Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi menceritakan proses penyehatan 22 BUMN sakit yang menjadi pasien dari anak usahanya, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Yadi menyebut ada satu perusahaan pelat merah yang jumlah utangnya terus bertambah meskipun telah dilakukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yakni PT Barata Indonesia (Persero).
"Jadi Barata itu yang lalu-lalu kami laporkan PKPU-nya sudah selesai. Tapi setelah PKPU sampai sekarang itu perusahaannya enggak bisa turn around, turn around," ujar Yadi dalam rapat dengar pendapat Panja Penyehatan dan Restrukturisasi BUMN bersama Komisi VI DPR RI, Senin (24/6/2024).
Advertisement
"Dan ternyata setelah PKPU kita pikir utangnya sudah restrukturisasi semua, ternyata setelah PKPU banyak aja lagi tambahan utangnya yang lalu. Bukan utang baru, tapi yang lalu. Bahkan sampai kita melakukan penggantian manajemen yang ada di sana," paparnya.
Oleh karena itu, Danareksa mengubah strategi penanganan Barata dan perusahan BUMN dengan masalah serupa lainnya lewat potensi operasi minimum.
Total, terdapat 6 perusahaan yang dipersempit skala operasinya, yakni PT Indah Karya (Persero), PT Dok Perkapalan Surabaya (DPS), PT Amarta Karya, PT Varuna Tirta Prakasya (VTP), PT Semen Kupang (SK), termasuk Barata Indonesia.
Yadi menjelaskan, kategori 6 BUMN sakit ini dikecilkan skala operasinya sebagai bentuk penyelesaian utang-utang masa lalu. Dalam hal ini ia mencontohkan Indah Karya, perusahaan konstruksi dan manajemen yang tengah melakukan proses PKPU.
"Yang kita ingin selesaikan adalah utang-utang masa lalunya melalui penjualan aset. Tapi apakah kita akan kembangkan ke depan nantinya, karena yang namanya Indah Karya itu adalah perusahaan konsultan," kata Yadi.
"Di Danareksa itu ada namanya tiga konsultan karya yang kita pikir cukup. Makanya kita minimumkan saja operasinya, fokus kepada penyelesaian liabilitas. Istilahnya yang kita namakan minimum operation," terangnya.
14 BUMN Sakit-sakitan, Bagaimana Nasibnya?
Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi menginginkan pengelolaan 14 BUMN sakit bisa dikebut. Utamanya terkait nasib dari deretan BUMN yang menjadi pasien PT Perusahaan Pengelola Aset atau PPA tersebut.
PPA sendiri merupakan anak usaha dari Danareksa. PPA dan Danareksa mendapat mandat dari Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengelola perusahaan pelat merah yang tergolong sakit.
"Kalau mau detail-nya mungkin ke PPA, tapi kalau dari sisi kita, arahan Danareksa, harus ada percepatan, karena kan sudah lama ya ditangani di sana, diserahkan ke kita 2020 akhir, anggaplah 2021. Dan sudah melewati up and down, Covid-nya sudah selesai juga,” ucapnya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Kamis (4/4/2024).
Dia mengatakan, proses percepatan penentuan nasib 14 BUMN itu karena PPA memiliki tugas lainnya. Yakni, mengurus beberapa BUMN lainnya yang dititipkelola ke PPA. Hal itu, dinilai perlu persiapan secara matang.
"Harusnya ada percepatan karena kan PPA perlu ada, perlu menyiapkan diri kembali, karena masih banyak PT BUMN-BUMN yang lain gitu, masih banyak yang belum selesai," sambungnya.
Yadi menyebut, penentuan nasib BUMN itu bisa ditentukan apakah melalui proses penyehatan lewat merger atau ditutup. Diketahui, ini kembali lagi pada kinerja perusahaan setelah dibantu pengelolaannya oleh PPA.
"Kalau saya sih melihatnya umumnya akan berkurang, pasti berkurang, either ditutup atau di-merger," tegasnya.
Advertisement
PPA Tangani 14 BUMN Sakit
Sebelumnya, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) tengah menangani penyehatan dari 14 BUMN yang masuk dalam kategori sakit. Namun, saat ini progres pemulihannya BUMN disebut sudah menunjukkan capaian positif.
Diketahui, PPA menangani 21 BUMN dan 1 anak usaha BUMN dalam proses penyehatan ini. Sebelumnya, sudah ada 7 perusahaan yang dibubarkan, dan tersisa 14 perusahaan dan 1 anak usaha lagi yang menjaei fokus.
"Dalam melaksanakan mandat Surat Kuasa Khusus dari Menteri BUMN, PPA telah melakukan kajian yang komprehensif guna merumuskan strategi penyelesaian terbaik terhadap masing-masing BUMN Titip Kelola, mulai dari signifikansi perusahaan, keunggulan kompetitif, persepsi pasar, serta kinerja keuangan," ucap Direktur Utama PPA Muhammad Teguh Wirahadikusumah dalam keterangannya, Kamis (18/1/2024)
BUMN
- PT Barata Indonesia (Persero)
- PT Boma Bisma Indra (Persero)
- PT Industri Kapal Indonesia (Persero)
- PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero)
- PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero)
- PT Djakarta Lloyd (Persero)
- PT Varuna Tirta Prakasya (Persero)
- PT Persero Batam
- PT Inti (Persero)
- Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI)
- PT Indah Karya (Persero)
- PT Amarta Karya (Persero)
- PT Semen Kupang (Persero)
- PT Primissima (Persero)
- PT PANN Pembiayaan Maritim -- Anak usaha BUMN PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PANN.
Advertisement