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan studi dan bekerja. Jadi student loan bermanfaat besar karena dapat meningkatkan inklusi pendidikan bagi masyarakat," katanya.

Manfaat yang didapat dari adanya student loan dalam bentuk fintech ini, kata Algooth, turut dirasakan pula oleh pihak pengelola perguruan tinggi.

Adanya fintech ini, pihak kampus tidak perlu lagi menyisihkan tenaga kerja untuk mengelola aspek peminjaman. "Pada akhirnya kampus cukup fokus bagaimana mengelola kegiatan pembelajaran bagi mahasiswa secara optimal," ujarnya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya