Demi Iuran Tapera, Gaji Pekerja Harus Naik 8 Persen

Pemerintah akan mulai memberlakukan iuran Tapera mulai 2027 mendatang.

oleh Arief Rahman H diperbarui 04 Jun 2024, 08:00 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2024, 08:00 WIB
Alasan Pemerintah Wajibkan Pekerja Bayar Iuran Tapera
Para pekerja berjalan di jam pulang kantor di Kawasan Thamrin, Jakarta, Jumat (31/5/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan mulai memberlakukan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mulai 2027 mendatang. Namun, kelompok pengusaha, buruh, hingga masyarakat menolak rencana iuran Tapera tersebut.

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan ada langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam 3 tahun kedepan. Utamanya pembenahan dari sisi makro kebijakan tersebut.

"Jadi menurut hemat saya, mumpung masih ada waktu sampai 2027, pemerintah perlu mendesain ulang Tapera ini secara makro, bukan mikro," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (4/6/2024).

"Harus didesain berdasarkan kondisi makro yang ada, terutama ancamannya terhadap penurunan tingkat disposal income pekerja yang akan berakibat pada konsumsi rumah tangga," sambungnya.

Gaji Naik 8 Persen

Dia mengatakan, setidaknya dalam 2 tahun ke depan pemerintah harus menetapkan kenaikan gaji pekerja yang cukup tinggi. Misalnya rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8 persen per tahun.

Harapannya, potongan sebesar 2,5 persen bagi pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja itu tidak akan menggerus daya beli masyarakat. Disamping adanya potongan di sektor lain, selain iuran Tapera itu.

"Sebelum potongan diterapkan, pemerintah perlu memikirkan untuk menaikan UMP dibatas 8 persen berturut-turut dua tahun sampai tahun 2027, sehingga pas setelah potongan diterapkan, pendapatan pekerja justru meningkat cukup signifikan dan tak terlalu terpengaruh oleh potongan baru tersebut," terangnya.

Tak cuma menyoal upah, Ronny menegaskan perlu adanya langkahbaudit yang dilakukan pada badan pengelolanya, dalam hal ini adalah BP Tapera. Menurutnya, badan tersebur harus menjelaskan kepada DPR cara kerja dan rencana kerjanya terkait dengan pengelolaan dananya.

"Agar nanti dananya justru disalahgunakan dan diinvestasikan secara serampangan, seperti beberapa dana pensiun yang menurut menteri BUMN justru berbau koruptif," tegasnya.

 

Iuran Tapera Berhasil di Singapura

Banner Infografis 10 Jenis Pekerja Dipotong 2,5-3 Persen Iuran Tapera. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Banner Infografis 10 Jenis Pekerja Dipotong 2,5-3 Persen Iuran Tapera. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Pungutan wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai bisa menjadi solusi seorang pekerja memiliki hunian. Namun, upah pekerja di Indonesia masih terlalu rendah, sehingga dinilai malah memberatkan.

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Instituion (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan model pungutan iuran Tapera bisa berhasil di Singapura. Hal itu bisa memperbaiki tingkat kepemilikan rumah para pekerja.

"Jika kita berkaca ke CPF (Central Provident Fund) Singapura, memang iuran yang bersifat 'mandatory' untuk perumahan sangat mendorong peningkatan kepemilikan rumah," kata Ronny kepada Liputan6.com, Senin (3/6/2024).

Bahkan, kata dia, Singapura menjadi salah satu negara dengan tingkat kepemilikan rumah tertinggi di dunia. Ini hasil dari bauran berbagai kebijakan perumahan, baik kementerian ketenagakerjaan, Housing and Development Board, dan lembaga pengelola CPF.

 

Gaji Pekerja Masih Rendah

Alasan Pemerintah Wajibkan Pekerja Bayar Iuran Tapera
Namun, masyarakat perlu memahami bahwa perluasan program Tapera ini manfaatkan juga akan dirasakan masyarakat di masa depan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Meski begitu, konsep serupa belum berarti bisa berhasil dilaksanakan di Indonesia. Mengingat adanya perbandingan fundamental dari pendapatan pekerja di Indonesia dan Singapura.

"Namun masalahnya, backlog perumahan kita terjadi karena rendahnya permintaan yang diakibatkan oleh standar pendapatan pekerja kita yang tergolong sangat rendah. Berbeda dengan Singapura yang gaji pekerja termasuk yang tertinggi di dunia. Jadi tak apple to apple," tegasnya.

Menurutnya, tingkat pendapatan yang tergolong rendah tersebut dan banyaknya potongan dan iuran justru memperburuk daya beli kelas pekerja dan kelas menengah ke bawah. Alhasil, konsumsi rumah tangga akan menurun kedepannya.

"Karena setiap pemotongan dan iuran untuk sesuatu akan menekan daya beli pekerja untuk yang lainya. Hal itu bisa terjadi karena tingkat pendapatan pekerja yang masih tergolong rendah," pungkas Ronny.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya